,

Panggilan

Sejak penciptaan, manusia telah diberikan dua lapis panggilan oleh Tuhan, Sang Pencipta. Kejadian 1:26-28 mencatat bahwa Tuhan memberikan perintah untuk memenuhi bumi dengan beranak cucu dan mengelola alam ciptaan Tuhan. Sampai kejatuhan manusia ke dalam dosa, dua lapis mandat Tuhan ini tetap ada dan harus dikerjakan. Tidak yakin? Coba pikirkan skenario berikut ini.

Di acara reuni keluarga, biasanya pertanyaan yang sering diajukan kepada seorang anak adalah: “Kamu kelas berapa?” Pertanyaan serupa ini akan terus bergulir sampai SMA. Pada waktu seorang telah menginjak Perguruan Tinggi, pertanyaan tersebut akan ditambah dengan satu pertanyaan lain yaitu: “Sudah punya pacar belum?” Setelah selesai kuliah selain ditanya: “Kerja di mana”, maka akan dilanjutkan dengan pertanyaan pribadi lainnya: “Kapan menikah?” Kemudian setelah menikah, akan ditanya: “Kapan punya anak?” Demikian seterusnya, bahkan saat yang sama orang yang ditanya akan menanyakan hal yang sama kepada ponakannya atau anggota keluarga lainnya.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa terasa sangat mengusik dan menyebalkan. Tetapi faktanya pertanyaan-pertanyaan tersebut, sadar atau tidak, merupakan ekspresi dari dua lapis perintah Tuhan: beranak cucu dan bekerja (baca mengelola bumi). Mengakuinya atau tidak, manusia harus mengerjakan apa yang menjadi perintah Tuhan, melakukan panggilan yang Tuhan tetapkan untuk manusia. Sayangnya, dua lapis perintah tersebut sering tidak dipahami secara kontekstual yaitu zaman ketika perintah itu ditulis oleh Musa.

Beranak cucu yang dimaksud adalah memenuhi bumi ini dengan gambar dan rupa Allah,  bukan dengan anggota keluarga marga Tan atau marga Tambunan. Bumi ini harus dipenuhi dengan orang-orang yang mengenal Allah, yang ingin melakukan kehendak-Nya. Karena itu beranak cucu di sini tidak hanya bersifat harfiah tetapi juga rohaniah. Bisa berarti melahirkan keturunan yang beriman ataupun menjangkau jiwa untuk dibawa pada Tuhan. Keduanya memerlukan Injil dan pengajaran firman.

Bagian yang kedua yaitu mengelola bumi mungkin lebih familiar untuk kita semua. Tapi itu pun sering kali akhirnya dinodai oleh semangat sekuler. Pekerjaan tidak lagi dilihat sebagai panggilan pelayanan tetapi semata-mata sarana mendapatkan uang. Bukan untuk mendukung panggilan lapis pertama, tetapi sebagai wadah aktualisasi diri. Akibatnya pekerjaan tidak lagi menjadi ibadah, melainkan tempat mencari keuntungan pribadi.

Hari ini saya mengajak para pembaca untuk melihat ulang ke dalam kehidupan Anda. Semangat apa yang merajut hari-hari studi dan belajar Anda? Lalu bagaimana dengan Anda yang menikah dan bekerja? Untuk apa Anda melakukan semuanya itu?

Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak.
(1Kor. 3:12-13a)

Ev. Maya Sianturi Huang
Kepala SMAK Calvin