Kita hidup di dalam dunia berdosa di mana seringkali situasi lingkungan kita tidak memberikan kepastian dan tidak membawa kenyamanan. Tuntutan pekerjaan yang banyak, tugas rumah tangga yang berderet, keluarga yang sakit, teman yang membutuhkan bantuan finansial, konflik dengan rekan kerja, dan segudang situasi hidup lainnya yang tidak menentu. Setiap hari kita sibuk dan tanpa sadar menjadi sibuk lagi dengan pencapaian idealisme hidup melalui harapan dan cita-cita kita. Kehidupan makin sulit karena realitas yang kita jalani seringkali bertabrakan dengan harapan kita dan kita merasakan sebuah kekecewaan dan penderitaan.
Setiap bangun tidur, kita juga tidak menyadari sibuknya hati kita. Hati kita tidak kalah sibuknya dengan jadwal rutinitas kita. Edward Welch menyatakan bahwa hati kita adalah pusat emosi kita dan setiap hari hati kita sibuk[i]. Seluruh emosi kita saling berjuang untuk dipuaskan dan ingin segera merasakan kenyamanan. Edward Welch juga menekankan bahwa ketika masalah/penderitaan bertemu dengan hati kita yang sibuk, maka timbullah sebuah percakapan.
Percakapan hati kita bisa positif atau negatif. Percakapan hati yang positif akan selalu mengarah pada pujian kepada Allah dengan perasaan bersyukur. Sebaliknya, jika kita tidak waspada, maka ketika ada masalah atau penderitaan, maka hati kita yang sibuk akan mendorong sebuah percakapan yang negatif dan berisikan keluhan-keluhan yang sama sekali tidak membangun kerohanian kita. Jadi, sangat penting untuk setiap orang Kristen meneliti hatinya dan menciptakan percakapan yang keluar dari emosi yang positif berisikan pujian kepada Allah, bahkan di tengah seluruh penderitaan dan kelelahan hidup.
Kita juga bersyukur bahwa Yeremia 17:9 menegaskan kepada kita bahwa hati kita licik, lebih licik daripada segala sesuatu. Kita harus waspada terhadap setiap kecenderungan emosi kita setiap hari. Emosi yang berpusat di hati kita yang berdosa akan memainkan peranan penting untuk mengontrol tindakan kita setiap hari. Jadi, waspadalah terhadap setiap percakapan dalam hatimu dan teliti setiap emosi di hatimu, karena dari situlah akan ditentukan tindakan kita setiap hari.
Sebagian besar orang Kristen seringkali tidak menyadari bagaimana emosi dan percakapan hatinya setiap hari. Kita mudah meluapkan emosi kita, bahkan kita gampang marah karena masalah yang sepele yang sebenarnya tidak memerlukan respons emosi yang berlebihan. Kita tidak mampu mengontrol emosi kita karena kita lupa meneliti hati kita pada saat terpenting, yaitu ketika bangun tidur. Kita terbiasa langsung sibuk melakukan rutinitas kita tanpa “menata dan meneliti” hati kita. Tidak heran, alhasil emosi kita kacau dan berantakan, sehingga kita mudah mengeluarkan perkataan yang tajam, marah, dan tanpa sadar itulah respons hati kita yang utama kepada Tuhan. Akhirnya, kita merasa menyesal, jahat, dan kurang sabar dalam berespons terhadap situasi dan orang lain di sekitar kita.
Respons salah dari hati kita seringkali kita turunkan derajat pengertiannya sebagai tanggung jawab kita hanya kepada orang lain. Sesungguhnya, kita yang bertumbuh rohani harus menyadari bahwa respons hati kita yang utama adalah kepada Allah kita yang telah mengampuni kita orang berdosa dengan penuh kasih, kesabaran, dan ketulusan-Nya untuk membuat kita merasa diampuni, diterima, dan dikasihi-Nya.
Melalui kedekatan relasi kita dengan Tuhan yang makin bertumbuh dalam kehidupan saat teduh setiap hari, maka kita umat pilihan Allah yang telah dibawa keluar dari perbudakan emosi hati kita seharusnya mampu mengontrol emosi setiap hari hanya dengan firman-Nya. Percakapan hati kita seharusnya lebih dikuasai oleh ucapan syukur kepada Allah daripada keluhan-keluhan yang mengalir dan ditujukan kepada-Nya. Firman yang kita renungkan dengan saksama di awal pagi hari kita akan menjadi sumber sukacita walaupun kita tetap menjalankan rutinitas yang tetap berpotensi bertemu dengan kebosanan, kelelahan, dan kekecewaan.
Walaupun kita melihat ketidaksempurnaan hidup, namun firman Tuhan telah menenangkan hati kita dengan memberikan banyak janji Tuhan yang indah. Firman yang kita renungkan juga akan menyatakan pengharapan kekal yang memberikan pengertian kepada kita untuk menjalankan setiap bagian yang Tuhan percayakan tanpa kecemasan karena merasa bersalah. Firman Tuhan menyatakan kesetiaan Allah yang tetap akan menambahkan kepercayaan diri kita bahwa Allah mendampingi kita dalam setiap kesulitan hidup.
Bagaimana perasaanmu hari ini? Apa saja percakapan yang terjadi di hatimu? Bagaimana emosimu hari ini? Jagalah hatimu dengan seluruh kewaspadaan karena dari sanalah terpancar kehidupan (Ams. 4:23).
Apakah Anda sudah bertemu dengan firman Tuhan hari ini? Apa yang dikatakan Tuhan kepadamu melalui firman-Nya pagi ini? Mari, kita segera berespons meneliti hati kita, mengontrol emosi kita dengan memeriksa percakapan yang sedang terjadi di hati kita melalui firman-Nya.
Meta Chandra
Jemaat GRII Karawaci
[i] Edward Welch, Saling Berdampingan: Berjalan Bersama Orang Lain dalam Hikmat dan Kasih, terj. Sung Siu Ling, Momentum, 2020. hlm. 21.