(Artikel ini disadur dari sesi pembekalan visi misi yang diberikan Pdt. Ivan Kristiono kepada guru dan staf Sekolah Kristen Calvin pada tanggal 22 Februari 2024)
Umumnya, sebuah lembaga pendidikan akan menganggap pernyataan visi misi sebagai hal yang paling mendasar. Sekolah pasti berdiri karena ada visi misi. Karena itu, adalah hal yang sangat mendasar dan penting bagi guru dan staf untuk mengerti visi misi sekolah. Tanpa visi misi, sebuah sekolah, termasuk personel yang bekerja di dalamnya, tidak akan punya pegangan atau tujuan ke mana mereka akan melangkah.
Namun, jika pendidikan Kristen bisa kita lihat sebagai bagian dari pekerjaan Tuhan, ada hal dalam pekerjaan Tuhan yang bahkan lebih mendasar lagi daripada memahami visi misi. Mengapa Yesus memanggil para murid-Nya untuk ikut melayani bahkan sebelum mereka jelas akan visi yang ingin Yesus kerjakan? Dalam masa pelayanan Tuhan Yesus bersama dengan murid-murid-Nya, para murid sering kali tidak memahami apa yang sedang Yesus kerjakan sehingga mereka pun sering mempertanyakan tindakan yang Yesus lakukan. Namun, Tuhan Yesus melibatkan mereka bukan karena mereka telah mengerti visi. Yesus mau mengajarkan mereka untuk taat terlebih dahulu. Dalam pekerjaan Kerajaan Allah, yang terpenting adalah orangnya terlebih dahulu. Ketika orangnya sudah tepat dan mau taat, visi misi Kerajaan Allah baru bisa dipahami, diterima, dan dikerjakan dengan baik.
Hal ini tampak mirip, meskipun tidak sama, dengan dunia yang praktis. Kita sering menemukan sebuah institusi atau perusahaan yang bergerak bahkan sebelum mempunyai visi yang sepenuhnya jelas. Dalam dunia desain, pembuatan sebuah logo juga sering kali mendahului konsep. Idealnya, logo dibuat setelah ada konsep yang jelas, agar logo bisa mewakili konsep yang ada di belakangnya. Akan tetapi, yang sering terjadi adalah desain logo dibuat terlebih dahulu baru setelah itu konsep disesuaikan dengan logo.
Pentingnya visi tidak perlu diperdebatkan lagi. Namun, visi adalah tujuan di masa depan yang ingin dicapai dan akan menjadi percuma jika kita menetapkan tujuan tetapi tidak mempunyai kendaraan untuk mencapainya. Meskipun visi sudah dibuat dengan sangat baik, jika diserahkan kepada orang yang tidak tepat, visi tidak akan tercapai. Visi itu penting, tetapi orang yang tepat untuk mengerjakan visi tersebut adalah sama pentingnya. Maka dari itu, agar visi bisa tercapai, perlu orang yang tepat dan mampu mencapai visi yang diberikan. Dalam konteks ini, pekerjaan Tuhan bisa berjalan walaupun visi belum sepenuhnya jelas karena ada kerendahan hati dan ketaatan dari orang yang Tuhan pilih untuk mengerjakannya.
Dalam konteks sebuah sekolah Kristen, visi dan misi itu sangatlah penting. Pendidikan Kristen di Indonesia tidak dapat lepas dari nilai, moral, budi pekerti, pembentukkan karakter, dan kehendak Tuhan. Untuk mencapai visi ini, diperlukan guru-guru Kristen yang bukan hanya pandai dalam mengajar, menguasai materi ajar, serta menguasai segala macam ilmu pedagogi, tetapi juga dewasa serta menghidupi Injil Tuhan. Guru-guru Kristen adalah guru yang sadar bahwa dirinya orang berdosa dan bersedia untuk dibentuk Tuhan. Maka, kehadiran guru Kristen dalam sekolah Kristen tidak bisa dikompromikan. Guru-guru seperti inilah yang dapat mencapai visi sekolah Kristen yang Tuhan percayakan untuk dikerjakan.
Banyak sekolah Kristen yang merekrut guru-guru non-Kristen untuk mengajar karena mereka hanya mementingkan aspek akademik dan melupakan pendidikan kerohanian siswa-siswinya. Mereka dapat memberikan pembelajaran yang begitu baik, tetapi mereka tidak dapat mengajarkan bagaimana menghidupi Injil. Guru yang tidak menghidupi Injil tidak akan bisa membawa murid yang diajar untuk menghidupi Injil. Guru yang tidak mendoakan dan menangisi muridnya tidak akan bisa membawa mereka kepada pertobatan. Bagaimana mungkin guru yang pembenci bisa mengajar anak-anaknya untuk mengasihi? Bagaimana guru yang sombong mengajar muridnya untuk rendah hati, yang keras hati menyerukan pertobatan, dan yang tidak berpengharapan kepada Tuhan mengajarkan siswanya untuk berpengharapan? Dengan demikian, yang perlu kita perjuangkan sebelum visi sekolah adalah guru yang tepat terlebih dahulu.
Bisa menjadi guru yang tepat untuk mengerjakan pendidikan Kristen bukanlah karena kehebatan kita. Karena kita adalah orang berdosa yang lemah, kita perlu figur Kristus dan belajar melakukan Injil dalam komunitas guru Kristen, bersama-sama bergumul untuk meneladani Kristus. Sebagaimana Yesus sabar terhadap kita, kita juga sabar terhadap anak-anak. Yesus mau memakai kita yang tidak sempurna ini untuk untuk terlibat dalam pelayanan ini.
Setelah mendapatkan guru yang tepat untuk menjalankan visi yang Tuhan berikan, pertanyaan selanjutnya bagi kita yang bekerja di sekolah Kristen adalah, “Bagaimana kita menggarap diri dengan serius?” Panggilan menjadi seorang guru Kristen adalah panggilan yang indah tetapi berbahaya. Indah karena kita masuk dalam konteks yang mulia, yang menyibukkan kita untuk memikirkan pekerjaan Tuhan serta memikirkan domba Tuhan yang diperoleh melalui darah-Nya (Kis. 20:28). Bahaya karena kita menjadi rentan terhadap serangan Iblis. Karena itu, kita perlu membekali diri kita untuk siap menggunakan kesempatan yang Tuhan berikan ataupun menghadapi serangan dari Iblis.
Sekolah adalah tempat pelayanan yang indah karena sekolah adalah tempat yang paling ideal untuk mengerjakan penggembalaan secara personal dan relasional. Yesus melakukan pelayanan bukan hanya secara publik, melainkan juga pelayanan yang personal. Yesus siang dan malam mencucurkan air mata untuk mengajar orang-orang, tetapi Ia juga melakukan pelayanan personal dengan melayani orang-orang yang tidak dipandang masyarakat. Di dalam sekolah, guru dapat membangun relasi yang personal dengan siswa-siswinya. Relasi ini adalah sebuah keindahan yang Tuhan berikan yang tidak dapat dimiliki dalam relasi pendeta dengan jemaat, khususnya di gereja besar. Jemaat mengenal pendetanya tetapi pendeta sulit sekali mengenal jemaatnya karena jumlah yang sangat banyak. Namun, relasi guru dengan murid memungkinkan bagi guru untuk mengenal muridnya dan muridnya mengenal gurunya. Melalui relasi seperti inilah pendidikan rohani sangat efektif dikerjakan melalui sekolah. Ketika kita mengerjakan panggilan ini, lihatlah bahwa iman anak-anak itu lebih penting dari kepintaran. Jangan kita melihat apa yang kita kerjakan itu hanyalah buang-buang waktu. Memang ada kesibukan yang tidak bermakna, tetapi mengurus dan menggembalakan anak-anak adalah kesibukan yang bermakna. Segala sesuatu yang kita kerjakan bagi Tuhan tidak ada yang sia-sia. Maka, kenalilah mereka secara personal dan layanilah mereka dalam kasih, serta berjuang untuk memenangkan mereka.
Di sisi lain, panggilan yang indah ini adalah panggilan yang sangat berbahaya. Kita harus menjaga diri karena kita adalah pemimpin perlawanan terhadap Iblis. Kita menarik anak-anak untuk kembali kepada Allah, sebuah pekerjaan yang Iblis benci. Sama seperti Iblis benci kepada Kristus, begitu juga Iblis benci kepada orang yang dipakai Kristus untuk menjalankan pekerjaan-Nya. Sebagai seorang pemimpin, banyak sekali godaan yang mematikan. Banyak serangan keras ditujukan kepada kita karena kita adalah sasaran paling efektif untuk menjatuhkan domba-domba yang Tuhan percayakan. Jika Iblis berhasil menjatuhkan sang pemimpin, domba-dombanya akan ikut jatuh.
Guru tidaklah kebal terhadap serangan Iblis. Benih-benih yang bisa digunakan Iblis untuk menjatuhkan para guru, di antaranya adalah persaingan antar guru, yang akarnya adalah iri hati. Banyak sekali konflik lainnya yang juga sebenarnya dapat ditelusuri sampai ke hati: hati yang marah (anger), angkuh (pride), dan suka menghakimi (judgmental). Keangkuhan dapat membuat Kristus dan kemuliaan Allah hilang dalam pelayanan kita. Jika Tuhan sudah hilang dalam pelayanan kita, didefinisikan dengan apakah kita? Mentalitas selebritas harus dihilangkan dengan mengenal anugerah. Mari kita membereskan hati kita. Jika kita tidak menganggap diri Tuhan, maka kita tidak akan marah atau tersinggung ketika kita tidak disanjung-sanjung dan kita tidak akan suka menghakimi dan menyalahkan orang lain.
Serangan yang paling berbahaya adalah serangan dari dalam hati manusia. Kita sering tidak tekun menjaga hati dan mudah terpecah fokus. Masalah kehidupan begitu banyak dan datang bertubi-tubi sehingga membuat kita marah dan frustrasi. Akan tetapi, yang sering tidak kita sadari adalah bahwa hal-hal tersebut hanyalah gejala atau pemicu yang mengungkapkan permasalahan yang lebih besar dan dalam, yaitu relasi pribadi dengan Tuhan. Ketika kita marah kepada Tuhan, kita akan marah kepada hal-hal yang lain. Kemarahan kita terhadap hal-hal lain berakar dari hati yang marah terhadap Tuhan. Maka, untuk menghindari hal tersebut terjadi, kita perlu mengarahkan hati kita kepada Tuhan.
Ketika kita mengerjakan pelayanan ini, akan ada banyak tekanan yang akan mengimpit kita. Jika kita tidak berhati-hati menjaga hati kita, pelayanan tersebut dapat menekan dan merusak kita. Dalam sekejap, harta yang paling berharga dalam panggilan ini menjadi rusak, yaitu hati yang tulus melayani Tuhan. Hati yang rusak akan membuat kuasa kita menjadi hilang. Mengapa Iblis mengincar hati kita? Karena ketika Iblis mendapatkan hati kita, dia akan mendapatkan semuanya. Ketika hati sudah rusak, gaya hidup kita pun ikut rusak. Kita bisa beralih kepada hidup yang dualistik. Secara kasat mata, orang melihat kita baik, tetapi sebetulnya di dalam begitu hancur. Kita bisa menjadi orang yang sangat aktif dan sibuk pelayanan, tetapi rumah tangga menjadi tidak baik karena tidak ada waktu untuk membangun relasi yang baik dengan keluarga. Terlebih lagi, hubungan pribadi dengan Tuhan menjadi rusak karena tidak ada waktu untuk merenungkan firman Tuhan.
Karena itu, saat kita memasuki pelayanan ini, kita perlu terus mendoakan pekerjaan Tuhan yang dikerjakan oleh para pendidik Kristen, bukan hanya mendoakan pekerjaan yang kita kerjakan saja. Jika kita hanya mendoakan pekerjaan kita saja, kita hanya mendoakan performa kita, tetapi tidak mendoakan pekerjaan Tuhan yang dikerjakan oleh pendidik lain di tempat yang lain.
Dengan mengetahui keindahan dan tantangan yang dihadapi, masuklah dalam pelayanan dengan kesiapan hati. Bukan hanya hati kita, tetapi persiapkanlah hati anak, pasangan, dan keluarga untuk dapat mengerti bahwa pelayanan ini membutuhkan waktu dan pengorbanan.
Bawalah pelayanan ini menjadi pelayanan yang relasional dan personal. Isilah pelayanan kepada murid-murid dengan lebih banyak kehadiran pribadi Yesus daripada teori tentang Yesus, lebih banyak kasih daripada strategi mengajar. Waktu kita dipenuhi dengan pride karena strategi mengajar kita, kita kehilangan rasa syukur kita karena “kehebatan” kita menutupi Kristus. Ketika rasa syukur hilang, kita akan kehilangan rasa kehausan untuk menyembah Tuhan, yang akan digantikan dengan kehausan diri untuk disembah. Ketika hal itu terjadi, kita akan melakukan segala cara untuk mendapatkan penyembahan tersebut.
Namun, ada pengharapan yang Tuhan sediakan. Tuhan dapat menghapus keangkuhan kita dengan menyadarkan kita bahwa kita bukan dipanggil untuk menjadi terkenal, melainkan untuk mengenal domba-domba yang Tuhan percayakan, sama seperti yang telah Yesus lakukan bagi domba-domba-Nya, sama seperti Yesus mengenal domba-domba-Nya dan domba-domba-Nya mengenal-Nya.
Disadur oleh Viona Karunia
Guru Sekolah Kristen Calvin