Gambaran yang paradoks dalam nubuat di Perjanjian Lama tentang kedatangan Kristus sebagai Mesias
“Future might be fuzzy but it’s bright.” Kalimat ini muncul dalam salah satu lagu dari Jamiroquai, sebuah band beraliran funk dan acid Jazz asal Inggris, yang terkenal mulai tahun 90an hingga hari ini. Lho, apa pula hubungan antara kalimat dari lagu Jamiroquai ini dengan judul artikel di atas? Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sepenggal kalimat Jamiroquai tadi kira-kira berbicara seperti ini: “Masa depan mungkin saja kabur, tetapi terang.” Artikel ini secara garis besar akan membahas tentang pandangan ke depan akan kedatangan Mesias yang ada dalam nubuat-nubuat di Perjanjian Lama.
Mengapa kalimat ini menjadi relevan dengan seluruh pembahasan ini? Karena pada dasarnya, orang-orang percaya dalam Perjanjian Lama (PL) melihat kepada masa depan: Mesias yang dijanjikan Allah Bapa itu akan datang, menyelamatkan umat-Nya dari keterpurukan dan dari penyakitnya. Permasalahannya adalah, kapan? Bagaimana? Semua itu masih kabur bagi mereka. Satu hal yang pasti mereka percaya adalah bahwa masa depan itu akan terang; terang yang menggantikan kekelaman dan kegelapan yang mereka alami.
Permasalahan berikutnya adalah, nubuat-nubuat mengenai Mesias yang akan datang itu sering kali dipenuhi dengan paradoks. Di satu sisi, nubuat para nabi di PL menggambarkan Mesias yang akan datang adalah Mesias yang menderita dan datang dalam kehinaan. Sedangkan di sisi lain, tak jarang nubuat yang ada juga menggambarkan Mesias akan datang dalam kemuliaan dan kekuatan-Nya sebagai Raja yang memulihkan Israel, mengembalikan kejayaan Kerajaan Israel, serta Hakim yang akan menghakimi bangsa-bangsa. Bagaimanakah orang-orang PL dan juga orang-orang Yahudi pada zaman Kristus melihat akan hal ini? Sebelum menjawab pertanyaan ini, beberapa nubuat Mesianik dalam Perjanjian Lama akan terlebih dahulu dijabarkan.
THE SUFFERING MESSIAH
Beberapa nabi dalam Perjanjian Lama telah menubuatkan kedatangan Kristus sebagai Mesias yang menderita. Nubuat-nubuat dalam PL yang menggambarkan Yesus Kristus sebagai Mesias yang menderita terasa paling kental dalam kitab Yesaya:
“Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi.” – Yesaya 50:6
“Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia – begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi.” – Yesaya 52:14
“Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul, dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.” – Yesaya 53:2b-5
“Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian…” – Yesaya 53:7a
“Tetapi Tuhan berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan.” – Yesaya 53:10
Nabi kecil lainnya seperti Zakaria juga menggambarkan kerendahan dan penderitaan Kristus sebagai Mesias yang akan datang, bahkan juga bagaimana Ia dikhianati dan disesah:
“Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.” – Zakaria 9:9b
“Maka mereka membayar upahku dengan menimbang tiga puluh uang perak. … Lalu aku mengambil tiga puluh uang perak itu dan menyerahkannya kepada penuang logam di rumah TUHAN.” – Zakaria 11:12b & 13b
“…dan mereka akan memandang kepada dia yang telah mereka tikam, dan akan meratapi dia seperti orang meratapi anak tunggal, dan akan menangisi dia dengan pedih seperti orang menangisi anak sulung.” – Zakaria 12:10b
Dalam bagian lain, Mesias yang akan datang juga digambarkan sebagai yang ditolak, yang dengan tanpa alasan dibenci oleh orang sekitarnya, dan yang dikhianati oleh orang terdekatnya. Daud, sebagai tipologi dari Kristus, jauh sebelum nubuat para nabi seolah-olah telah menubuatkan ketertolakan dan penderitaan Kristus dalam beberapa Mazmurnya:
“Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar bermufakat bersama-sama melawan TUHAN dan yang diurapi-Nya” – Mazmur 2:2
“Janganlah sekali-kali bersukacita atas aku orang-orang yang memusuhi aku tanpa sebab, atau mengedip-ngedipkan mata orang-orang yang membenci aku tanpa sebab.” – Mazmur 35:19
“Orang-orang yang membenci aku tanpa alasan lebih banyak dari pada rambut di kepalaku;” – Mazmur 69:5a
“Aku telah menjadi orang luar bagi saudara-saudaraku, orang asing bagi anak-anak ibuku;” – Mazmur 69:9
“Bahkan sahabat karibku yang kupercayai, yang makan rotiku, telah mengangkat tumitnya terhadap aku.” – Mazmur 41:10
“Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan aku?” – Mazmur 22:2a
“Semua yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya:” – Mazmur 22:8
“…mereka menusuk tangan dan kakiku…. Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.” – Mazmur 22:17b & 19
“…dan pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam.” – Mazmur 69:22b
THE GLORIOUS MESSIAH
Nubuat-nubuat tentang Mesias dalam Perjanjian Lama juga mencakup nubuat tentang Mesias yang datang dalam kemuliaan, akan memulihkan Israel, menjadi Hakim bagi bangsa-bangsa, dan secara khusus merupakan keturunan Raja Daud. Yesaya, yang menggambarkan Mesias yang menderita, juga pada saat yang sama menggambarkan Mesias sebagai Juruselamat yang penuh kemuliaan.
“Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya akan disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya…” – Yesaya 9:5-6a
“Lihat, itu Tuhan ALLAH, Ia datang dengan kekuatan dan dengan tangan–Nya Ia berkuasa.” – Yesaya 40:10a
“Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa…. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum. Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya.” – Yesaya 42:1, 3-4
“Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung.” – Yesaya 61:1-2
Nabi-nabi besar lain seperti Yeremia dan Daniel juga menubuatkan akan hal ini:
“Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri.” – Yeremia 23:5
“Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.” – Daniel 7:14
SEBUAH PANDANGAN YANG KABUR
Melalui dua penjabaran ini, kita dapat melihat bahwa orang-orang di zaman Perjanjian Lama memiliki pandangan yang paradoks akan kedatangan Mesias. Orang-orang Yahudi pada zaman setelah pembuangan dan para rabi mula-mula pun menjadi bingung. Akhirnya beberapa dari mereka menyimpulkan bahwa Mesias yang akan datang adalah dua orang yang berbeda. Arnold Fruchtenbaum, seorang Yahudi yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Mesias yang dijanjikan, menuliskan dalam bukunya “Jesus was a Jew” (1981):
“Anyone who sets himself to the task of seeking to know what the Old Testament has to say about the coming of the Messiah soon finds himself involved with a seeming paradox. At times one even seems to be faced with an outright contradiction. For the Jewish prophets gave a two-fold picture of the Messiah who was to come. On the one hand, the inquirer will find numerous predictions regarding the Messiah which portray him as one who is going to suffer humiliation, physical harm, and finally death in a violent manner. This death was stated by the Jewish prophets to be a substitutionary death for the sins of the Jewish people. On the other hand, he will find that the Jewish prophets also spoke of the Messiah coming as a conquering King who will destroy the enemies of Israel and set up the messianic kingdom of peace and prosperity. This is the two-fold picture the Jewish prophets gave of the Messiah. For centuries past, during the formulation of the Talmud, our rabbis made serious studies of messianic prophecies. They came up with this conclusion: the prophets spoke of two different Messiahs. The Messiah who was to come, suffer and die was termed Messiah, the Son of Joseph (Mashiach ben Yoseph). The second Messiah who would then come following the first was termed Messiah, the Son of David (Mashiach ben David)…. The Old Testament never clearly states that there will be two Messiahs. In fact, many of the paradoxical descriptions are found side by side in the same passages, in which it seems that only one person is meant. But for the early rabbis the two-Messiah theory seemed to be the best answer.” (halaman 23-24)
Selain konsep dua-Mesias, kemungkinan lain adalah mereka menolak konsep Mesias yang menderita, hanya menerima konsep Mesias sebagai Raja, yang akan menyelamatkan Israel dari keterpurukan dan membawa kembali kejayaan Israel. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa orang-orang Farisi dan para ahli Taurat menolak Kristus – terlepas dari fakta bahwa Roh Kudus memang tidak bekerja dalam hati mereka. Bahkan, murid-murid Yesus sendiri pun juga memiliki konsep Mesias politik yang dengan kekuatan dan kemuliaan-Nya akan melepaskan mereka dari penjajahan Romawi dan memulihkan Kerajaan Israel. Hal ini terlihat jelas dalam Kisah Para Rasul 1:6, “Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?””
Apakah yang menyebabkan pandangan yang kabur tentang Mesias ini? Kuncinya adalah, oleh karena orang-orang dalam zaman Perjanjian Lama belum memiliki konsep yang jelas akan dua kedatangan dari Mesias. Di dalam wahyu yang belum lengkap dan keterbatasan konsep berpikirnya, orang-orang Perjanjian Lama seperti Daud, Yesaya, dan Yeremia menganggap bahwa kedatangan Kristus yang pertama dan kedua adalah satu peristiwa yang sama. Ilustrasi yang menjelaskan hal ini adalah, ibaratnya seseorang sedang mengarahkan pandangannya dari kejauhan kepada dua puncak gunung yang posisinya sejajar. Di antara kedua gunung ini, terdapat lembah yang cukup panjang. Dalam pandangan orang ini, hanya ada satu gunung yang terlihat. Dari sudut pandang orang ini, akan sulit untuk membedakan kedua gunung, yang mana di antara keduanya terdapat lembah. Seperti itulah kesulitan orang-orang percaya dalam PL ketika melihat kedatangan Kristus: bagi mereka hanya ada satu gunung, hanya ada satu kali peristiwa kedatangan Mesias.
Kita yang telah hidup di zaman ini sudah mengetahui bahwa kedatangan Kristus yang pertama adalah sebagai Juruselamat yang menderita dan mati untuk menanggung dosa umat-Nya. Sedangkan pada kedatangan-Nya yang kedua, Kristus akan datang sebagai Raja yang mulia dan Hakim yang mengadili bangsa-bangsa. Kita sebagai orang-orang percaya yang hidup di zaman setelah Perjanjian Baru di mana Alkitab telah lengkap, dapat melihat ke belakang, kepada karya keselamatan yang Kristus kerjakan pada kedatangan-Nya yang pertama. Pada intinya, kita hidup pada masa di antara Kristus telah datang dan akan datang kembali. Maka solusi dari paradoks ini bukanlah pada keberadaan dua Mesias yang berbeda, melainkan dua jenis kedatangan, dengan satu Mesias yang sama: (1) Kedatangan-Nya yang pertama adalah untuk menderita dan mati, (2) Kedatangan-Nya yang kedua adalah untuk menaklukkan, memerintah, dan bertakhta selamanya.
REFLEKSI PRIBADI BAGI KEHIDUPAN KITA SEKARANG
Setelah mengetahui fakta bahwa orang-orang percaya maupun para nabi PL memiliki pandangan yang kabur dan belum lengkap akan kedatangan Kristus, lalu apa yang menjadi respon kita? Ev. Johannis Putratama dari MRII Depok dalam salah satu khotbahnya pernah memberikan ilustrasi tentang perbedaan antara mereka yang hidup dalam Perjanjian Lama dan kita yang hidup setelah zaman Perjanjian Baru. Misalnya, ada seorang laki-laki yang hendak memberikan coklat kepada kekasihnya. Akan tetapi ternyata laki-laki ini hanya memberikan bungkus dari coklat tersebut kepada kekasihnya itu. Dan anehnya, coklat itu sendiri diberikan kepada perempuan lain yang bukan kekasihnya. Kontan kekasihnya pun marah. Bungkus dari coklat tersebut adalah semacam “bayang-bayang” dan coklat itu sendiri adalah “faktanya”. Orang-orang percaya dalam Perjanjian Lama hanya menerima “bayang-bayang” saja, sedangkan orang-orang dalam Perjanjian Baru dan juga kita menerima “faktanya”, yaitu Kristus itu sendiri sebagai penggenapan dari nubuat dalam PL. Orang-orang di zaman Perjanjian Lama belum memiliki wahyu yang lengkap dan konsep yang komprehensif tentang Mesias. Kita yang sudah mendapatkan “fakta” tersebut tentu memiliki privilege yang lebih besar daripada orang-orang di zaman PL. Yesus Kristus dalam Lukas 12:48b mengatakan, “Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.” Kita yang hidup hari ini, telah diberikan anugerah yang lebih besar daripada orang-orang dalam Perjanjian Lama. Tentu saja tuntutan bagi kita untuk lebih lagi beriman dan hidup suci menjadi lebih besar.
Sesungguhnya kita patut mengucap syukur dengan tidak habis-habisnya kepada Allah, karena kita diberi anugerah untuk boleh lahir dan hidup di zaman ini. Boleh hidup di zaman setelah kedatangan Kristus, di mana Alkitab juga sudah selesai dan lengkap, adalah suatu anugerah yang terlalu besar. Kita yang telah percaya sungguh-sungguh pada Kristus boleh memiliki pandangan yang tidak lagi kabur: dengan kesaksian dari Alkitab, kita dapat mengetahui akan ke mana sejarah ini berakhir dengan pasti. Bisakah kita membayangkan kehidupan orang-orang percaya di zaman PL yang hanya bisa berharap, melihat ke depan dengan penuh pengharapan, namun sampai mati tidak melihat penggenapan keselamatan itu? Bisakah kita bayangkan betapa dalamnya pengharapan mereka akan datangnya Sang Mesias yang akan melepaskan mereka dari belenggu dosa dan pedihnya pembuangan?
Sayang sekali, mungkin sikap hidup kita sehari-hari sering kali tidak mencerminkan orang yang sudah mendapatkan anugerah itu. Bagaimana kita hidup juga tidak mencerminkan orang yang sedang menantikan kedatangan Kristus yang kedua. Sadarkah kita bahwa kita hidup di zaman akhir, di mana Kristus akan datang kedua kalinya, kapan saja, tanpa kita bisa mengetahuinya? Kepada siapa atau apakah penantian dan pengharapan kita ditujukan? Mungkin kita lebih menantikan kenaikan gaji dan promosi jabatan. Mungkin kita lebih menantikan pria atau wanita idaman kita. Mungkin pula kita lebih menantikan kelulusan kuliah kita atau hari ulang tahun kita. Pertanyaannya, apakah kita menantikan kedatangan Sang Mesias, yang sudah pernah datang untuk mati dan bangkit, dan yang akan datang kembali untuk memerintah sebagai Raja untuk selama-lamanya? Sudahkah kita mengerjakan keselamatan kita dengan penuh takut dan gentar, mengingat bahwa suatu hari nanti – yang kita tidak tahu kapan pastinya, bisa ribuan tahun lagi, bisa juga beberapa menit atau detik lagi – kita akan berdiri di hadapan takhta Raja atas Segala Raja yang juga adalah Hakim atas Segala Hakim? Sudahkah kita mengusahakan kehidupan yang sungguh-sungguh kudus, agar kita boleh layak menyambut Sang Mempelai Agung yang akan datang itu?
Jangan sampai kita begitu terlena dengan hidup kita sampai kita lupa, bahwa Kristus akan datang kembali – bukan lagi sebagai Juruselamat yang penuh belas kasihan dan menjadi sahabat bagi orang berdosa, melainkan sebagai Raja dan Hakim yang akan menghakimi seluruh umat manusia. Kita memang diselamatkan bukan karena perbuatan baik kita, akan tetapi pada kedatangan-Nya yang kedua, kita akan dihakimi berdasarkan perbuatan kita!
PENUTUP
Sebagai penutup, ada sebuah kisah yang diutarakan oleh Pdt. Stephen Tong dalam khotbahnya di KPIN Jailolo, 18 Maret silam. Alkisah, ada seorang anak muda yang cakap dan sehat. Hari itu warga sedang berkerumun di pasar untuk menyambut datangnya raja. Di dalam kerumunan itu, anak muda ini mencuri barang milik salah satu warga. Karena ketahuan, anak muda ini dikejar dan ditangkap oleh warga, kemudian diperhadapkan kepada raja. Raja pun bertanya, dan warga tersebut menjawab, “Anak muda ini telah mencuri.” Raja itu terdiam sejenak, ia menatap wajah anak muda itu. Wajah yang sebetulnya tampan, elok, sehat, dan dengan ekspresi yang mengharapkan belas kasihan. Raja pun bertanya, mengapa ia harus mencuri. Anak muda itu dengan gentar meminta ampun dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Raja pun tergerak oleh belas kasihan dan memberikan pengampunan bagi anak muda itu. Anak muda itu boleh pulang. Waktu pun terus berjalan, sampai sekitar 20 tahun kemudian. Tiba-tiba warga kembali menangkap seseorang yang juga mencuri. Lagi-lagi, warga membawa orang ini kepada raja. Ketika raja melihat orang yang mencuri ini, ia merasa seperti pernah melihat wajah orang ini. Tiba-tiba raja teringat, bahwa orang ini adalah anak muda yang sekitar 20 tahun lalu juga mencuri dan diampuni. Kali ini, raja bertanya dengan suara yang lebih tegas, mengapa ia mencuri lagi, padahal dulu sudah diampuni. Dengan sikap yang sama, pencuri ini memohon belas kasihan raja untuk mengampuni dia. Akan tetapi reaksi raja kali ini berbeda. Raja mengatakan bahwa dulu ia memberikan pengampunan, namun karena pencuri ini kembali mencuri, berarti pengampunan itu tidaklah dihargainya. Maka kali ini raja memerintahkan orang-orangnya untuk membawa pencuri ini untuk dihukum.
Kisah ini diangkat bukan untuk menuding kita semua bahwa kita seperti pencuri tersebut. Dari kisah ini, kita dapat belajar bahwa anugerah itu tidak selamanya ada. Ketika kita boleh mengenal siapa itu Kristus dengan komprehensif – sesuatu yang tidak dimiliki oleh para nabi PL – itu adalah suatu hak istimewa yang Tuhan anugerahkan bagi kita. Kisah ini juga sekali lagi menegaskan bahwa Kristus tidak selamanya datang sebagai Juruselamat yang mengampuni, namun Ia akan datang untuk menghakimi. Ketika kita menyadari hal ini, apakah kita masih mau bermain-main dalam hidup ini? Apakah kita masih mau membuang-buang waktu, berkubang dalam dosa-dosa kita? Kiranya perenungan ini boleh membawa kita sekali lagi lebih menghargai anugerah pengenalan kita akan Kristus, serta mendorong kita untuk mengusahakan kehidupan yang semakin kudus dan berkenan di hadapan-Nya!
Izzaura Abidin
Pemudi GRII Pondok Indah
Endnotes:
[1] Fruchtenbaum, Arnold G. (1981). Jesus Was A Jew. San Antonio, Texas: Ariel Ministries.
[2] Rose Book of Bible Charts, Maps & Timelines (2005).California: Rose Publishing. Halaman 81-86.