Move On!

Menikah pada usia muda bukanlah hal yang mudah. Saya pernah membaca sebuah kisah mengenai seorang wanita yang menikah pada usia remaja, lalu suatu hari ia “mencuri waktu” pulang ke rumahnya dan bersembunyi di tempat ia dahulu biasa bermain. Pada petang hari, suaminya menemukannya dan membawanya kembali. Sang suami tahu tidak mudah bagi istrinya untuk meninggalkan masa anak-anak dan menghadapi tantangan sebagai orang dewasa. Tetapi ia juga tahu bahwa sudah saatnya sang istri meninggalkan masa anak-anaknya. Masa yang baru telah tiba di dalam kehidupan istrinya.

Hal serupa juga terjadi pada kehidupan orang Kristen abad pertama. Orang Kristen mula-mula kebanyakan adalah orang yang telah dididik dengan paham Yudaisme. Setelah percaya kepada Yesus, mereka memiliki relasi yang lebih intim dan pengenalan yang lebih penuh tentang Allah. Tetapi setelah beberapa saat, sebagian orang Kristen Yahudi merindukan tradisi mereka, bahkan memaksa orang Kristen bukan Yahudi untuk mengikutinya.

Latar Belakang dan Masalah

Sebagai orang Yahudi, wajar jika Paulus pertama-tama ingin memberitakan Injil kepada kaum sebangsanya. Namun, Alkitab mencatat adanya perlawanan orang Yahudi kepada Paulus, termasuk di Galatia (Kis. 13:46-47). Reaksi negatif ini mendorong Paulus untuk memberitakan Injil kepada orang bukan Yahudi dan terbukti berhasil; banyak orang bukan Yahudi yang menjadi percaya (Kis. 14:1, 27).

Pertobatan orang bukan Yahudi justru menyebabkan masalah theologis dan praktis yang serius di Galatia. Haruskah orang bukan Yahudi mengikuti tradisi Yahudi? Perlukah orang bukan Yahudi disunat? Paulus sendiri tidak pernah menyunat orang percaya bukan Yahudi selama perjalanan misinya, tetapi para guru palsu di Galatia bersikeras mengatakan bahwa orang percaya bukan Yahudi harus disunat. Bagi Paulus, masalah sunat ini bukanlah hal yang sepele melainkan sebuah penyelewengan yang serius bagi Injil. Pemaksaan tradisi sunat ini telah mengakibatkan perpecahan di dalam jemaat Galatia (Gal. 6:15-16), penyangkalan akan kecukupan dari kematian dan kebangkitan Kristus (Gal. 5:2), serta perlawanan terhadap Injil karena mereka mengandalkan daging untuk menyempurnakan keselamatan (Gal. 3:3).

Melihat semua ini, Paulus tidak bisa tinggal diam. Ia menulis surat untuk membebaskan baik orang Kristen bukan Yahudi maupun orang Kristen Yahudi di Galatia dari pandangan destruktif para guru palsu tersebut.

Already and Not Yet

Paulus berulang kali mengoreksi para guru palsu di Galatia dengan ajaran “pembenaran hanya melalui iman”. Tetapi ajaran Paulus tentang sunat dan keselamatan sesungguhnya merupakan ungkapan dari keyakinan theologis yang lebih mendasar. Paulus mengajarkan bahwa zaman agung yang akan datang telah dimulai dengan kematian dan kebangkitan Kristus, meskipun dosa dan maut belum dilenyapkan sepenuhnya sampai Kristus datang kedua kali. Maka saat ini orang Kristen hidup di dalam masa yang disebut “sudah dan belum” (already and not yet), yaitu ketika dosa dan maut bertumpang tindih dengan zaman keselamatan kekal.

Fakta bahwa zaman ini dan zaman yang akan datang hadir secara berdampingan telah memunculkan berbagai kesalahmengertian di dalam jemaat Galatia. Paulus percaya bahwa kontroversi spesifik tentang sunat dan pembenaran adalah gejala dari masalah yang lebih mendasar. Kesalahan yang lebih fundamental yang terjadi di Galatia ialah bahwa para guru palsu telah sangat meremehkan signifikansi karya Kristus yang menghadirkan zaman yang akan datang melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Mereka gagal menyadari bahwa sebagian besar dari zaman yang akan datang itu kini telah hadir.

Dengan demikian, ajaran para guru palsu di Israel dapat disebut sebagai “eskatologi yang tidak sempurna penggenapannya”, yang memburamkan signifikansi dari kedatangan Kristus yang pertama. Kita akan melihat hal ini di dalam enam hal.

Kristus

Dalam pembukaan suratnya, Paulus menarik perhatian jemaat Galatia kepada maksud Bapa dalam mengutus Kristus. Yesus diutus “untuk menyelamatkan kita dari zaman sekarang yang jahat ini” (Gal. 1:3-4, NIV).

Ungkapan “zaman sekarang yang jahat ini” senada dengan terminologi Yahudi standar dan merupakan istilah lain untuk “zaman ini”, yaitu zaman dosa dan penghakiman sebelum kedatangan Sang Mesias. Paulus memaparkan Kristus dengan cara ini untuk menunjukkan bahwa orang Kristen di Galatia telah gagal memahami tujuan dari kedatangan Kristus ke dunia ini, yaitu untuk membawa orang Kristen ke zaman yang akan datang.

Para guru palsu di Galatia telah menyebabkan banyak orang Kristen gagal melihat perubahan-perubahan besar yang telah dilakukan oleh Kristus ke dunia ini. Fakta ini khususnya terlihat ketika para guru palsu ini bersikeras untuk kembali kepada sunat yang adalah tanda perjanjian yang telah kedaluwarsa. Iman Kristen mengajarkan bahwa Yesus datang ke bumi ini untuk melepaskan orang percaya dari zaman ini dan dari jalannya yang lama. Menyangkali kebenaran ini di dalam teori atau praktik berarti menyangkali hakikat iman Kristen.

Injil

Kita yakin bahwa para guru palsu di Galatia tidak pernah berhenti membicarakan tentang Yesus. Bagaimanapun juga, mereka masih menyebut diri mereka orang Kristen. Tetapi Paulus menyebut pemberitaan mereka sebagai “injil lain”, atau bahkan sama sekali bukan Injil (Gal. 1:6-7). Apa alasan Paulus menyatakan hal ini?

Kata “Injil” atau “kabar baik” adalah terjemahan dari kata Yunani euangelion, yang didasarkan pada istilah Ibrani Perjanjian Lama mebasar, khususnya seperti yang dipakai dalam Yesaya 52:7, “Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion: ‘Allahmu itu Raja!’”

Dalam bagian tersebut, Yesaya memakai istilah “kabar baik” untuk mengumumkan bahwa masa pembuangan sudah berakhir. Allah telah menegakkan pemerintahan-Nya; Ia mulai menghakimi musuh-musuh-Nya dan memberkati umat-Nya. Kabar baik keselamatan itu ialah “Allahmu itu Raja” atau “pemerintahan Allah”, yang dalam Perjanjian Baru disebut “Kerajaan Allah”, yang juga adalah istilah lain untuk “zaman yang akan datang”.

Maka, ketika Paulus mengatakan bahwa para guru palsu “sama sekali tidak mewartakan Injil”, ia sedang mengatakan kalau mereka telah menyangkal bahwa Kristus telah membawa zaman yang akan datang itu, zaman keselamatan, zaman Kerajaan Allah. Dengan mengajarkan sunat dan menyiratkan pembenaran oleh ketaatan kepada hukum Taurat, para guru palsu menyangkal signifikansi yang sejati dari kedatangan Kristus yang pertama.

Maka, sebenarnya mereka tidak memiliki Injil untuk ditawarkan kepada orang lain, sebab mereka tidak percaya bahwa Kristus telah membawa Kerajaan Allah atau zaman yang akan datang. Paulus mengerti bahwa akar permasalahan di Galatia adalah “eskatologi yang tidak sempurna penggenapannya”. Injil Kristen adalah pewartaan bahwa Kristus sungguh-sungguh telah mendatangkan Kerajaan Allah ke bumi; Ia telah memperkenalkan zaman yang akan datang.

Taurat

Ajaran bahwa kita menerima berkat-berkat Allah melalui iman bukanlah sejenis doktrin baru yang dibawa Paulus dalam penginjilan kepada orang bukan Yahudi. Iman selalu merupakan jalan keselamatan. Tetapi penekanan Paulus pada doktrin iman membangkitkan pertanyaan yang serius: jika berkat Allah untuk orang Yahudi dan orang bukan Yahudi selalu diberikan hanya melalui iman, lalu apa tujuan dari hukum Musa? Mengapa Allah memberikan hukum Musa kepada Israel?

Paulus menjawab dengan mengatakan bahwa hukum Taurat diberikan karena pelanggaran-pelanggaran sampai Keturunan yang dimaksud oleh janji itu datang (Gal. 3:19, NIV). Di sini Paulus tidak sedang mengesampingkan relevansi moral dari hukum Musa, sebab dalam bagian yang lain, Paulus merujuk kepada Imamat 19:18 untuk menjelaskan mengapa orang percaya harus mengejar kasih. Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” (Gal. 5:14). Rujukan lain kepada Taurat muncul ketika Paulus menulis, “… buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu” (Gal. 5:22-23).

Jika Paulus tidak mengajarkan orang Kristen untuk membuang hukum Musa, lalu mengapa ia menulis bahwa Taurat diberikan “karena pelanggaran-pelanggaran” dan hanya berlaku “sampai Keturunan itu telah datang”?

Kita perlu mengingat bahwa masalah di Galatia adalah para guru palsu yang menilai hukum Taurat jauh lebih baik daripada keadaan yang sebenarnya; mereka berpikir ketaatan kepada Taurat adalah jalan untuk menerima keselamatan dari Allah. Paulus menentang dengan mengatakan bahwa Allah selalu memberkati umat-Nya melalui sarana iman. Hukum Taurat tidak dilembagakan untuk memberi keselamatan kepada umat Allah atau untuk memampukan mereka hidup secara benar; hukum Taurat dilembagakan untuk menyingkapkan dosa mereka.

Hukum Taurat memiliki fungsi penting dalam rencana Allah “[sampai Keturunan … itu telah datang]” maksudnya, sampai Kristus datang. Hukum Musa diberikan untuk menghakimi manusia karena dosa mereka, tetapi otoritas ini hanya bersifat sementara. Karena Kristus sudah datang, Ia telah meresmikan zaman yang baru, dan karena orang percaya dipersatukan dengan Kristus, mereka dibimbing masuk ke dalam zaman yang akan datang, di mana otoritas Taurat untuk menghakimi telah dihapuskan. Para pengikut Kristus yang sejati bebas dari penghakiman hukum Taurat.

Kesatuan dengan Kristus

Para guru palsu di Galatia mendorong jemaat Galatia untuk mengerti keselamatan mereka secara individualis. Fokus mereka kepada sunat dan pelaksanaan hukum Musa telah mengerdilkan keselamatan menjadi usaha perorangan untuk hidup benar dan menyiratkan pencapaian pembenaran dengan ketaatan pribadi kepada Taurat. Semua orang—laki-laki, perempuan, dan anak-anak—dibiarkan berdiri di hadapan Allah atas dasar jasa diri mereka masing-masing. Akibatnya, sebagian orang percaya dalam gereja akan dianggap lebih baik ketimbang yang lain.

Paulus bersikeras bahwa baik pembenaran maupun kehidupan yang benar tidak dapat diperoleh dengan jalan ini. Pembenaran dan kehidupan yang benar harus datang melalui kesatuan dengan Kristus (Gal. 3:26-29). Kita “mengenakan Kristus” dan ada “di dalam Kristus Yesus”. Allah memandang orang Kristen seakan-akan mereka adalah Kristus sendiri. Dan karena Kristus sepenuhnya benar, kudus, dan layak menerima segala berkat Abraham, Allah juga melihat kita sebagai orang benar, kudus, dan layak memperoleh berkat.

Sekali lagi, perspektif Paulus berasal dari eskatologinya. Paulus mengajarkan bahwa transisi dari zaman penghakiman masa kini ke zaman berkat yang akan datang terjadi melalui kehidupan, kematian, dan kebangkitan Kristus. Dengan ketaatan-Nya kepada Taurat, Kristus memenuhi tuntutan-tuntutan Taurat untuk semua orang percaya. Dengan kematian-Nya yang menggantikan orang percaya, Kristus telah memenuhi tuntutan Taurat bahwa dosa harus dihukum, yaitu kematian. Dengan kebangkitan-Nya, orang percaya dianggap layak oleh Bapa untuk menerima kemuliaan, karena Kristus menjadi perwakilan mereka. Atas dasar ini, Allah menganggap bahwa orang percaya telah mati terhadap kutuk Taurat bersama Kristus dan telah dibangkitkan bersama Kristus ke dalam kehidupan baru dari zaman yang akan datang.

Mengikuti para guru palsu Galatia berarti menolak peran inti Kristus sebagai pewaris janji Abraham, dan hal ini berarti menuntut setiap orang untuk mengejar berkat dari kehidupan yang benar dengan usahanya sendiri. Tetapi Paulus melihat Kristus sebagai keturunan Abraham yang melalui-Nya semua aspek keselamatan itu datang, sehingga menyatakan dengan jelas bahwa orang percaya menerima semua berkat Allah hanya ketika mereka dipersatukan dengan Kristus.

Roh Kudus

Paulus heran terhadap kebodohan orang Kristen di Galatia, yang memulai kehidupan Kristen mereka dengan mengandalkan Roh Kudus, tetapi telah diperdaya untuk mengandalkan usaha mereka sendiri (Gal. 3:1-3). Dalam Galatia 5:16-26, Paulus membangun kontras tajam antara daging dan Roh. Paulus mengontraskan perbuatan-perbuatan yang berasal dari natur yang berdosa (usaha kedagingan manusia) dengan buah Roh yang berasal dari Roh Kudus.

Para guru palsu ingin agar orang-orang percaya dapat tunduk kepada sunat dan dimampukan untuk hidup benar melalui usaha kedagingan manusia. Tetapi Paulus menunjukkan bahwa satu-satunya yang dapat dihasilkan oleh usaha manusia adalah dosa.

Yoel 2:28 mengungkapkan bahwa selama zaman yang akan datang, Allah akan mencurahkan Roh-Nya dengan cara yang belum pernah dilakukan-Nya dalam Perjanjian Lama. Roh Kudus telah hadir bersama orang percaya bahkan ketika Kristus belum datang, dan Ia telah memampukan orang percaya untuk tetap setia kepada Allah. Tetapi waktu itu kepenuhan yang lebih besar dan karunia-karunia khusus dari-Nya masih belum diberikan, dengan sedikit pengecualian bagi segelintir orang seperti para nabi, imam, dan raja. Dalam Perjanjian Lama, kehadiran Roh Kudus kurang dramatis dan melimpah. Tetapi Yoel menubuatkan bahwa dalam zaman yang akan datang Roh Kudus akan dicurahkan ke semua kelas dan kelompok orang percaya. Nubuat ini digenapi pada hari Pentakosta (Kis. 2) ketika Allah mulai mencurahkan Roh-Nya kepada semua umat-Nya dalam cara yang dramatis, yang menunjukkan bahwa pengharapan akan zaman yang akan datang telah menjadi kenyataan.

Para guru palsu telah mengajar jemaat Galatia untuk menyangkali pemberian karunia dan kemampuan yang berlimpah dari Roh Kudus dalam zaman Perjanjian Baru. Mereka gagal menyadari berkat yang besar dari Roh Kudus yang Kristus bawa ketika Ia meresmikan zaman yang akan datang. Paulus mengingatkan jemaat Galatia bahwa mereka, yang merupakan milik Kristus, sudah memiliki Roh Kudus dalam kepenuhan kuasa-Nya. Apabila para pengikut Kristus bergantung pada kuasa Roh, Ia akan bekerja di dalam mereka untuk menghasilkan buah kebenaran.

Ciptaan Baru

Dalam perspektif Paulus, para lawannya terlalu mementingkan sunat, padahal dengan datangnya Kristus, tidak lagi penting apakah seseorang disunat atau tidak. Sebaliknya, yang penting adalah menjadi “ciptaan baru” (Gal. 6:15-16). Paulus percaya bahwa salah satu hal yang menunjukkan eschaton atau zaman akhir telah datang dengan kedatangan Kristus yang pertama ialah bahwa Kristus telah memulai pembaruan atas seluruh alam semesta menjadi ciptaan baru. Tatanan baru atas ciptaan ini membawa berkat yang sangat melimpah bagi umat Allah sampai hal itu sepenuhnya mengalahkan cara-cara dari ciptaan yang lama. Ketimbang berbalik ke jalan-jalan kehidupan yang lama sebelum kedatangan Kristus, hidup dalam ciptaan baru harus menjadi perhatian yang paling utama dari setiap orang percaya. Sejak zaman Paulus sampai kedatangan Kristus kembali, yang harus menjadi perhatian utama dari setiap pengikut Kristus adalah kehidupan dalam ciptaan baru. Dan sebagaimana yang ditulis Paulus, mereka yang memilih hal ini sungguh-sungguh adalah “Israel milik Allah”.

Penutup

Berulang kali orang Kristen modern hidup seperti jemaat di Galatia. Kita lupa bagaimana kedatangan Kristus yang pertama telah mengubah sejarah manusia. Seperti orang Kristen Galatia, kita kembali kepada kegagalan, frustrasi kehidupan, serta usaha-usaha sendiri, seakan-akan sedikit sekali yang telah Kristus lakukan. Tetapi Paulus telah mengajarkan kita bahwa Kristus telah mengeluarkan kita dari zaman sekarang yang jahat ini supaya kita boleh hidup dalam berkat-berkat dari zaman yang akan datang. Sambil kita mengarahkan hati kita ke jalan ciptaan baru yang telah datang dalam Kristus, kita akan menemukan bahwa Injil Kristus sungguh adalah kabar baik. Kristus telah membawa keselamatan untuk dunia, dan kita telah dikaruniai hak istimewa untuk hidup dalam keselamatan itu, bahkan mulai dari sekarang. Inilah Injil yang sejati—Injil yang tanpa embel-embel lain—yang harus kita beritakan kepada segala makhluk!

Marthin Rynaldo

Pemuda FIRES

Referensi:

1. Kidd, R. Paul and the Galatians. Third Millennium Ministries, https://thirdmill.org/seminary/lesson.asp/vs/HPT/ln/2. Diakses pada tanggal 9 Maret 2021.

2. Ligonier. The Galatian Problem. Ligonier Ministries, https://www.ligonier.org/learn/devotionals/galatian-problem/. Diakes pada tanggal 9 Maret 2021.

3. Pratt Jr., R. , ed. 2003. NIV Spirit of the Reformation Study Bible. Grand Rapids (US): Zondervan.