,

de·clut·ter

Belakangan ini ada beberapa kelompok masyarakat yang melakukan gerakan menyederhanakan hidup mereka. Kelompok-kelompok ini mulai menyadari bahwa memiliki banyak barang bukan saja tidak memberikan kebahagiaan, tetapi bahkan dapat meningkatkan kecemasan. Maka mereka yang menyebut diri kaum minimalis ini melakukan decluttering untuk memilah barang-barang yang “diperlukan” saja. Penyederhanaan ini tidak hanya berlaku untuk barang-barang yang dimiliki, tetapi juga termasuk pikiran. Paling tidak ada tiga keuntungan yang diklaim didapatkan dari gerakan ini, yaitu ramah dompet, ramah lingkungan, dan ramah jiwa. Konon gerakan ini didorong oleh inti filosofi seorang Marie Kondo mengenai decluttering, yaitu singkirkanlah hal-hal yang tidak memunculkan “percikan sukacita”. Urusan sukacita atau kebahagiaan ini memang tampaknya mendasari banyak hal yang manusia cari.

Secara umum kita bisa menyimpulkan usaha di atas adalah sebuah cara penyederhanaan hidup. Hidup manusia makin rumit karena arus konsumerisme yang begitu kuat dan menghanyutkan kehidupan keluar dari tujuan utamanya. Tetapi kita tidak akan membahas hal itu lebih lanjut. Mungkin yang lebih perlu adalah menggunakan hal itu sebagai sparring partner untuk merenungkan ulang pergumulan kita sebagai umat Allah.

Sebagai orang percaya, rasanya kita juga perlu melakukan decluttering terhadap kehidupan sebagai kaum beriman. Jangan-jangan secara sadar atau tidak, hidup kekristenan kita sudah dipenuhi oleh sampah, yaitu hal-hal yang seharusnya kita singkirkan agar kita lebih lincah melangkah dalam perjalanan musafir. Setelah merayakan hari Pentakosta, mungkin ini saat yang tepat untuk menerapkan decluttering ala umat pilihan. Penulis Surat Ibrani memerintahkan kita untuk menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita. Semua hal yang mempersulit kita agar kita bertekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita (Ibr. 12:1). Kita dapat memulainya dengan meminta Roh-Nya mengenyahkan kekhawatiran kita akan hidup, apa yang kita makan, minum, dan pakai, karena hidup itu lebih penting dibanding urusan pakaian dan penampilan. Mengurangi isi lemari pakaian dan membatasi belanja pakaian. Demikian juga urusan makan dan minum, mengutamakan nutrisi dan membuat kopi sendiri, dan seterusnya. Pembaca yang budiman dapat membuat daftar sendiri sesuai konteks hidup, hal-hal yang perlu disingkirkan. Lalu, fokus mencari apa yang penting yaitu Kerajaan Allah dan kebenarannya, bukan kekayaan, ketenaran, kesenangan, dan kuasa. Apakah salah mendapatkan kekayaan, ketenaran, kesenangan, dan kuasa? Ya, enggaklah! Yang salah adalah ketika itu menjadi tujuan, bukan akibat dari tujuan itu. Ada yang mendapatkan kekayaan ketika mengerjakan kehendak Tuhan, tetapi ada juga yang tidak. Namun seperti janji-Nya, Ia akan memelihara kita sehingga hidup berkecukupan bahkan berkelimpahan (Yoh. 10:10b). Jadi? Jadi, marilah mulai saat ini juga kita melakukan decluttering seperti perintah penulis Kitab Ibrani di atas! Blessings.

Vik. Maya Sianturi Huang

Wakil Koordinator Bidang Pendidikan Sekolah Kristen Calvin