,

When Heaven Meets Earth (2)

Allah itu Bapa kita. Demikian Yesus mengajarkannya kepada kita melalui Doa Bapa Kami. Ini adalah fakta yang sangat spektakuler. Seharusnya… Namun sayangnya, kita menjadi terbiasa, dan kehilangan greget dari anugerah yang berlimpah ini.

Kesadaran bahwa Allah itu Bapa kita dapat mengukuhkan dasar hidup iman Kristen kita sehingga kita tidak perlu merisaukan banyak hal yang tidak penting. Pertama, kita memiliki akses langsung ke sorga. Di dalam Kristus, menghampiri Bapa Sorgawi adalah perkara yang mudah. Saat bertemu dengan Bapa, kita menemukan kembali Firdaus yang hilang. Eden, tempat bertemunya sorga dan bumi hadir kembali. Jika halnya demikian, mengapa kita malas memperjuangkan kehidupan berdoa?

Saat bertemu Bapa seharusnya sukacita kita melimpah. Cinta kita kepada-Nya bergelora. Jika halnya demikian, bukankah apa yang kita inginkan seharusnya hanya satu, yaitu nama Bapa dikuduskan? John Piper mengatakan bahwa petisi pertama ini adalah dasar dari Doa Bapa Kami.

Mereka yang mengenal Bapa tidak berdoa dengan asumsi seperti orang Farisi atau orang kafir (Mat. 6:5-7). Yesus mengecam sikap hati mereka yang sama-sama berpikir bahwa doa adalah alat untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Tidak demikian dengan mereka yang mengenal Bapa. Mereka menaikkan doa dengan sebuah kerinduan untuk menguduskan nama Allah. Nama Allah sangat penting karena menggambarkan diri-Nya Allah lebih dari Kerajaan dan kehendak-Nya. Wajar jika kerinduan menguduskan nama Allah menjadi penentu bagi lima petisi selanjutnya dalam Doa Bapa Kami.

Permohonan agar Kerajaan Allah datang dan kehendak-Nya jadi di bumi adalah supaya nama Allah senantiasa dikuduskan. Biasanya kita paham tentang hal ini. Tetapi kita kerap kurang paham bahwa saat memanjatkan permintaan untuk makan, pengampunan, dan dijauhkan dari yang jahat adalah bukan untuk kepentingan kita. Ketiga petisi terakhir ini adalah untuk kemuliaan nama Bapa. Itu sebabnya kita meminta makanan yang secukupnya untuk hari ini saja. Cukup sepiring nasi campur, bukan semangkuk berlian. Why? First, we cannot eat them. Secondly, why bother? We have all the diamonds in this universe since they belong to our Father. We shouldn’t be concerned at all about the diamonds since if we love the Father, what concerns us more is whether His name is glorified.

Demikian pula dengan pengampunan. Diri ini adalah orang berdosa, pula sesama kita. Fakta ini menunjukkan bahwa selain kebutuhan fisik untuk menopang hidup, pergumulan relasi juga ikut menentukan kehidupan. Kita memerlukan pengampunan yang wujudnya adalah rekonsiliasi, karena sepanjang hidup kita sering berselisih dan memiliki banyak kesalahan. Rekonsiliasi adalah sebuah cara menguduskan nama Tuhan dalam kehidupan sosial kita.

Kerinduan untuk menguduskan nama Bapa memberikan sebuah kesadaran untuk tidak terus jatuh dalam dosa, tetapi diri begitu lemah. Karena itu ya, Bapa, jauhkanlah kami dari yang jahat. Kita begitu mudah tergoda dan bahkan secara sukarela membiarkan diri digoda. Kita perlu perlindungan Allah untuk menjauhkan kita dari segala kejahatan.

Pada akhirnya, Doa Bapa Kami mengajarkan hidup yang berpusat pada Allah, sebab hal itu adalah hal yang sangat realistis. Sejak semula, seperti di Eden, hidup kita dimaksudkan untuk hidup di hadapan Tuhan, menguduskan nama-Nya. Itu adalah hidup yang sejati, karena di situ sorga dan bumi bersatu. Jadi, bagaimana dengan keseharian hidup kita? Sudahkah kita hadirkan sorga di bumi melalui hidup kita? Soli Deo gloria.

Ev. Maya Sianturi Huang
Kepala SMAK Calvin