Mengejar Hikmat

Budaya kita memberikan penekanan yang sangat besar pada kecerdasan. Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan anak-anak bangsa. Banyak sekolah menekankan pentingnya unggul secara akademik. Kata-kata pujian mengungkapkan itu, “Wow, pintar ya kamu, Nak!” Pintar adalah kata pujian yang mencakup hal-hal berbeda yang dilakukan oleh seorang anak, di antaranya jika anak tersebut bisa menyapa dengan sopan, jika dia mau berbagi, jika dia memutuskan sesuatu dengan bijak. Semuanya dipukul rata sebagai pintar.

Meskipun penting untuk dapat langgeng dalam hal-hal praktis, keunggulan intelektual ini tampaknya tidak mendapatkan posisi istimewa dalam pendidikan anak dalam Alkitab. Kitab Amsal menasihati pembaca dan pendengarnya untuk menjadi bijak, bukan pintar. Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan” (Ams. 1:7). Kata pengetahuan di bagian pertama dalam kalimat tersebut tidak mengacu kepada kecerdasan intelektual karena disejajarkan dengan hikmat. Dengan demikian, kita dapat juga mengatakan bahwa takut akan TUHAN adalah awal dari hikmat. Orang yang berhikmat sudah pasti takut akan TUHAN, tetapi orang yang cerdas belum tentu takut akan TUHAN.

Bijaksana adalah sifat yang mencerminkan citra Allah, karena Kristus adalah Sang Hikmat itu sendiri. Jika seseorang ingin menjadi mirip dengan Kristus, haruslah orang tersebut mengejar hikmat. Jika dalam mencari barang bagus, kita berpegang pada pedoman harga tidak bohong, dalam mencari manusia saleh, kita dapat berpegang pada hikmat tidak bohong. Kecerdasan mungkin bisa didapatkan dari nutrisi. Ngomong-ngomong, ada susu formula yang diklaim dapat memaksimalkan pertumbuhan kecerdasan anak. Manusia kini juga semakin canggih dalam merancang kecerdasan buatan. Namun, bijaksana mustahil didapatkan dari susu formula dan manusia tidak akan bisa membuat hikmat buatan.

Dari manakah kita mendapatkan hikmat? Hikmat sejati hanya didapatkan dari sumber sesungguhnya dari hikmat itu sendiri. Hikmat sejati tidak mungkin terpisah dari perasaan takut akan ALLAH, menerima penebusan dari Kristus, dan mengikuti tuntunan dari Roh Kudus melalui firman yang diwahyukan-Nya.

Mari kita kembali kepada sumber hikmat itu untuk mendapatkan hikmat sejati. Amsal berkata, “Jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah” (Ams. 2:4-5)