Apakah yang tidak terlihat lebih penting dari apa yang terlihat? Tetapi mengapa sering kali kita lebih memperhatikan apa yang terlihat? Don’t judge the book by its cover, kata pepatah bahasa Inggris. Dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati siapa yang tahu, demikian kata-kata bijak versi Indonesia. Nyatanya, kita lebih terkesima dengan apa yang tampak dan kecele dengan yang tidak kelihatan. Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena kita kerap berasumsi bahwa apa yang terlihat itu merupakan ekspresi atau wujud dari yang tidak terlihat. Masalahnya tidak selalu begitu karena kita semua sudah jatuh dalam dosa.
Fakta di atas bukanlah hal yang terlalu mengejutkan sebetulnya. Sejak mulanya, manusia gagal melihat apa yang tidak terlihat saat berhadapan dengan ujian Tuhan. Alih-alih menyadari adanya sebuah pertarungan spiritual di balik urusan makan buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat, manusia lebih memercayai apa yang dilihatnya dan dipikirnya. Pohon pengetahuan yang baik dan jahat ini menjadi standar apa yang disebut baik dan jahat. Jika dimakan, itu adalah sebuah kejahatan yang berujung kepada kematian. Jika tidak dimakan, itu adalah sebuah kebaikan yang membawa kehidupan. Memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat bukan sekadar urusan jasmani, tetapi di baliknya ada sebuah perang rohani, antara menaati Tuhan dan memberontak terhadap Sang Pencipta! Pada dasarnya prinsip ini dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, dalam setiap tindakan dan keputusan yang kita ambil: menyenangkan Tuhan, atau mendukakan hati-Nya.
Ternyata urusan perang rohani ini tidak hanya dipercayai oleh mereka yang mengaku sebagai pengikut Kristus; para sarjana sekuler pun sedikit banyak menyadari hal ini. Sebut saja misalnya, Samuel Huntington, Francis Fukuyama, Edward Said, yang menunjukkan adanya benturan peradaban, perang ideologi, dan seterusnya. Apa yang mereka bicarakan adalah sesuatu yang tidak terlihat, namun terwujud dalam kehidupan dan kebudayaan, yang mereka ceritakan dan memengaruhi dunia. Mereka mengerti ada sesuatu yang jauh lebih penting dari apa yang terlihat secara kasat mata. Lalu, bagaimana dengan kita sebagai orang percaya?
Perang rohani itu nyata. Setiap hari, keputusan yang kita buat menunjukkan derajat kesadaran kita terhadap pertarungan antara yang baik dan jahat, menurut standar Tuhan tentunya. Dari persoalan sepele sampai persoalan yang besar mencerminkan seberapa paham kita akan pergulatan hidup untuk menyenangkan Tuhan atau tidak. Mulai dari keputusan untuk makan apa, urusan sekolah dan kuliah, sampai berpacaran dan menikah, seserius apa kita rindu ada di pihak Tuhan, Raja yang menang? Kiranya Tuhan menolong kita! Soli Deo gloria.
Vik. Maya Sianturi Huang
Wakil Koordinator Bidang Pendidikan Sekolah Kristen Calvin