Persis satu bulan sebelum hari kemerdekaan Indonesia yang ke-64, bangsa Indonesia mendapat ‘kado’ bom dari teroris. Saya sebut ‘kado’ karena pelakunya adalah orang Indonesia sendiri. Dari yang selama ini saya ketahui, teroris pelaku pengeboman di luar negeri, mulai dari Peristiwa 911, Bom Madrid, dan Bom London bahkan pemboman kedutaan besar Amerika Serikat di Nairobi, rata-rata adalah oleh orang asing bukan warganegara setempat. Beda dengan Indonesia, semua dilakukan oleh warganya sendiri tetapi dalangnya adalah orang asing. Khas Indonesia, seringkali hanya mampu jadi pesuruh, tidak kompeten jadi dalang kecuali dalang di dunia pewayangan.
Kenapa orang Indonesia mengebom negerinya sendiri? Salah satu jawaban adalah pasti karena tidak mampu melakukan hal demikian di negeri orang. Tetapi mungkin jawaban yang paling meresahkan hati adalah karena tidak memiliki rasa nasionalisme yang cukup.
Rasa nasionalisme atau rasa kebangsaan menjadi salah satu hal yang sangat mendasar bagi keutuhan sebuah bangsa. Tidak heran jika proklamator sekaligus presiden pertama Indonesia, Soekarno, sangat concern tentang hal ini.
Pada peringatan lahirnya Pancasila tanggal 5 Juli 1958 di Istana Negara, Bung Karno berkata bahwa ada banyak suku, agama, golongan, dan aliran pemikiran di Indonesia. Lalu bagaimana mempersatukan semua elemen ini jika tidak diberi satu dasar bersama untuk berpijak di atasnya? Pijakan ini haruslah sesuatu yang lebih besar dari bangsa Indonesia sendiri dan itu adalah Pancasila. Pancasila menjadi die Weltanschauung atau falsafah dasar negara Indonesia yang mengikat dan mempersatukan seluruh bangsa. Karena itu pemboman oleh teroris sesungguhnya adalah ancaman terhadap falsafah negara, Pancasila.
Sebelum memikirkannya lebih lanjut, mari kita ingat apa yang dikatakan dalam Roma Pasal 13. Di sana disebut bahwa Allah yang menetapkan para pemerintah. Itu berarti bahwa Allah juga yang menetapkan terbentuknya suatu bangsa dan negara.
Dalam Perjanjian Lama dapat dilihat dengan jelas kaitan antara rencana Allah, umat Allah, dan kesadaran berbangsa. Meski hal ini paling jelas dalam kehidupan umat Israel, namun hal ini tidak hanya terdapat pada bangsa Israel tapi juga bahkan pada bangsa-bangsa kafir. Kesadaran berbangsa dan bernegara selalu dikaitkan dengan dewa-dewa yang mereka sembah. Hal ini kemudian membuat bangsa-bangsa tersebut berusaha menyatakan kedaulatan dewa-dewa mereka dengan memperluas wilayah mereka dan memajukan kesejahteraan bangsa mereka.
Pernyataan di atas harusnya dapat dipahami dengan gamblang karena tidak ada orang yang bisa memilih untuk dilahirkan sebagai bangsa apa dan di negara mana! Tuhan yang telah menentukan Anda dan saya bahkan para teroris lahir sebagai bangsa apa dan di negara mana. Realita ini harusnya memberi kesadaran akan adanya suatu tanggung jawab untuk meresponi kedaulatan Allah ini dengan berbakti pada nusa dan bangsa di mana kita telah dilahirkan. Mengakui ketetapan Allah dengan mengabdikan diri untuk kesejahteraan bangsa dan bukannya melakukan kerusakan dengan mengatasnamakan Tuhan. Lalu mengapa masih ada orang Indonesia yang mau melakukan tindakan terorisme yang kejam di negerinya sendiri? Siapa yang sesungguhnya sedang dilawan oleh para teroris saat melakukan manouver jahat mereka?
Menjelang hari kemerdekaan, saya mengajak Anda untuk memikirkan ulang kesadaran nasionalisme Anda terkait dengan Pancasila di hadapan Allah yang telah menetapkan Anda sebagai warga Indonesia.
Merdeka!
Maya Sianturi
Pembina Remaja GRII Pusat