Apa yang spesial di bulan Februari? Xin Jia atau Tahun Baru Imlek bagi keturunan Tionghoa, dan Valentine’s Day atau Hari Kasih Sayang bagi orang pada umumnya. Hari Valentine dirayakan untuk menyatakan kasih sayang kepada orang lain, baik kekasih, anak, guru, dan sebagainya. Bentuk pernyataan dapat berupa kartu berbentuk hati, bunga, coklat, maupun hadiah-hadiah lainnya yang dikemas dengan warna merah muda, merah, dan sebagainya untuk melambangkan kasih. Hari yang sangat berdebar dan menyenangkan terutama bagi pasangan yang sedang berpacaran, karena masing-masing berlomba-lomba untuk menyatakan rasa kasihnya yang mendalam kepada yang lainnya. Suatu perayaan yang juga sangat disukai para pelaku usaha!
Yunus adalah nabi di Kerajaan Utara, Israel, yang diberi tugas untuk memperingatkan bangsa lain atas kejahatannya! Umumnya nabi dipanggil untuk mempertobatkan bangsanya sendiri, tetapi Nabi Yunus yang namanya berarti “dove” atau “merpati” dipanggil untuk mempertobatkan kota Niniwe, musuh bangsa Israel. Oh, betapa inginnya Yunus agar kota Niniwe, kota kebanggaan bangsa Asyur dihancurkan! Maka, Yunus sangat tidak rela menjadi perpanjangan lidah Tuhan bagi bangsa kafir ini. Ia lebih rela untuk tidak taat kepada Allah dengan menjauhi kota Niniwe. Ketika ombak badai datang dan hampir menghancurkan kapal yang ditumpanginya, semua orang ketakutan, tetapi Yunus tetap mengeraskan hatinya. Ia lebih rela mati, dibuang ke laut daripada meminta ampun kepada Tuhan dan pergi ke Niniwe. Semua orang kafir di kapal sangat takut kepada Tuhan (yang tidak mereka kenal) sampai mereka mempersembahkan korban serta bernazar kepada Tuhannya Yunus. Tetapi Yunus tetap tidak takut kepada Tuhan.
Yunus tahu bahwa Tuhan adalah Tuhan yang baik. Tuhan tidak rela Yunus mati tenggelam di laut, mati di dalam kemarahan, mati di dalam kekerasan hatinya. Oleh karena itu, Ia mengirim seekor ikan besar untuk menyelamatkan Yunus. Di dalam perut ikan, di tengah-tengah dunia orang mati, Yunus bertobat. Tuhan menyuruh ikan tersebut untuk memuntahkan Yunus ke darat (bukan ke laut). Oleh karena itu ketika firman Tuhan datang lagi, Yunus segera bersiap menuju Niniwe dan menyatakan, “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan.” Yunus tidak mau berpanjang lebar, ia tidak mau mengajak orang Niniwe untuk bertobat, karena dia tetap tidak mau orang Niniwe bertobat. Ia hanya mengatakan penghakiman Tuhan. Tetapi Allah bekerja dan mempertobatkan semua orang, dari yang paling besar, raja, sampai yang paling kecil, anak-anak. Bahkan raja memerintahkan agar ternak pun tidak boleh makan dan minum! Allah mengampuni orang Niniwe dan tidak jadi memusnahkan kota Niniwe.
Yunus marah melihat kota Niniwe tidak dimusnahkan. Yunus lebih rela kehilangan nyawanya daripada kota Niniwe diselamatkan Tuhan melalui dirinya. “Layakkah engkau marah?” tanya Tuhan. Tetapi Yunus tidak mau mendengar, ia masih marah. Ia marah karena Tuhan baik bahkan kepada orang kafir. Bagi Yunus, Tuhan hanya boleh baik kepada bangsa Israel dan harus memusnahkan semua musuh bangsa Israel. Yunus mendefinisikan Tuhan. Tetapi pemikiran Tuhan melampaui pemikiran manusia, kasih Tuhan melampaui kasih manusia.
Tuhan menumbuhkan sebatang pohon jarak untuk menaungi kepala Yunus dari terik matahari, untuk mendinginkan amarahnya. Tuhan peduli terhadap perasaan Yunus, Tuhan mau mengoreksi perasaan yang salah di matanya. Tuhan sengaja mendatangkan angin timur yang panas, Tuhan sengaja mendatangkan seekor ulat untuk menggerek pohon itu. Matilah pohon itu, dan Yunus kepanasan sekali sampai-sampai ia lebih mengingini kematian daripada hidup kepanasan. “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?” tanya Tuhan. Untuk kedua kalinya Tuhan bertanya kepada Yunus, tetapi Yunus sangat marah sehingga ia menjawab, “Selayaknyalah aku marah sampai mati.” There’s no turning back for the wrath of Jonah, menurut Yunus.
Kini Tuhan memberikan penjelasan kepada Yunus, bahwa Yunus melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya, apakah sesuatu itu berguna baginya, apakah sesuatu itu baik baginya. Yunus sayang pada pohon jarak karena pohon itu berguna baginya. Orang Niniwe tidak berguna bagi bangsa Israel, sebaliknya sangat mengancam bangsa Israel. Tuhan yang menciptakan bangsa Israel adalah juga Tuhan yang menciptakan orang-orang Niniwe. Sekiranya Tuhan tidak memilih bangsa Israel, maka bangsa Israel tidak ada bedanya dengan bangsa Niniwe di mata Tuhan. Malahan, Tuhan sendiri menyebut bangsa Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk, sejak keluar dari Mesir hatinya sudah condong untuk menyimpang dari Tuhan. Tuhan memberikan anugerah kepada bangsa Israel untuk mengenal-Nya, berulang-ulang memberikan kesempatan untuk bertobat dan menerima berkat-Nya. Tetapi bangsa Israel menjadi bangsa yang sangat egois dan membatasi Tuhan hanya sebagai miliknya semata. Tuhan hanya boleh mengasihinya dan tidak boleh mengasihi bangsa lain. Seperti seorang anak kecil yang marah jika guru sekolah minggunya ternyata selain mengasihinya juga mengasihi anak-anak yang lain. Tuhan menjelaskan kepada Yunus bahwa orang-orang Niniwe sangat ‘prematur’ yang diibaratkan ‘tidak dapat membedakan tangan kanan dari tangan kiri’, bahkan Tuhan memasukkan ternak orang-orang Niniwe sebagai sesuatu yang berharga.
Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita untuk mengasihi sesama bukan karena mereka berguna bagi kita. Ia mengajarkan kita untuk mengasihi siapapun, bahkan musuh. Ini jelas bukan ajaran dunia. Tuhan mengajar Yunus yang hatinya ‘lembut menurut ukuran dunia’ untuk menjadi ‘lembut menurut ukuran Tuhan’. Kelembutan hati Kristus dinyatakan dengan memberikan nyawa-Nya bagi musuh-musuh-Nya (orang-orang berdosa). Layakkah kita mengeraskan hati bak ‘no turning back’ seperti Jonah, setelah menyaksikan apa yang terjadi di kayu salib?
Bagaimanakah kasih kita kepada sesama? Apakah hati kita hanya ‘lembut menurut ukuran dunia’ dan belum ‘lembut menurut ukuran Tuhan’?
Yana Valentina
Redaksi Bahasa PILLAR