Bully

Bukalah media sosial Anda atau bacalah kolom komentar di halaman berita, sepertinya Anda
akan menemui banyak sekali komentar-komentar bully terhadap pihak lain. Bully
mempunyai suatu karakteristik dominasi dari seseorang atau sebuah kelompok yang merasa diri
superior terhadap orang lain atau kelompok lain. Karena itu ejekan, cemoohan, hinaan merupakan
bentuk dari bully secara lisan.

Kenapa kita kerap melakukan bully baik secara sadar maupun tidak? Karena itulah cara
kita mengangkat diri kita lebih dan superior dibandingkan orang lain yang bisa kita rendahkan.
Hal tersebut rupanya membawa kesenangan, karena siapakah yang suka direndahkan?
Mangsa paling empuk untuk sasaran bully bukanlah orang paling buruk, paling rendah,
paling di bawah, melainkan orang-orang yang munafik. Misalnya ketika dalam sebuah kampanye
anti korupsi, ada sekelompok yang menyerukan slogan “katakan tidak pada korupsi”, tetapi
setelah banyak yang tercekok pidana korupsi, ramai-ramai di medsos, netizen mengubahnya
menjadi “katakan tidak pada(hal) korupsi”. Kita mungkin akan otomatis menyindir,
menghina, dan mencemooh seorang pelacur yang berbicara tentang pentingnya kesetiaan dan
kesucian hidup; atau seorang preman berbicara tentang kelemahlembutan; atau seorang
dokter ahli jerawat tapi sendirinya wajahnya penuh jerawat.

Di dalam peristiwa penyaliban Kristus, kita juga mendapati banyak sekali bully
yang terjadi. Orang-orang Romawi memandang rendah mereka yang disalibkan, karena mereka tidak
boleh mengalami penyiksaan barbar seperti ini. Orang-orang Yahudi di bawah salib
menghujat dan menghina mereka yang disalib, karena mereka di bawah, bukan di atas salib.
Mereka yaitu para pemberontak yang disalibkan juga merasa diri lebih heroik dan lebih
berkorban dibanding mereka, para pengecut yang di bawah salib. Namun sasaran paling
empuk tentunya adalah Yesus yang disalibkan di tengah:
“Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri!”
“Bukankah engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!”
dan tulisan di atas salib Yesus “Raja Orang Yahudi” makin menegaskan ironi bahwa raja
orang yahudi ini bukan memakai jubah kebesaran kerajaan di atas singgasana, tetapi
telanjang penuh bilur dan darah terpaku di atas salib.

Biasanya bully direspons dengan serangan balik berupa bully yang lebih pedas.
Namun tujuh perkataan Yesus Kristus di atas salib tidak ada satu pun yang bernada merendahkan
tetapi justru tujuh perkataan paling agung yang terucap di atas kayu salib. Tujuh perkataan yang
menyatakan orang yang paling direndahkan ini mempunyai sikap dan hati yang paling agung
dan tinggi, bukan berasal dari dunia yang rendah ini. Apakah Anda terprovokasi untuk
membalas bully dengan bully? Itu hanya membuktikan kita tidak lebih baik, biarlah
racun-racun tersebut kita ubah dan ganti menjadi aliran air segar dengan kata-kata yang
menyejukkan dan memberkati.

Mari menyambut bulan sengsara Kristus, menyambut Jumat Agung dan Paskah, dengan
merenungkan kembali tujuh perkataan salib nan agung tersebut.