,

Faith Statement

Pada masa kekaisaran Romawi, terutama sejak Kaisar Konstantin melegalkan agama Kristen
di wilayah kekaisaran, banyak orang berbondong-bondong menjadi Kristen. Menjadi Kristen
seperti fashion terkini yang sedang populer di kalangan warga Romawi. Alhasil meski
mengaku Kristen kebanyakan tidak mengerti apa artinya menjadi Kristen, akibatnya
kekristenan mereka hanya sebatas “KTP”.

Tidak banyak berbeda dengan zaman tersebut, hari ini juga banyak orang yang sekadar ikut-
ikutan menjadi bagian dari agama tertentu. Bahkan ada yang memakai aksesoris-aksesoris,
seperti kalung atau baju-baju tertentu, yang berkaitan dengan agama mereka sebagai faith
statement
. Mereka seakan-akan mau menunjukkan dirinya adalah “orang beragama” atau
“orang benar” atau bahkan “orang suci”. Namun, lagi-lagi pengertian akan iman mereka
mungkin hanya sebatas fashion statement.

Tidaklah mengherankan jika kemudian perilakunya tidak mencerminkan iman yang
dilakoninya. Tindakan sehari-hari justru tidak mencerminkan bahkan bertentangan dengan
kepercayaannya (atau mungkin memang itulah gambaran aslinya). Yang melihat pun
kemudian risih dan bertanya-tanya, “Inikah yang namanya orang beragama?” Di sisi lain kita
tentu saja tidak perlu bertanya-tanya karena agama selayaknya bukan sebatas permukaan
apalagi sekadar menjadi fashion.

Seperti kata Pengkhotbah memang tidak ada yang baru di bawah matahari. Dari umat Israel,
orang-orang Kristen zaman Romawi sampai orang Kristen hari ini, faith statement ujung-
ujungnya menjadi fashion statement. Mumpung masih awal tahun, mari kita menyelidiki
dengan serius pengakuan iman kita. Mari kita meminta Roh-Nya menelusuri sudut-sudut hati
kita yang terdalam, yang masih diliputi kegelapan, untuk dijangkau oleh terang-Nya. Lalu
bersama-sama dengan Daud kita memohonkan, “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah
hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan
tuntunlah aku di jalan yang kekal!” (Mzm. 139:23-24). Soli Deo Gloria.