Betania

Betania adalah nama daerah di zaman Tuhan Yesus yang tidak asing di telinga kita. Dari
Kitab-kitab Injil, kita dapat menyimpulkan bahwa itu adalah tempat tinggal Yesus jika Dia
sedang berkunjung ke Yerusalem (Mat. 21:17, Mrk. 11:11). Itu juga adalah kampung Maria,
Marta, dan Lazarus (Yoh. 11:1). Ketika mau masuk ke Yerusalem untuk menggenapkan
seluruh perjalanan-Nya, Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk mengambil seekor keledai
untuk ditunggangi-Nya di Betania (Luk. 19:29-30). Apa yang membuat kampung ini begitu
istimewa?

Tanpa dihubungkan dengan kisah Yesus, Betania hanyalah salah satu dari jutaan kampung
miskin yang pernah atau akan ada. Hal ini juga berlaku untuk benda-benda hina
lainnya—seperti palungan dan salib—yang mengalami transformasi makna setelah dilekatkan
dengan perjalanan hidup Yesus di dunia. Namun, karena jejak Yesus di situ, Betania menjadi
tempat orang Kristen seharusnya menata kembali sistem nilai mereka.

Untuk memahami maksud pernyataan di atas, mari kita kembali sejenak ke kisah
penyambutan penduduk Yerusalem kepada Yesus yang masuk dengan keledai. Peristiwa
tersebut sudah dinubuatkan oleh Nabi Zakaria, yang diterjemahkan oleh LAI sebagai berikut.

Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem!
Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut (aniy) dan mengendarai
seekor keledai, seekor keledai beban yang muda. (Zak. 9:9)

Dengan menelusuri akar kata, kita dapat menarik hubungan antara karakter Mesias yang
dinubuatkan ini dengan kampung Betania. Di banyak terjemahan Inggris, kata aniy
diterjemahkan humble, bukan lemah lembut. Secara harfiah, ani berarti miskin
sehingga terjemahan harfiah kalimat terakhir ayat 9 adalah “Ia miskin dan mengendarai seekor
keledai.” Di sisi lain, Betania (bet-ani) adalah rumah miskin, atau kampung kumuh.[1]

Dengan demikian, siapakah Dia yang masuk dengan sebutan Raja dan Tuhan ke Yerusalem?
Dia adalah Yesus yang memilih untuk menginap di kampung miskin dan mengendarai
keledai (pinjaman), tetapi tidak minder. Yesus tidak pernah malu untuk mengidentifikasikan
diri dengan kelas ekonomi dan sosial golongan bawah. Mengapa? Karena harta yang
dianggap lebih penting oleh Yesus bukanlah rumah mewah dan kereta kuda kencana,
melainkan jiwa-jiwa yang ditemukan, seperti Maria, Marta, dan Lazarus. Jiwa-jiwa itulah
yang setelah dimenangkan membawa sorak-sorai di sorga, bukan kekayaan material (Luk.
15:7).

Sebagai pengikut Kristus, apakah yang membuat kita percaya diri? Apakah daerah tempat
tinggal kita, merek mobil kita, ataukah seperti Rasul Paulus, kita mengatakan saliblah
kekuatan kita (1Kor. 1:18)? Apakah sukacita terbesar kita? Apakah laba usaha yang besar
ataukah jiwa-jiwa yang dimenangkan dan mendapatkan berkat dari pelayanan kita?

Betania bukanlah ajakan orang Kristen untuk berpindah tempat tinggal ke kampung kumuh,
tetapi ajakan untuk menata kembali sistem nilai dan hasrat terbesar kita. “Barangsiapa yang
bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan” (1Kor. 1:13).

[1] Kanal Israel Institute of Biblical Studies menyediakan penjelasan yang sangat membantu
tentang kaitan antara nubuatan Zakaria dan Betania: https://www.youtube.com/watch?v=evtOaOl1XSo.