Saya sedang membaca buku Counterfeit God karya Timothy Keller. Buku yang menarik. Ditulis dengan lugas tetapi tidak kehilangan kedalaman. Dalam buku ini Keller memaparkan masalah manusia yang paling mendasar yaitu dosa penyembahan berhala, beribadah pada yang bukan Allah. Menurutnya ada tiga jenis berhala yaitu berhala personal, berhala kultural, dan berhala intelektual. Dengan kata lain, apa pun dapat menjadi berhala. Namun apa sesungguhnya berhala itu? Segala sesuatu yang kita anggap lebih penting dari Tuhan, yang menyerap seluruh energi hati dan memenuhi tiap jengkal imajinasi kita – itulah berhala.
Manusia sebagai gambar dan rupa Allah tidak bisa menolak pernyataan Tuhan akan kehadiran diri-Nya. Ada semacam kesadaran akan Allah, sensus divinitatis – kata Calvin – yang tidak bisa dipungkiri oleh manusia. Maka, apa pun jenis kelaminnya, sukunya, rasnya, dan di mana pun seseorang berada serta dari abad berapa pun dirinya, ia akan menjadikan sesuatu sebagai tuhannya. Menakjubkan, bukan?
Ilmu-ilmu pengetahuan sekuler yang berusaha melepaskan diri dari Sang Khalik, boleh saja menyangkali hakikat manusia. Tetapi perjalanan sejarah manusia tidak dapat mengingkari realitas bahwa manusia adalah makhluk beragama. Hanya bedanya, seperti yang kita percayai dari pengajaran Kitab Suci, ada yang mendapat anugerah ada yang tidak. Sebuah kenyataan yang tidak siap diterima oleh banyak orang. Namun kita sebagai umat percaya tidak bisa langsung menarik napas lega dan merasa lapang dada sebagai penerima rahmat Allah. Mengapa? Karena meskipun sudah menjadi umat pilihan Tuhan, kita masih menyimpan banyak berhala. Di mana kita simpan berhala-berhala itu? Dalam hati kita. Calvin mengatakan bahwa hati kita adalah pabrik berhala seperti yang lebih dulu dikatakan oleh nabi Yehezkiel (Yeh. 14:7).
Di atas sudah didefinisikan oleh Keller bahwa berhala adalah segala sesuatu yang kita anggap lebih penting dari Tuhan. Namun kita bisa saja mengaku hampir tidak pernah melakukan hal itu, dengan alasan selalu berusaha mengutamakan Tuhan. Betulkah? Satu contoh klasik yang sering kita temui dalam hidup orang Kristen adalah soal panggilan. Kebanyakan orang muda memilih suatu bidang studi atau pekerjaan adalah dengan asumsi adanya jaminan finansial. Lalu hal ini mendapat dukungan orang tua dan keluarga, bahkan itulah ajaran yang diwariskan pada mereka. Alih-alih mencari sekuritas dalam panggilan Tuhan, tipikal keluarga Kristen menghendaki kemapanan ekonomi anak-anak. Tidak beda dengan keluarga bukan Kristen. Tentu saja uang memang diperlukan. Tetapi jika sekuritas finansial lebih utama dari panggilan Tuhan, bukankah hal itu merupakan berhala? Itu hanya salah satu contoh sederhana dari berhala orang percaya.
Apalagi yang dapat menjadi berhala? Mintalah Roh Kudus menerangi hati untuk menemukannya dan kekuatan untuk mencampakkannya….
Ev. Maya Sianturi
Pembina Remaja GRII Pusat
Kepala SMAK Calvin