Doa Pusat Hidup

Pengantar
Setiap malam sepulang dari gereja, saya pasti turun di stasiun kereta Aljunied MRT sebelum berjalan kaki menuju rumah. Sering kali ketika turun menggunakan eskalator, mata saya melihat papan reklame dengan kutipan: There is a calmness to a life lived in gratitude, a quiet joy (Ralph H. Blum[1]). Membaca tulisan tersebut membuat saya berpikir dan bereaksi secara berbeda pada saat yang berbeda. Ada kalanya saya berpikir bahwa tulisan ini sekular dan saya mulai mencari apa yang seharusnya menjadi keunikan kekristenan, tetapi ada juga kesempatan di mana tulisan tersebut menenangkan hati saya atau membuat saya bersyukur.

Dan begitu pula yang terjadi beberapa hari yang lalu, tulisan itu menggoreskan senyum simpul kecil pada saya ketika saya berjalan keluar stasiun MRT. Hari itu berbeda dari biasanya, saya berjalan dengan beban berat dan penuh pergumulan yang berkecamuk di hati saya. Dan dalam perjalanan saya pulang, di salah satu lorong jalan menuju rumah, saya bertemu dengan seorang muda berumur 20-an yang jongkok dan mengais sampah untuk mencari makanan dari sana. Saya mencoba mendekatinya dan hendak mengajaknya makan di rumah makan terdekat. Ketika saya mengajaknya berbicara, dia tidak menanggapi saya. Sesudah saya mencoba menanyakannya lagi, dia menoleh ke arah saya dan mengatakan, “Thank you for your attention. I am okay.”[2] Berikutnya, saya mencoba mengajaknya lagi dan dia mengatakan, “Previously few people also asked same questions as you. Just leave. By standing there, you will only attract people’s attention.”[3]Akhirnya saya mengatakan, “Are you sure you are okay? God bless you.”[4] dan berjalan melanjutkan perjalanan saya pulang ke rumah.

Setelah berjalan beberapa meter, di lorong yang sama, saya melihat orang yang tertidur di pinggir jalan dalam keadaan mabuk. Selanjutnya, di ujung lorong sebelum saya berbelok ke jalan raya, saya melihat dua orang pelacur di tikungan. Dalam hati saya berpikir, selama tujuh tahun tinggal di Singapura, fenomena yang seperti ini jarang saya temui. Di daerah rumah saya, Geylang, memang terkenal banyak pelacur; tetapi di sisi lain, di daerah ini juga ada banyak kelenteng dan ada beberapa gereja serta masjid pula. Tempat di mana agama dan kebudayaan dari berbagai kutub refleksi kehidupan dan kemanusiaan muncul. Dan malam itu seperti biasa, setelah melanjutkan langkah beberapa ratus meter, sampailah saya di rumah.

Panggilan
Saya percaya banyak dari kita akan melakukan refleksi dan merenung ketika diperhadapkan dengan fenomena (slice of life and reality) dan membuat kita bertanya: Tuhan mau kita menjadi seperti apa? Atau, apa yang seharusnya kita lakukan? Pdt. Billy Kristanto di dalam sharing-nya berulang kali mengatakan bahwa panggilan itu digerakkan karena melihat kebutuhan, melihat ladang yang menguning. Apa yang Tuhan mau nyatakan kepada kita? Kita yang sederhana dan terbatas di tengah-tengah dunia yang luas dan kompleks ini. Juga kita yang kompleks dan berimajinasi ideal tinggi di tengah-tengah dunia yang rutin dan banal ini.

John Piper di dalam khotbahnya tentang Doa Bapa Kami[5] membagi doa tersebut menjadi dua: spectacular and simple, big picture and daily wrestlings, fantastic and familiar, extraordinary and ordinary, awesome and average, eternity and everyday, big and little, glorious and common, majestic and mundane, lofty and lowly.[6] Bagian pertama berbicara mengenai: Nama Tuhan, Kerajaan Tuhan, dan Kehendak Tuhan; sedangkan bagian kedua berbicara mengenai: Makanan kami, Pengampunan kami, dan Kekudusan kami.[7] Dan setiap baris dari masing-masing bagian menunjuk kepada bagian yang pertama: “Dikuduskanlah nama-Mu”. Nama Tuhan. God’s Name. John Piper yang terkenal dengan pelayanannya yang disebut Desiring God menulis di dalam jurnalnya tanggal 9 Oktober 2010:

“My ONE Great Passion!
Nothing is more clear and unshakeable to me than that the purpose of the universe is for the hallowing of God’s name.
His Kingdom comes for THAT.
His Will is done for THAT.
Humans have bread-sustained life for THAT.
Sins are forgiven for THAT.
Temptation is escaped for THAT.”[8]

Tuhan yang memberi panggilan juga adalah Tuhan yang menjawab kebutuhan kita. Tuhan mengerti dan mengajarkan Doa Bapa Kami kepada kita. Tuhan yang sama juga Tuhan yang berjanji memberikan air hidup kepada perempuan Samaria serta mengajarkan bahwa sesungguhnya saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.[9]

Places of Prayer and Worship
Sesudah Kejadian 11 diakhiri dengan kisah Terah yang membawa keluarganya pergi dari Ur-Kasdim menuju ke Kanaan dan akhirnya berhenti menetap di Haran, Kejadian 12 diawali oleh Allah memanggil Abram untuk keluar dari sanak saudaranya di Haran menuju ke tanah Kanaan. Sesudah Abraham sampai di tanah Kanaan, maka Allah menjanjikan negeri itu untuk diberikan kepada keturunan Abram dan Abram mendirikan mezbah di tempat yang bernama Sikhem itu. Selanjutnya Kejadian 28 mengisahkan Yakub yang melarikan diri dari Esau, melihat pintu gerbang sorga dan menjadikan batu alas kepalanya sebagai tugu serta mengurapinya di Betel (Bet-El = Bait Allah).

Kitab Keluaran mengisahkan Musa mendapatkan wahyu dari Tuhan di Gunung Sinai di mana Tuhan tinggal bersama-sama bangsa Israel sebagai tiang awan dan api yang berpusat di Ruang Maha Kudus dari Kemah Suci. Kemah Suci selalu terletak di tengah-tengah perkemahan Israel di padang gurun dengan urutan utara, selatan, timur, barat serta urutan bongkar pasang kemah tiap suku dengan jelas. Tetapi Kemah Suci ini berpindah-pindah selama empat puluh tahun di padang gurun. Ada kalanya tiang awan itu diam di atas Kemah Suci dua hari, sebulan, atau lebih lama, maka orang Israel tetap berkemah dan tidak berangkat; tetapi apabila awan itu naik, barulah mereka berangkat.[10]

Sesudah orang Israel menyeberangi sungai Yordan di bawah kepemimpinan Yosua dan menaklukkan Yerikho, Ai, dan beberapa daerah lainnya, maka sejak Yosua 18 sampai zaman Hakim-hakim kemah pertemuan dan tabut perjanjian berada di Silo. Pertemuan, upacara, keputusan penting, dan peristiwa Samuel mendapat panggilan Tuhan juga terjadi di Silo. Ketika zaman Hakim-hakim hampir berakhir dan bangsa Israel akan memasuki babak baru yaitu kerajaan, Israel berada dalam masa krisis oleh kejahatannya yang sampai menodai Kemah Suci yang diwakili oleh Hofni dan Pinehas anak dari Imam Eli. Leher Eli akhirnya patah akibat jatuh dari kursi karena kaget mengetahui kecelakaan besar menimpa Israel dengan tewasnya kedua anak dan terutama dirampasnya tabut Allah yang dibawa keluar dari Silo menuju medan pertempuran di dekat Eben-Haezer; Cucu dari Eli, yaitu anak Pinehas, lahir dalam keadaan terjepit ini dan mendapat nama Ikabod yang menunjuk kepada lenyaplah kemuliaan Allah dari Israel (1Sam. 4:1-22).

Imam sekaligus nabi sekaligus hakim terakhir, yang menandai berakhirnya zaman Hakim-hakim, mendapat panggilan di Silo, dididik di Silo, besar di Silo, dan menyaksikan peristiwa Ikabod yang terjadi di dekat Eben-Haezer. Dia bernama Samuel. Hanya berselang tiga pasal sesudah tabut TUHAN membuat Dagon (dewa orang Filistin) tersungkur ke tanah dan mematahkan leher serta tangannya di Asdod, sekitar tujuh bulan tabut TUHAN di tanah Filistin, maka tabut dikembalikan, Samuel memimpin Israel berperang melawan Filistin dan mendapatkan kemenangan. Dan tempat itu dinamai oleh Samuel, Eben-Haezer yang berarti “Sampai di sini TUHAN menolong kita” (1Sam. 7:12). Dan akhirnya tabut TUHAN nantinya akan dibawa ke Yerusalem oleh Daud.

Apakah yang terjadi selanjutnya? Mengikuti gaya bahasa Ibrani [11], maka aku pun kekurangan waktu untuk menjelaskan pergerakan tabut TUHAN dan bait Allah seperti detail cerita Uza yang mati, Daud menari-nari, Obed-Edom yang diberkati, bait Allah dibangun oleh Salomo di Yerusalem, bait Allah palsu dibangun di Betel dan oleh Yerobeam, dan seterusnya sampai pembuangan di Babel dan sesudahnya ketika Ezra kembali membangun bait Allah di Yerusalem. Dan akhirnya datanglah Mesias yang dinantikan sedang berbincang dengan perempuan Samaria yang nenek moyangnya mengatakan bahwa tempat menyembah bukan di Yerusalem tetapi di gunung Gerizim.11

Rahasia yang telah dinantikan berabad-abad oleh para malaikat dan para nabi, bahwa sesungguhnya firman itu tidak jauh di atas ataupun dalam di bawah, tetapi ada di dekat hatimu dan mulutmu, dinyatakan oleh Kristus. Bahwa kita menyembah dalam roh dan kebenaran. Tuhan menyatakan puncak kehadiran-Nya melalui inkarnasi dan berjanji akan hadir dalam persekutuan Kristen. Dan barangsiapa percaya kepada Kristus sesuai dengan kitab suci: dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup (Yoh. 7:38). Inilah Air Hidup yang memberikan aliran-aliran air hidup yang dinanti-nantikan oleh perempuan Samaria.

Damai, Perang, dan Berbuah
Apakah doa kita kering dan tak berpengharapan? Apakah kita tersesat dalam kedangkalan hidup dan tidak memiliki arah melihat kehidupan di kota besar yang dipenuhi sejuta pilihan? Yesus, Sang Pintu dan Sang Gembala Baik, berjanji, “Aku datang,  supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yoh. 10:10). Yesus, Raja Damai, berjanji, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” (Yoh. 14:27).

Penghiburan yang Tuhan berikan, Penolong yang lain, yaitu Roh Kudus, yang memberikan aliran air hidup dan damai sejahtera, juga memberikan kekuatan untuk mengalahkan dunia. Sebab semua yang lahir dari Allah mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita (1Yoh. 5:4). Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia (1Yoh. 4:4). Roh yang adalah hadiah terbesar yang diberikan kepada Gereja, yang berdiri di atas batu karang dan alam maut tidak akan menguasainya (Mat. 16:18). Berdiri di hadapan alam maut dan bertempur mati-matian, tetapi dengan kemenangan yang sudah terjamin karena kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita (Rm. 8:37). Bertempur mati-matian di mana Kristus, Sang Hidup, berkata kepadamu, “Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.” Bertempur mati-matian yang tidak bisa mati. Dan rasul Yohanes juga menulis kepada kita, “… hai orang-orang muda, karena kamu kuat dan firman Allah diam di dalam kamu dan kamu telah mengalahkan yang jahat.” (1Yoh. 2:14c). Serta Yesus memberi pesan terakhir sebelum naik ke salib kepada murid-murid-Nya, “… Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” (Yoh. 16:33).

Dan hidup bertempur yang juga memberi buah yang disukai oleh Tuhan. Inilah rahasianya, Yesus, Sang Pokok Anggur, berkata, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yoh. 15:4a, 5).

Apakah doa kita telah menjadi pusat hidup dan panggilan kita? Apakah doa kita terus membawa kita, bukan hanya di dekat Eben-Haezer, tetapi membuat kita menamai setiap tempat yang kita lewati sebagai Eben-Haezer karena sampai di situ Tuhan menyertai kita? Dan apakah setiap kali kita berjalan melewati padang gurun yang penuh kekeringan, kita mengalirkan mata air kehidupan yang dari Tuhan dengan alirannya tidak habis-habis disertai dengan malaikat-malaikat Tuhan?

Apakah doa kita dalam roh dan kebenaran telah dipenuhi aliran-aliran air hidup dan damai sejahtera dari Tuhan, yang memiliki kuasa pertempuran dan menghasilkan buah? Sebab buah yang dijanjikan oleh-Nya itu tetap dan dibawa ke dalam kekekalan, dalam kenikmatan yang tiada tara.

Mari kita sama-sama saling mendoakan karena Tuhan telah memberikan perintah baru yaitu supaya kita saling mengasihi (Yoh. 13:34). Mari kita sama-sama menguasai diri kita dan jadi tenang supaya kita dapat berdoa karena kesudahan segala sesuatu sudah dekat (1Ptr. 4:7). And indeed, there is a calmness to a life lived in gratitude, a quiet joy in prayer.

Lukas Yuan
Redaksi Bahasa PILLAR

Endnotes
[1] Ralph H. Blum adalah seorang anthropolog budaya, penulis, dan penerbit. Dia bekerja dan mengajar mengenai Viking Runes sebagai alat untuk self-counseling sejak 1977. http://us.macmillan.com/thebookofrunes25anniversaryedition [diambil pada tanggal 24 Mei 2011].
[2] Terima kasih atas perhatiannya. Saya baik-baik saja.
[3] Sebelumnya juga ada beberapa orang yang bertanya pertanyaan yang sama dengan kamu. Pergilah. Dengan kamu berdiri di sini, engkau hanya akan menarik perhatian orang.
[4] Apakah engkau benar-benar tidak apa-apa? Baiklah. Tuhan memberkatimu.
[5] Doa Bapa Kami adalah khotbah awal tahun John Piper di Bethlehem Baptist Church, Minneapolis. Khotbah di Bukit dan Doa Bapa Kami di dalamnya menjadi pusat dari refleksinya selama delapan bulan cutinya.
[6] Spektakuler dan sederhana, gambaran besar dan pergumulan sehari-hari, fantastis dan familiar, luar biasa dan biasa, mengagumkan dan standar, kekal dan sehari-hari, besar dan kecil, mulia dan biasa, agung dan banal, tinggi dan rendah.
[7] God’s Name, God’s Kingdom, God’s Will. Our Health, Our Hope, Our Holiness.
[8] http://www.desiringgod.org/resource-library/sermons/our-deepest-prayer-hallowed-be-your-name   [diambil pada tanggal 28 Mei 2011]
[9] Yoh. 4:23-24
[10] Bil. 9:22
[11] Yoh. 4:20. Nama gunung ini adalah Gerizim, di atasnya Sanabaletta membangun tempat ibadah dengan izin Alexander dari Makedonia. Josephus, buku 11. [diambil dari Geneva Bible Translation Notes di e-Sword].