Doa dan Hati yang Tenang

Nyanyian ziarah Daud. TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku
tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku
telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya,
seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari
sekarang sampai selama-lamanya! (Mzm. 131:1-3)

Di dalam konteks kehidupan perkotaan, kita tidak terlepas dari masalah perkotaan yang
menghadang kita, misalnya: kemacetan, polusi, dan kejahatan. Ini menyebabkan hidup kita
menjadi tidak menentu dan terburu-buru. Kewaspadaan sangatlah diperlukan di dalam kita
berjaga-jaga. Tetapi di sisi lain, kekhawatiran dan kegelisahan juga akhirnya mau tidak mau
mengganggu kita karena situasi di sekeliling kita ini. Bagaimana kita belajar di hadapan
Tuhan menyikapi kekhawatiran?

Paul Miller mengatakan dalam bukunya Kehidupan yang Berdoa bahwa kekhawatiran itu
ingin menjadi Allah tetapi tidak punya hikmat, kuasa, atau pengetahuan Allah. Kekhawatiran
berdiri sendiri dan mencoba mengambil kendali dan kekhawatiran tidak akan bisa tenang
menghadapi kekacauan. Di dalam kekhawatiran, roh kita terbang tak menentu seperti kabel
listrik yang putus dan menghancurkan segala yang mereka sentuh. Menghadapi situasi
kekacauan, Miller menasihati bahwa kita harus berpegang erat kepada Allah dengan berdoa
tak henti-hentinya. Roh kita yang berdoa bisa memberkati segala yang kita sentuh. Di dalam
Mazmur 131, kita belajar dari Daud bahwa kita akan menjadi waras setelah menjadi seperti
anak kecil yang bersandar kepada ibu kita. Paul Miller juga mengatakan, “Alih-alih mencari-
cari kondisi rohani yang sempurna agar bisa mengangkat kita keluar dari kekacauan,
berdoalah di dalam kekacauan” (hlm. 65). Kekacauan akan berkurang saat kita berdoa dan
kita akan mengalami damai sejahtera yang melampaui segala akal (Flp. 4:6-7). Ketika kita
berhenti mencoba mengendalikan hidup kita, dan mengizinkan kekhawatiran dan masalah
membawa kita kepada Allah dalam doa, kita berpindah dari rasa khawatir ke pengamatan.
Kita mengamati Allah yang menenun pola-Nya dalam kisah hidup kita. Saat kita menanti,
kita akan mulai melihat-Nya bekerja dan kita akan belajar percaya lagi kepada-Nya.

N.B. Artikel ini disarikan dari Paul Miller, A Praying Life: Connecting with God in a Distracting
World
(Colorado: NavPress, 2009)