Sesudah berbulan-bulan melewati pandemi dan merenung di tempat kita masing-masing,
mari kita melihat apa saja yang sudah kita renungkan seputar virus corona:
1. Melihat Tuhan (dan rencana-Nya) di balik semua yang kelihatan. [1]
2. Menghadapi ketakutan dengan mengasihi dan mengucap syukur. [2]
3. Melihat Tuhan (dalam kemurahan-keagungan-Nya) di dalam kerapuhan manusia pada
masa karantina. [3]
4. Mengabarkan Injil sambil menantikan kedatangan Tuhan Yesus. [4]
5. Mengenal kedaulatan Allah: hati penuh kasih sayang di balik murka yang menyala. [5]
6. Memiliki ketakjuban: menyembah Allah dan mengucap syukur. [6]
7. Mengenal Tuhan: Jantung Hati-Nya menjadi Manusia. [7]
8. Berjalan Bersama Tuhan: Berbuah sambil Merindukan kedatangan Tuhan. [8]
Pada seri yang kesembilan ini, kita akan belajar dari sejarah dan para pemikir, bagaimana
mereka berefleksi terhadap Black Death. Sesudah membahas mengenai pilihan antara hidup
atau mati, apabila mati berarti keuntungan bersama Kristus, sedangkan hidup berarti hidup
berbuah bagi Kristus–hidup yang baik, maka sekarang kita akan belajar mengenai “mati yang
baik”.
Ars Moriendi: Respons Theolog Pada Waktu itu
Sesudah peristiwa Black Death, tidak mungkin masyarakat tinggal diam dan pasti
ada perubahan yang signifikan di dalam kebudayaan. Kurang lebih 60 tahun sesudah puncak
Black Death, yang meskipun Black Death itu masih terus mewabah, muncullah
karya literatur yang bernama “Ars Moriendi” (
https://www.buletinpillar.org/artikel/yang-telah-mati-dan-hidup-kembali-bagian-2 ).
Ars Moriendi (Seni untuk Mati) adalah dua teks Latin sekitar tahun 1415 dan 1450 yang
memberikan nasihat mengenai protokol dan prosedur untuk suatu kematian yang baik,
menjelaskan bagaimana untuk “meninggal secara baik” sesuai dengan firman Allah dari akhir
Zaman Abad Pertengahan. Karya seni ini ditulis di dalam konteks sejarah yang mengalami horor
kematian dari Black Death dan konsekuensi gejolak-gejolak sosial yang menyertainya.
Penulisnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan merupakan seorang biarawan dari Ordo
Dominikan. Ars Moriendi terdiri dari 6 bagian. :
1. Kematian memiliki sisi yang baik dan bermanfaat untuk menghibur orang yang
menghadapi kematian, bahwa kematian itu bukanlah sesuatu untuk ditakuti.
2. Lima pencobaan yang menimpa orang menjelang kematiannya, dan bagaimana
menghindarinya (kurang iman, putus asa, tidak sabar, angkuh, dan tamak).
3. Tujuh pertanyaan untuk ditanyakan kepada orang menjelang kematiannya, juga
penghiburan yang ada baginya melalui kuasa penebusan dari kasih Kristus.
4. Perlunya untuk mencontoh kehidupan Kristus.
5. Para sahabat dan keluarga di dalam menghadapi hal ini dan bagaimana seharusnya
bersikap. Diberikan aturan-aturan umum.
6. Doa-doa yang sepantasnya untuk dikatakan bagi orang menjelang kematiannya.
Jadi, Ars Moriendi ini merupakan seni untuk mati secara baik. Apabila ada yang menyebut
theologi sebagai art of living well (ilmu kemanusiaan, seni untuk hidup secara baik),
maka Ars Moriendi merupakan art of dying well (seni untuk mati secara baik).
Di dalam bagian yang pertama, ada beberapa
bagian yang menarik:
Agustinus mengatakan bahwa kehilangan satu jiwa itu lebih berbahaya daripada kehilangan
1.000 tubuh. Karena itu, kematian jiwa itu lebih menakutkan. Maka dari itu, untuk memastikan
kematian jiwa yang kekal, setan akan menyerang manusia di dalam kesakitan akhirnya dengan
pencobaan yang paling besar. Dan inilah yang menjadi alasan pentingnya seni untuk
menghadapi kematian. Dan Gregory mengatakan, “Dia yang selalu berpikir mengenai
kematian itu sangatlah peduli dengan suatu pekerjaan baik.” Dan apabila peristiwa-peristiwa
masa depan dipikirkan sekarang, maka itu akan dilewati dengan lebih ringan kelak. Tetapi
sering kali orang tidak mempersiapkan kematiannya pada waktu yang tepat, karena
kebanyakan orang berpikir bahwa mereka akan hidup untuk waktu yang lama dan jauh dari
kematian. Tentu saja ini juga terjadi atas tipu daya setan. Karena itu, banyak yang melalaikan
diri mereka sendiri dan mati tanpa persiapan. Maka dari itu, seseorang yang menuju kematian
itu harus diberi pengertian mengenai hal-hal yang perlu untuk keselamatan.
1. Dia harus percaya dan mengimani bahwa yang mati di dalam Kristus dan di dalam
harmoni dan ketaatan kepada firman itu bahagia.
2. Dia harus menyadari bahwa dia telah melanggar Tuhan secara berat, dan sebagai akibatnya
dia haruslah berduka.
3. Dia haruslah mengajukan diri kepada Tuhan untuk memperbaiki diri di dalam kebenaran
dan untuk tidak berdosa lagi apabila dia sembuh.
4. Di hadapan Tuhan, dia haruslah menunjukkan pengampunan kepada mereka yang telah
melukai dia dan dia haruslah mencari pengampunan dari mereka yang dia lukai.
5. Dia haruslah mengembalikan hal-hal yang dia telah curi.
6. Dia haruslah menginsafi bahwa Kristus mati baginya dan bahwa dia tidak dapat
diselamatkan di dalam jalan lain kecuali melalui jasa-jasa dari penderitaan Kristus, yang
mana dia harus mengucap syukur kepada Allah sebanyak yang dia mampu.
Apabila dia berespons dengan hati yang baik terhadap ini semua, itu merupakan tanda bahwa
dia itu diselamatkan (diubah dan disesuaikan dari Ars Moriendi, terjemahan oleh Jeffrey
Campbell, School of Graduate Studies, University of Ottawa).
Bagaimana dengan zaman sekarang dan apa yang menjadi respons kita?
1. Takut dan gentar mengingat Injil Tuhan.
2. Berjanji memperbaiki diri apabila diberi kesempatan hidup lebih panjang.
3. Mengampuni dan meminta pengampunan.
4. Menyadari bahwa keselamatan hanya melalui Kristus bukan perbuatan baik.
5. Senantiasa mengucap syukur sebanyak mungkin.
Apabila kita masih mendapatkan kesempatan bernapas di tengah banyak orang menderita
yang kesulitan napas dan bahkan kehilangan keluarga dan sahabat, apakah kita senantiasa
mengingat Injil Tuhan sebagai fokus, mau hidup lebih baik lagi, hidup berdamai dengan
sesama, dan selalu mengucap syukur?
Endnotes:
[1] http://buletinpillar.org/renungan/wabah-virus-corona (Feb 2020)
[2] http://buletinpillar.org/renungan/ketakutan-kasih-dan-mengucap-syukur (Mar 2020)
[3] http://buletinpillar.org/renungan/melihat-allah (Apr 2020)
[4] http://buletinpillar.org/renungan/pandemi-dan-kedatangan-tuhan-yesus (Awal Mei 2020)
[5] http://buletinpillar.org/renungan/kedaulatan-allah (Akhir Mei 2020)
[6] http://buletinpillar.org/renungan/ketakjuban-menyembah-dan-mengucap-syukur (Awal Juni 2020)
[7] http://buletinpillar.org/renungan/mengenal-hati-tuhan (Akhir Juni 2020)
[8] http://buletinpillar.org/renungan/berbuah-merindukan-kedatangan-tuhan (Akhir Juli 2020)