Kebangkitan… Inilah satu kata yang begitu menggugah, memberikan inspirasi, menggerakkan, dan memberikan pencerahan. Suatu kata yang mengubah pergerakan roda sejarah, menutup lembaran panjang suatu era, mempersatukan bangsa yang begitu besar dan majemuk, dan merangsang dobrakan yang belum pernah ada sebelumnya. Namun juga tidak jarang, istilah yang begitu agung ini akhirnya hanya dijadikan topeng atau diselewengkan begitu rupa untuk melahirkan hal-hal yang begitu bobrok dan busuk. Kita sebagai orang Kristen kerap kali mendengar kata ini, khususnya pada momen-momen menjelang Paskah. Namun sudahkah kita masing-masing memikirkan bobot, kekentalan makna yang begitu luar biasa, dan sekaligus unsur kebahayaan dari satu kata tadi, yakni “kebangkitan”?
Kebudayaan dan Pengetahuan
Renaissance menjadi suatu titik krusial dalam kebangkitan di bidang kebudayaan, seni, sains, dan pendidikan. Inilah satu periode yang melahirkan para jenius sepanjang sejarah seperti Leonardo da Vinci dan Michelangelo. Jika kita membandingkan seluruh lembaran sejarah manusia dari ribuan tahun sebelum Masehi sampai sekarang, maka kita akan terkejut ketika menemukan bahwa perkembangan beberapa ratus tahun terakhir semenjak zaman renaissance adalah suatu perkembangan yang sangat luar biasa dan tidak terbayangkan pada masa-masa sebelumnya. Dalam beberapa ratus tahun tersebut, seluruh peradaban manusia seolah-olah dikentalkan, dipadatkan, dan diakselerasi sampai begitu rupa. Manusia yang tadinya masih menggunakan tenaga hewan sebagai alat transportasi, dan terus berlanjut sampai ditemukannya automobil modern oleh seorang insinyur Jerman bernama Karl Benz yang akhirnya menjadi cikal bakal perusahaan Mercedes-Benz, sampai pada sekarang ketika manusia dengan mudahnya bepergian dengan pesawat terbang yang harga tiketnya terkadang bisa hampir sama dengan segelas es teh[1], dan bahkan teknologi untuk eksplorasi luar angkasa yang membutuhkan kecepatan lebih dari 70 km per detik. Belum lagi perkembangan bioteknologi yang memungkinkan para ilmuwan untuk merekayasa sel tulang belakang dari seekor tikus betina, mengubahnya menjadi sel sperma, memasukkannya kembali ke dalam rahim sang tikus sehingga tikus tersebut berhasil melahirkan anak-anak tikus yang sebenarnya berasal dari sel dirinya sendiri. Juga percobaan untuk mengawetkan tubuh manusia dalam suhu yang rendah, sehingga penyakit yang belum dapat disembuhkan dengan perkembangan pengobatan dan teknologi pada masa itu, mungkin dapat ditemukan obat ataupun teknik penyembuhannya pada tahun-tahun yang akan datang.[2]
Hak Asasi Manusia dan Demokrasi
Sepanjang sejarah, seruan kebangkitan tanpa fondasi akhirnya hanya akan menjadi luapan tanpa arah, dan bahkan bisa menghasilkan sesuatu yang lebih buruk. Inilah yang terjadi pada saat revolusi Perancis. Otoritas dan kebebasan adalah dua hal yang seharusnya berjalan bersama-sama berdasarkan prinsip bahwa sesuatu dalam ciptaan harus tunduk kepada Allah. Semangat revolusi Perancis telah membuang prinsip penting ini dan malah menjunjung penuh kehendak bebas manusia. Jikalau kekristenan berusaha untuk mengangkat harkat manusia dalam relasi sosial melalui terbentuknya masyarakat yang integratif dan organik, Revolusi Perancis malah meniadakan ikatan-ikatan tersebut dan menggantinya dengan kebebasan individu semata.
Seruan-seruan kebangkitan yang naif juga kerap kali diserukan oleh mahasiswa. Di satu sisi, memang mahasiswa dapat menjadi hati nurani masyarakat yang menyerukan suara rakyat dengan motivasi yang masih murni. Namun di sisi lain, teriakan tersebut tidak jarang disertai dengan unsur kenaifan manusia yang belum benar-benar menyentuh langsung seluk-beluk dan kejamnya realitas kehidupan. Sebut saja May Fourth Movement yang dimotori oleh para mahasiswa Tiongkok yang terus menyerukan kebangkitan sains dan demokrasi. Dua hal ini begitu dijunjung tinggi dan dianggap sebagai ‘juruselamat’. Padahal sekarang kita dapat melihat bahwa sains tanpa arah hanya akan menghasilkan senjata pemusnah massal, dan demokrasi tanpa fondasi hanya akan melahirkan kebrutalan dan keliaran semata. Gejolak yang akhir-akhir ini terjadi di negara-negara sekitar Timur Tengah juga merupakan kasus yang menarik. Gejala ini memiliki beberapa kesamaan dengan gerakan People Power Revolution di Filipina yang menumbangkan rezim Marcos, ataupun era demokrasi di Indonesia yang menggantikan rezim Soeharto di mana rakyat mulai jenuh diperintah oleh rezim diktator. Majalah TIME edisi 28 Februari 2011 mencatat bahwa pemuda-pemudi di Timur Tengah begitu bertanya-tanya mengapa orang Amerika boleh memilih pemimpin mereka setiap empat tahun sekali sementara mereka tidak dapat. Namun sekali lagi, kebahayaan timbul ketika massa hanya berfokus untuk menggantikan rezim yang sudah bercokol selama puluhan tahun, tetapi tidak benar-benar memikirkan siapa yang benar-benar layak dan dapat meneruskan pemerintahan ketika rezim yang lama sudah jatuh.
Motivasi
Dalam beberapa tahun belakangan ini, semakin banyak orang tergila-gila untuk mengikuti seminar-seminar ataupun konsep-konsep yang dianggap mampu membangkitkan motivasi. Para CEO dan pemilik perusahaan tidak segan-segan mengucurkan dana puluhan ribu dollar agar para manajer mereka mengikuti seminar-seminar semacam ini. Secara umum, konsep-konsep yang dianggap mampu ‘membangkitkan’ motivasi dapat dibagi dalam dua kategori besar, yakni: (I) humanisme atheis di mana yang menjadi pusat adalah manusia dan tidak perlu Allah (II) Pantheisme di mana manusia menjadi allah dan mampu menentukan seluruh arah hidupnya sendiri, khususnya dalam mengejar kesuksesan dan materi. Ditambah lagi dengan munculnya buku-buku yang begitu digemari seperti The Secret oleh Rhonda Byrne dengan konsep law of attraction-nya, ataupun Rich Dad Poor Dad oleh Robert Toru Kiyosaki yang sangat kental dengan konsep kapitalismenya.
Padahal bukankah seluruh konsep-konsep di atas begitu rendah dan bobrok nilainya jika dibandingkan dengan kebenaran sejati di dalam Alkitab? Konsep mana yang mampu menandingi prinsip Soli Deo Gloria yang membuat orang-orang Kristen bekerja begitu keras, serius, sungguh-sungguh, dan harus mempertanggungjawabkan setiap detail kepada Allah? Prinsip mana yang mampu menilik sampai kedalaman motivasi, hati nurani, dan sumsum tulang yang paling tersembunyi? Konsep motivasi mana yang mampu membangkitkan, menggugah, dan membuat seseorang bekerja dengan begitu setia, baik ketika atasan hadir ataupun tidak, baik ketika imbalan begitu menggiurkan ataupun sama sekali tidak ada, atau baik ketika sedang berada dalam posisi yang dianggap tinggi seperti kepala pemerintahan ataupun yang dianggap rendah seperti tukang sapu jalan ataupun tukang sampah? Kiranya pernyataan Soli Deo Gloria kita ucapkan dengan begitu hati-hati dan gentar, sehingga kita tidak menurunkan nilainya menjadi sekedar slogan kosong tanpa makna.
Maut
Kematian, inilah suatu istilah yang dapat membuat bulu kuduk berdiri dan menimbulkan keresahan yang tidak habis-habis. Pengalaman kematian adalah sesuatu yang begitu misterius. Mari kita bayangkan sejenak momen-momen menegangkan tersebut. Ketika kita sedang lemah terbaring, mata terkatup perlahan-lahan, dan pandangan akhirnya semakin lama semakin gelap. Apakah yang akan terjadi selanjutnya? Ke manakah kita akan pergi? Apa yang akan kita lihat dan rasakan setelah itu? Ada suatu sensasi yang aneh bukan, ketika kita membayangkan saat-saat tersebut? Tidak heran, begitu banyak orang yang begitu takut untuk membicarakan tema kematian semasa hidupnya, ataupun akhirnya menjerit-jerit histeris pada detik-detik menjelang kematian.
Namun syukur kepada Allah! Karena kekhawatiran tersebut tidak perlu mengganggu kita. Allah yang kita percayai dan kepada-Nya kita bersandar adalah Allah yang sudah bangkit dan mengalahkan kuasa kematian! Ia sendiri adalah Sang Kebangkitan dan Hidup.[3] Ia adalah Allah yang berkata, “Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut.”[4] Pengertian inilah yang menjadi dasar ketika Rasul Paulus menantang maut dengan mengatakan “Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?”[5] Kesadaran ini yang membuat Daniel berani memilih menghadapi resiko terkaman dan cakaran singa, juga Sadrakh, Mesakh, dan Abednego yang memilih jilatan lidah api yang begitu panas membara.[6] Inilah yang menjadi sumber kekuatan dan konsistensi untuk hidup bagi Kristus. Sebab siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan, kesesakan, penganiayaan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: “Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.” Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.[7]
Kebangkitan yang Holistik
Nancy Pearcey dalam salah satu bukunya yang berjudul Total Truth menanyakan kepada sekelompok responden, “Anda paling ingin diingat sebagai orang yang seperti apa? Tampankah? Pandaikah? Humoriskah?” Sangat menarik, sebagian besar dari responden menjawab bahwa mereka ingin diingat sebagai orang yang autentik. Inilah suatu tuntutan dari zaman post-modern akan sesuatu yang asli dan real. Sesuatu yang nyata, terbuka, dan masuk dalam hidup sehari-hari. Tidak heran, manusia zaman ini menjadi begitu tergila-gila untuk tampil beda, bahkan eksentrik. Ambil contoh saja seorang gadis Taiwan yang sempat membuat sensasi karena menikahi dirinya sendiri. Sudahkah kita peka dan menyadari akan dahaga zaman ini? Sudahkah kematian dan kebangkitan Kristus mengubah seluruh sendi kehidupan kita dan masyarakat di sekitar kita, dan akhirnya menjawab tantangan tersebut? Memang hal ini tidaklah mudah, apalagi jika kita sekedar berpikir dalam konteks individu, seorang diri melawan seluruh gelombang zaman yang begitu deras menerpa. Namun bukankah Tuhan atas segala zaman dan atas segala kuasa yang sendiri berjanji untuk menyertai dan menguatkan kita? Bukankah kita dipanggil untuk berjuang bersama-sama sebagai satu tubuh Kristus di mana kita dapat saling membangkitkan ketika ada di antara kita yang lemah?[8] Sehingga akhirnya ada sekelompok orang yang benar-benar mau berjuang dan menghidupi kuasa kebangkitan yang sudah Kristus anugerahkan kepada kita. Kiranya kekentalan makna dan kedahsyatan kuasa kebangkitan Kristus boleh sekali lagi menggugah hati setiap kita. Selamat mempersiapkan hati dalam menyambut hari raya Paskah.
Juan Intan Kanggrawan
Redaksi Bahasa PILLAR
Endnotes
- Penulis pernah membeli satu tiket one way Singapura-Jakarta seharga SGD $1,2. Sedangkan harga satu es teh atau es kopi adalah sekitar SGD $1,1.
- Percobaan teknik pengawetan tubuh manusia dengan suhu rendah disarikan dari dua website berikut: http://alcor.org/index.html dan http://www.cryonics.org/
- Yohanes 11:25
- Wahyu 1:17-18
- 1 Korintus 15:55
- Daniel 3 & 6
- Roma 8:35-37
- 1 Korintus 12
Referensi
Dommen, E. (2007). John Calvin Rediscovered: The Impact of His Social and Economic Thought. Kentucky: Westminster John Knox Press
Kuyper, A. (1991). Iman Kristen dan Problema Sosial. Surabaya: Penerbit Momentum
Pearcey, N. (2005). Total Truth. California: Crossway Books
Tong, S. (1996). Pemuda dan Krisis Zaman. Surabaya: Penerbit Momentum