Paskah tiba! Semua gereja sibuk mempersiapkan diri untuk merayakan Paskah dan paduan suara pun tidak boleh terlewatkan. Dari sanalah kisah ini dimulai, ketika seorang pemuda mengikuti paduan suara gereja yang sudah dimulai satu bulan sebelumnya. Karena keterlambatannya dalam mengikuti paduan suara, tentu saja dia kagok dalam menyanyikan lagu-lagu klasik yang sulit. Untuk menyelesaikan kesulitannya, maka yang dilakukannya adalah lip-sync di bagian yang tidak dia kuasai dan nyanyi di bagian yang dia kuasai pada latihan paduan suara tersebut. Ketika hampir selesai latihan, sebelum pulang, pemimpin paduan suara mengumumkan bahwa pada keesokan harinya akan menyanyi di dalam kebaktian umum. Seluruh paduan suara harus berkumpul pagi-pagi untuk bersiap-siap. Tentu saja pemuda tersebut juga hadir pagi-pagi untuk ikut dalam pelayanan tersebut. Kemudian, dengan pede-nya (percaya diri) dia bernyanyi di depan jemaat dengan cara lip-sync karena dia belum berlatih di rumah lagu yang akan dinyanyikan.
Diberikan kesempatan berbagian di dalam paduan suara adalah suatu anugerah yang sangat besar karena merupakan salah satu bentuk melayani Tuhan (meskipun seluruh hidup kita adalah pelayanan di hadapan Tuhan). Seorang yang tahu bahwa yang dia sedang layani adalah Tuhan dan kita adalah ciptaan-Nya yang seharusnya senantiasa melayani Dia setiap waktu, pasti tidak akan melayani dengan sembarangan melainkan dengan penuh tanggung jawab. Ikut bernyanyi dalam paduan suara tidak menjamin orang tersebut mempunyai motivasi yang benar untuk melayani Tuhan. Karena manusia adalah manusia berdosa yang selalu ingin menjadikan dirinya allah atau dengan kata lain senang dipuja sehingga tidak heran jika pelayan Tuhan juga ingin dimuliakan. Tetapi… mungkin kita akan berpikir bahwa kita tidak seperti demikian, kita tidak ingin dimuliakan, kita hanya ingin melayani dengan penuh pengorbanan diri, dan kita sudah melakukan our best.
Hamartia, bahasa Yunani untuk dosa, berarti: meleset dari sasaran. Kita yang diberi anugerah untuk melayani tapi tidak melayani dengan sungguh-sungguh; atau mungkin telah melayani dengan sungguh-sungguh tapi apa yang dikerjakannya tidak sesuai dengan (meleset dari) apa yang Tuhan mau; kita telah berbuat dosa di hadapan Allah. Oleh karena itu, dalam melayani Tuhan kita harus:
Pertama, bergumul dengan jujur di hadapan Tuhan apa yang menjadi panggilan kita dalam hidup. Saya percaya Pdt. Dr. Stephen Tong mengetahui dengan jelas apa yang menjadi panggilan dalam hidupnya. Maka beliau berani bekerja keras sesuai apa yang Tuhan mau. Pdt. Dr. Stephen Tong merupakan teladan hidup bagi kita agar kita masing-masing mencari panggilan Tuhan dalam hidup lalu mengerjakannya dengan sekeras-kerasnya hanya untuk menyenangkan hati Tuhan, meskipun kadang hal itu tampaknya menyakiti hati sesama maupun diri. Tapi bukan berarti kita tidak memperhatikan sesama. Kita tetap memperhatikan sesama, tapi yang harus paling diutamakan adalah menyenangkan hati Tuhan.
Kedua, kita sadar bahwa kita sedang dipakai Tuhan. Orang yang mempunyai kesadaran seperti itu akan hidup dengan serius khususnya berkaitan dengan waktu. Waktu akan menjadi sesuatu yang harus terus dikejar karena harus terus mengejar maunya Tuhan dalam diri dia. Maka (dalam istilah Pdt. Dr. Stephen Tong yang pernah beliau utarakan) dia terus dipaksa untuk rela dan rela untuk dipaksa dalam mengerjakan maunya Tuhan. Dipaksa untuk rela dan rela untuk dipaksa terus mengejar kehendak Tuhan dalam hidup ini dengan waktu yang terbatas.
Bagaimana sikap kita dalam melayani Tuhan? Jangan sampai kita seperti Yudas yang diberikan anugerah untuk melayani Tuhan tapi tidak tahu menghargainya. Yudas begitu banyak mendapatkan anugerah dari Tuhan, seperti (i) dia adalah salah satu dari murid Yesus yang mengikuti Yesus ke manapun Dia pergi. Dalam hal ini, Yudas mengecap segala kebenaran yang diajarkan Tuhan Yesus; (ii) dia dipercaya oleh Tuhan Yesus dan murid-murid yang lain untuk menjadi bendahara. Apakah yang menjadi respons Yudas atas anugerah-anugerah ini? Dia menjual Yesus, Gurunya, untuk mendapatkan 30 keping perak. Dia menyia-nyiakan anugerah yang telah Tuhan percayakan kepadanya. Itulah respons dia! Dia memakai anugerah kesempatan melayani Tuhan untuk memperkaya dirinya, untuk kepentingan dirinya, untuk melayani kehendak dirinya. Demikian juga di zaman sekarang ini, banyak orang memperalat ”pelayanan” untuk kepentingan diri dengan memuja diri seperti yang dilakukan pemuda pada paduan suara yang diceritakan di atas. Mungkin kita berpikir kita tidak separah itu, kita tidak menjual Yesus. Benarkah? Benarkah kita melayani kehendak Tuhan dalam pelayanan kita? Atau kehendak kita? Atau kita tidak tahu kehendak siapa, mungkin kehendak para pembesar gereja? Mungkinkah kita melayani hanya karena kita tidak ingin dianggap tidak rohani, tidak mengerti Reformed, tidak mengerti visi, tidak mengasihi gerakan, tidak mengasihi Allah? Alkitab mendefinisikan semua yang meleset dari sasaran (kehendak Allah) sebagai dosa! Jadi, kita sedang melayani atau sedang berdosa?
Terakhir, kita harus mempunyai keinginan untuk menyenangkan hati Tuhan. Jika untuk orang yang kita kasihi saja kita rela berusaha mati-matian membuat orang tersebut senang, apalagi untuk Tuhan yang telah lebih dahulu mengasihi kita dengan mengorbankan Diri-Nya di atas kayu salib. Bukankah kita seharusnya lebih lagi mati-matian menyenangkan hati Tuhan jika kita mengatakan kita mengasihi Dia melampaui segala yang ada di dunia ini? Atau sebenarnya kita hanya sedang menggombalkan Allah dengan mengatakan atau menyanyikan bahwa kita mengasihi-Nya?
Marilah kita mengejar apa yang Tuhan mau karena untuk itulah kita dipanggil keluar (Gereja) dan menyelesaikannya dengan segenap hati kita dan segenap jiwa kita dan segenap akal budi kita dan segenap kekuatan kita. It’s show time! It’s time to show the world, we are the image of God and not god! Image of God, who fulfill God’s will on earth. Soli Deo Gloria.
Sarah Charista
Remaja (SMP Kelas 2) GRII Pusat