Kesepian (dan) Pasangan (Refleksi atas SPIK Keluarga 2019 “Rahasia Pacaran & Pernikahan Kristen”)

Terkadang kesendirian bisa membuat kita merasa kesepian dan perasaan kesepian adalah hal yang susah untuk kita atasi dengan benar. Dari perasaan kesepian ini, kita sering mencari pelarian melalui banyak hal. Ada yang mengatasi perasaan ini dengan melakukan banyak kegiatan, baik kegiatan positif seperti membaca buku, belajar, dan berkomunikasi dengan sesama, maupun hal negatif seperti membuat kegaduhan. Hal-hal tersebut dilakukan oleh manusia dalam usahanya menghilangkan perasaan kesepian. Melalui pembacaan buku dan belajar, kita dapat makin mengenal dan merasa dekat dengan hal yang kita baca dan pelajari. Tidak jarang pula, motivasi seseorang membuat kegaduhan adalah untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Jika kita perhatikan, sesungguhnya semua usaha manusia ini adalah hasil dari kerinduan manusia dalam memiliki relasi dengan makhluk ciptaan yang lain. Maka, tanpa disadari, tidak jarang pula manusia mencari pacar atau pasangan hidup dengan landasan atau motivasi yang salah, yaitu untuk menghilangkan rasa sepi tersebut. Semangat yang salah ini pernah tercetus dalam sejarah oleh Raja Edward VIII (1894-1972), “When you’re bored with yourself, marry and be bored with someone else.

Dengan motivasi yang salah ini, banyak anak muda salah dalam memilih pasangan. Kita mencari pasangan menurut kriteria dan standar yang umum yang dunia berikan, yang sesungguhnya jauh dari apa yang Alkitab katakan. Sudah menjadi hal yang biasa, jika kita berpacaran, kemudian putus, lalu kita berpacaran dengan orang lain lagi kemudian putus, dan begitu seterusnya sampai ribuan kali, selama masih ada yang mau. Pacaran dianggap sebagai sesuatu yang sangat rendah, tidak perlu ada komitmen, tidak perlu terlalu serius. Karena itu, tidaklah heran meskipun sudah punya pacar, kita merasa tidak bermasalah kalau kita masih melirik orang lain atau menjalin relasi lainnya dengan lawan jenis. Di sisi lain, ada juga yang menganggap pacaran itu sesuatu yang sangat tinggi, di mana gaya pacarannya sudah seperti pernikahan, komitmen yang dituntut sudah sangat tinggi, banyak larangan yang diberikan, bahkan menyapa lawan jenis pun tidak boleh! Hal-hal ini disebabkan oleh kesalahan kita dalam berpikir dan ketidakmengertian kita dalam menilai pacaran itu sendiri. Kita menilai pacaran secara undervalue atau overvalue. Kita sama sekali tidak mengerti esensi dari pacaran itu sendiri! Pacaran hanya sesuatu yang natural hadir dalam kehidupan kita sebagai anak muda, hampir tidak ada bedanya dengan kerutinan keseharian kita dalam memilih dan memakai pakaian. Sesungguhnya pacaran perlu dilihat esensinya dari tujuannya, yakni pernikahan itu sendiri. Pacaran harus menjadi tempat pelatihan dan persiapan menuju pernikahan yang ditentukan Tuhan.

Berbeda dengan pacaran, ketika membicarakan pernikahan, kita semua tahu itu adalah hal yang sangat serius. Memilih pasangan untuk pacaran, kita sering memiliki kriteria yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan kriteria sewaktu memilih pasangan untuk menikah. Setiap orang memiliki kriteria pasangannya sendiri. Ada beberapa kriteria ideal yang secara general diinginkan oleh semua orang, ada pula kriteria subjektif yang membuat manusia dapat mencintai pribadi yang berbeda-beda. Tetapi seberapa baik penilaian kita terhadap kelayakan pasangan kita tersebut? Pemikiran dan penilaian kita sering kali tidak terlepas dari pengaruh zaman di mana kita hidup. Kita pun akhirnya menaruh kriteria kita sejajar dengan kriteria dunia. Kita terlalu fokus pada diri kita sendiri, kepuasan diri kita, dan pasangan ideal impian kita.

Kita lupa, bahwa untuk mengetahui pasangan yang baik, kita perlu mengenal ajaran Alkitab terlebih dahulu: apa yang Alkitab katakan tentang relasi yang sehat, pernikahan yang kudus, dan pasangan yang berkenan di hadapan Tuhan. Kita tidak pernah benar-benar dapat menilai dengan benar berkenaan dengan kelayakan pribadi seseorang sebagai pasangan kita, jika kita tidak pernah mengenal Tuhan dan standar-Nya terlebih dahulu. Tanpa pengenalan yang benar akan firman Tuhan ini, kita tidak memiliki kacamata yang benar dalam penilaian kita baik terhadap dunia maupun terhadap pribadi yang lain. Demikian juga, tanpa relasi yang benar dengan Allah, kita tidak akan pernah mengerti bagaimana kita harus berelasi dengan sesama kita di hadapan Allah. Tanpa merasakan kasih Kristus, kita tidak akan pernah bisa mengasihi dan dikasihi oleh pasangan kita dengan benar. Tanpa mengenal pribadi Allah dan kebenaran-Nya, kita akan memasuki masa pacaran atau pernikahan yang salah dan mengerikan.

Jika kita sudah sampai di tahap di mana kita mengenal Allah dengan benar, seharusnya kita akan mencari pasangan yang juga mengenal dan mencintai Allah, sehingga di dalam relasi tersebut kita mengerti bagaimana seharusnya kita memperlakukan satu sama lain dan menghasilkan relasi yang menyatakan Allah kita, serta saling mempertumbuhkan di hadapan Allah. Akan tetapi, banyak dari kita yang akhirnya hanya berfokus dalam mencari pasangan itu sendiri. Tuntutan demi tuntutan kita berikan dan kriteria kita akan kelayakan pasangan makin tinggi dan tinggi. Kita terlalu sibuk mencari dan menilai orang dan tanpa kita sadari, kita lupa akan diri kita sendiri, bagaimana kita seharusnya juga mengembangkan dan mempertumbuhkan diri kita untuk makin serupa dengan Allah, mempersiapkan diri ini menjadi pasangan yang layak bagi orang lain. Kita terlalu berfokus dalam mencari the right one dan lupa memproses diri sendiri untuk menjadi the right one. Apakah kita sudah layak menjadi pasangan bagi orang lain? Apakah kita sudah sesuai dengan kriteria yang kita sematkan kepada orang lain?

Kita merindukan pasangan yang terbaik. Kita merindukan relasi yang terus ada di dalam Tuhan dan bertahan sampai akhirnya maut memisahkan kita. So sweet! Namun, apa yang sudah kita lakukan selain terus memikirkan kesepian kita dan kebutuhan akan pasangan? Fokus kita tidak jauh dari tema “Kesepian dan Pasangan”. Kita stres karena tema ini terus mengganggu kehidupan kita dari segala aspek. Kita terus merasa sulit menemukan pasangan ideal. Kita kesulitan dan bukan hanya saya yang kesulitan dalam hal ini. Kita tidak menjalankan tugas kita menjadikan diri kita layak untuk dipilih dan dijadikan pasangan, karena itulah dunia sekitar kita terus meneriakkan tema “Kesepian Pasangan”. Mau cari di mana? Di mana ada pasangan yang baik dan ideal? Mimpi kale… Mari kita bertobat di hadapan Tuhan, benahi hidup kita agar kesepian bukan lagi jadi makanan kita sehari-hari sehingga mencari pasangan untuk menemani kesepian kita, sekaligus kita menebus dunia ini yang sepi pasangan yang baik! Kiranya Tuhan memberikan kita kekuatan dan hikmat-Nya!

Regina Clara Widjaya
Pemudi FIRES