,

Investasi

Investasi

Nobody Loves a Nobody, That’s Why Nobody Wanna be a Nobody

Tuhan tidak mengatakan ‘jangan simpan harta’ tetapi Ia mengatakan ‘simpanlah hartamu di surga’. Jelas Tuhan tidak sedang berkampanye anti-kekayaan, tetapi Ia sedang mengajar dan mendorong kita untuk dengan giat dan aktif menimbun dan menghargai harta kekayaan yang sesungguhnya.

Dalam teks Yunaninya Tuhan mengatakan seperti ini:

μη θησαυριζετε  υμιν θησαυρους επι  της  γης

(Do not treasure your treasure on the earth)
 

TETAPI 

θησαυριζετε  δε  υμιν  θησαυρους  εν  ουρανω

(Treasure your treasure in heaven) 

Dengan kata lain, Tuhan tidak melarang kita untuk menimbun ‘harta’ atau ‘sesuatu yang berharga’ tetapi Ia melarang kita untuk menimbun ‘harta di dunia ini’.

Ada dua arti dari θησαυριζετε  υμιν θησαυρους, yang pertama adalah ‘menimbun hartamu’ dan yang kedua adalah ‘menghargai hartamu’. Kita biasanya hanya mengartikan perintah ini sebagai ‘jangan menimbun hartamu di bumi,’ tetapi jarang mengembangkan pengertian kita kepada arti yang kedua, ‘jangan menghargai hartamu di bumi.’ Pengertian yang kedua inilah yang akan saya bahas dalam artikel ini.

APA ITU ‘MENGHARGAI HARTAMU’? 

Secara definisi, harta adalah sesuatu yang dinilai tinggi sekali oleh seseorang. Harta adalah perwakilan dari nilai. Apa-apa yang merupakan harta dari seseorang mencerminkan sistem nilai yang dia miliki. Apa yang dianggap harta oleh seseorang mungkin saja dianggap sampah oleh orang lain. Nilai sebuah harta tidak hanya bersifat obyektif, tetapi terutama juga bersifat subyektif. Bahkan kalau kita mau konsisten dengan kodrat kita sebagai raja-raja atas semesta alam ini (Kej 1:26), maka nilai sebuah harta sudah seharusnya subyektif, tunduk pada manusia yang memilikinya. Sebuah harta (materi) bernilai setinggi orang yang menilainya. Sebagai contoh, kalau ada seseorang meninggal secara mendadak, entah meninggal dunia akibat serangan jantung atau sekedar meninggalkan kantor akibat di-PHK, maka hartanya yang tercecer biasanya akan berakhir di bak sampah. Apa yang bagi dia sangat berharga, hal-hal kecil seperti foto pacarnya, jaket kumal kesayangan, bon-bon pembelian, surat-surat pribadi, catatan-catatan harian, atau buku agenda, belum tentu dihargai orang lain. Apa yang akan bikin si pemilik bete kalau sampai hilang; adalah sampah yang mengganggu bagi pewaris meja kantor dia yang menemukan hal-hal demikian tertinggal di laci.

Manusia lebih tinggi daripada benda, maka nilai sebuah benda harus sepenuhnya tunduk pada nilai yang manusia itu lekatkan kepadanya. Inilah kehormatan yang Tuhan berikan kepada manusia, dan inilah yang membuat kejatuhan manusia dalam dosa menyeret seluruh ciptaan ikut jatuh juga. Ketika kita jatuh, kita mengalami pergeseran nilai yang radikal. Sistem nilai kita bertentangan dengan sistem nilai Tuhan Sang Pencipta. Dalam kebodohan dosa kita membuang hal-hal yang bagi Tuhan berharga dan demikianlah seharusnya. Kita mulai menghargai sampah-sampah dan membuang seumur hidup kita untuk menimbun sampah dan karena Tuhan tidak pernah menciptakan sampah maka kita membuatnya. Kita mengubah dunia ini, memprosesnya menjadi segunung sampah dalam pace yang semakin hari semakin cepat. Itulah yang kita namakan ‘kemajuan zaman’. BAH!

Kita senang kalau sekarang bisa terbang ke mana-mana (walaupun apa yang kita lakukan di tempat jauh itu belum tentu tak bisa kita lakukan di sini, hanya saja tentu lebih bergengsi untuk kelihatan sibuk terbang ke sana-sini, pagi rapat di Jakarta, siang lunch di Singapore, dan malamnya tidur di pesawat menuju London) tanpa kita sadari bahwa hari ini orang masih juga tak dapat membayangkan bahan bakar apa yang memiliki energy density setinggi minyak bumi (dan bahan bakar yang sejenis) untuk dapat memungkinkan gaya hidup jet-set yang sudah semakin wajar ini. Seluruh armada penerbangan komersial dan militer (yang dunia kita begitu tergantung padanya) sangat tergantung pada ketersediaan BBM yang akan habis dalam waktu kurang dari seratus tahun dan menjelang kehabisannya akan bikin harganya melambung. Nah kalau dalam kenaikan BBM tahun lalu saja bikin negeri ini kebat-kebit, sesungguhnya harga BBM pasti akan terus menjulang seiring makin keringnya sumur-sumur minyak (yang 2/3 nya ada di Timur Tengah yang selalu ‘panas’ itu), bisa dibayangkan betapa ngeri masa depan kita kalau kita terus-terusan hidup dengan pace secepat ini, jangkauan seglobal ini, dan tingkat stimulasi sebesar ini, hanya untuk hidup normal saja. Kita sudah terbiasa hidup dengan memboroskan tabungan energi yang Tuhan berikan, sehingga kalau itu sudah habis, sementara hidup kita sangat tergantung padanya, saya tak dapat membayangkan hal selain kerusuhan massal berskala dunia akan terjadi dalam kurun waktu hidup kita. Sewaktu kita membakar BBM untuk ditukar dengan gaya perjalanan tanpa tanding abad 20-21 (selama puluhan ribu tahun sejarah manusia di planet ini tak ada cara transportasi yang begitu boros energi seperti terbang) kita sedang menukarkan potensi yang begitu dihargai Tuhan dan Ia pandang ‘BAIK!’ (alam) dengan ‘sampah-sampah mahal’ yang kita perlukan untuk dengan tergopoh-gopoh menyumpal kekosongan jiwa kita akibat telah memberontak melawan Tuhan (gaya hidup mewah yang sia-sia). Statistik yang diterbitkan National Geographic edisi Maret 2005 tentang kemajuan China mengatakan bahwa jika seluruh dunia mau ‘maju’ dan itu kira-kira berarti hidup dengan gaya ‘modern’ seperti orang-orang Amerika Serikat, maka kita harus memiliki TIGA planet bumi lagi untuk mencukupi gaya hidup seboros itu. Kemajuan itu PASTI tak cukup untuk semua orang, bagaimana pun anda rajin bekerja. Bumi kita tak akan mampu. Apa sih yang benar-benar ‘maju’ setelah kita memakai segenap pikiran dan sumber daya bumi dengan begitu boros? Malah yang kita dapatkan adalah pembunuhan efektif ratusan juta manusia sepanjang abad kemajuan ini. Ingatlah Perang Dunia 1 dan 2, ingatlah Holocaust, ingatlah Gulag di Siberia, ingatlah Revolusi Kebudayaan di Cina, jangan lupakan Perang Vietnam, Sierra-Leone, Rwanda, Angola, Afganistan dan Irak. Skala pembunuhan sebesar ini tak pernah terjadi di ‘abad-abad kegelapan’ ketika manusia belum ‘maju’. Kemajuan? BAH! Omong kosong!

APA HARTANYA? 

Kalau kita baca Injil Matius dengan hati-hati, kita akan sadar bahwa Tuhan kita tak cuma bicara soal harta benda ketika Ia memperingatkan kita untuk tak ‘menyimpan harta di bumi’ tetapi Ia juga bicara mengenai pride – kesombongan. Lho? Lihatlah Matius 6:1-18 yang menghantar bagian ini. Tuhan Yesus memperingatkan kita untuk tidak ‘seperti orang munafik’ yang sedang ‘mengumpulkan upah di bumi’ dengan cara:

·        Bersedekah supaya dipuji orang (ay. 1-4)

·        Berdoa supaya dilihat orang (ay.5-6)

·        Berpuasa supaya dilihat orang (16-18)

Θησαυρους kita bukan hanya benda, tetapi juga pujian orang. Bahkan saya percaya lebih banyak orang yang memakai dan memiliki benda-benda ‘supaya dilihat dan dihargai orang’ ketimbang ‘menikmati benda-benda itu sendiri’. Berapa banyak orang yang belajar table manner hanya supaya nggak malumaluin kalau makan sama klien orang bule? Berapa banyak orang pakai Rolex selain demi gengsi, atau naik Mercedes-Benz selain supaya dilihat orang? Inilah motivator di balik majalah-majalah lifestyle yang menjamur belakangan ini. Untuk pamer pun kita perlu pendidikan dan pelatihan. Kasian deh lu! Kita begitu putus asanya untuk diterima dan dikagumi sehingga kita menyiksa tubuh supaya langsing dan terlihat seksi. Kita kerja keras banting tulang peras keringat, membeli harta dengan kesehatan (walaupun nanti waktu tua harus membeli kesehatan dengan harta), supaya orang menghormati kita dan tak meremehkan kita. Bahkan kita menyekolahkan anak ke sekolah internasional pake bahasa bule karena kita malu kalau anak-anak kita masih fasih berbahasa Indonesia, apalagi masih medok jawa seperti generasi-generasi dulu. Kita diam-diam bangga kalau anak-anak kita medok Inggris dan berbahasa Indonesia tak lancar karena itulah simbol kemajuan dan kemakmuran. Itulah well-educated. BAH!

Kita sudah membuang Tuhan sehingga penerimaan Tuhan dan identitas yang Tuhan berikan tak lagi ada artinya buat kita. Itu bukan lagi harta bagi kita. We don’t treasure our true treasure in heaven, kita malahan membuang harta sejati itu dan menukarnya dengan segentong TAI yang kita banggakan, kita pakai untuk mengangkat diri di antara manusia-manusia kasihan yang lain. Sungguh menyedihkan kita ini! Paulus mengatakan bahwa hal-hal demikian sudah dianggapnya ‘sampah’ (baca: TAI) yang harus dilepas demi dia mengikut Kristus (Filipi 3:8). Apa sih yang dianggap tai oleh Paulus? Bacalah Filipi 3:4-7. Kebangsaan Israel, dari keturunan Benyamin, orang Ibrani asli, yang menjalankan Taurat tanpa cela dan membela Agama Yahudi tanpa kenal takut adalah kebanggan paling besar di zaman itu. Zaman di mana religiusitas masih dihormati dan tak dipandang jijik seperti dalam zaman kita. Maka kita bisa menyamakan kebanggaan Paulus itu dengan kesukuan, latar belakang pendidikan, gaya hidup, dan karir. Hal-hal yang menjadi harta bagi masyarakat modern. Anak pejabat (atau konglomerat), sekolah di luar negeri, bergereja di Reformed (atau gereja bukan sembarangan yang lain), jalan-jalan ke Eropa tiap semester, dan menjadi CEO tiga perusahaan besar dalam usia kurang dari tiga-puluh tahun. Hal-hal demikian adalah tai bagi Paulus.

Harta macam begini memang kelihatan tinggi sekali nilainya bagi kita, tetapi Tuhan memandangnya rendah. Yesus memakai kata διορυσσουσιν untuk menggambarkan pencuri yang mengambil harta itu. Istilah διορυσσουσιν (membongkar) biasa digunakan untuk menyebutkan pencuri yang membobol tembok tanah liat (yang tidak mengalami proses pembakaran seperti batu bata) pada rumah-rumah sederhana tempat tinggal orang biasa. Dalam rumah berdinding tanah begini tentu kita tak mengharapkan si pencuri mendapatkan emas permata seperti yang tersimpan di rumah berdinding batu milik Abraham atau Ayub. Harta kita di bumi (yang dihargai oleh orang tak percaya karena memang itulah yang paling berharga bagi mereka, mereka tak memiliki harta yang sejati) adalah harta yang mudah sekali hilang nilainya dan juga tak seberapa berharga. Jadi apakah harta sejati itu? Nilai tertinggi yang manusia miliki adalah Tuhan yang sudi menjadi Bapanya dan menunjukkan jalan baginya (“Atas petunjuk peringatan-peringatan-Mu aku bergembira, seperti atas segala harta.” – Mazmur 119:14).

Beginilah firman TUHAN: “Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.” (Yeremia 9:23-24)

Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya. (Mazmur 73:25-26) 

Pujian atau prestasi nilainya rendah sekali kalau dibandingkan dengan nilai intrinsik-ontologis kita sebagai manusia yang dicipta sebagai imago Dei. Seperti sebuah pujian, “Wah, kamu hebat yah, motormu Harley-Davidson,” yang dikatakan kepada seorang Raja Minyak dari Kuwait yang dengan kekayaannya bisa membeli seluruh sepeda motor yang pernah dibuat umat manusia, termasuk seluruh fasilitas pabrik Harley-Davidson itu sendiri. Kita ini adalah MANUSIA. Kita punya kemuliaan dari lahir yang jauh lebih tinggi daripada apapun yang dapat ditambahkan dengan cara pakai baju Armani, berlian dari De Beers, dan naik Maybach ke mana-mana; atau dengan belajar mati-matian demi sederet gelar dari Universitas kelas dunia. Setelah mati-matian seumur hidup berusaha mengejar nilai tempelan tidak terlalu berarti ini kita mungkin akan mendapati diri menyesal karena telah menjual nilai intrinsik kita dengan murah hanya demi selembar kehormatan yang tak memuaskan dan sangat mudah hilang. Seperti seorang busung lapar yang dengan bangga memakai jas Giorgio Armani yang dibelinya dengan menjual satu ginjal, mendonorkan berliter-liter darah, dan puasa berbulan-bulan.

Bagaimanakah dengan Saudara? Apakah yang Saudara investasikan? Seberapa besarkah nilai dari investasi itu?

“Berbahagialah mereka yang rela melepaskan sesuatu yang tak dapat dipertahankan, demi memperoleh sesuatu yang tak dapat hilang.” (Jim Elliot)
 

Ev. Yadi S. Lima

Pembina Pemuda GRII Pondok Indah

 Pertanyaan refleksi:

  • Kapankah Saudara merasa kehilangan dan gelisah, ketika Saudara kehilangan teman, pacar, keluarga, kehilangan mobil, kehilangan rumah, kehilangan karier, atau ketika Saudara (image of God) kehilangan kemuliaan Allah (berdosa)?
  • Dari jawaban yang di atas, coba renungkan apa yang menjadi harta bagi Saudara dan di manakah harta itu?