Peace of God (II)

Ada seorang kawan saya dalam situasi galau, menceritakan bahwa dia sedang berantem
dengan istrinya. Ketika ditanya lebih lanjut tentang alasannya, sang istri merasa dikacangin
setelah kawan saya ini membeli gadget tablet baru dan “lupa” sama istrinya. Kemudian dia
meminta nasihat bagaimana bisa menenangkan hati istrinya dan memulihkan relasi. Selama
dia belum berdamai dengan istrinya itu, hatinya terus tidak tenang dan tidak damai, makan
jadi kurang nikmat, tidur kurang lelap, bikin tugas jadi tidak bisa konsentrasi, nyetir mobil hampir
menabrak tebing, dan sebagainya.

Rupanya relasi yang rusak itu membuat damai sejahtera sang suami hilang. Dari peristiwa
kecil ini kita bisa menarik ke skala yang lebih besar: hubungan manusia dengan Allah yang
terputus dan rusak membuat manusia tidak lagi mempunyai damai sejahtera yang sejati. Di
tengah kegalauan tersebut, kita mencoba mencari damai sejahtera pengganti: pencapaian
prestasi, harta berlimpah, gadget-gadget, kenikmatan duniawi, dan lain-lain.

Bukan sekadar rusaknya relasi, Alkitab mencatat kita menjadi seteru Allah, melawan dan
memberontak terhadap-Nya. Namun di tengah-tengah ketegangan relasi tersebut, Rasul
Paulus di Roma 5:1-11 mengatakan bahwa ketika kita masih lemah, masih berdosa, dan
masih seteru Allah, Tuhan Yesus Kristus telah mati untuk kita. Sebab oleh Dia kita telah
menerima pendamaian itu (ay. 11). Tidak ada damai sejati di luar Kristus, karena hanya
melalui Kristus, satu-satunya Pengantara yang mendamaikan kita dengan Allah, sumber
damai sejahtera (God of peace).

Seperti yang Agustinus tulis di bukunya Confession: “You have made us for yourself, O Lord,
and our heart is restless until it rests in you.
” Jadi, selama relasi kita belum dinormalisasi
dengan sang pemilik hidup kita, hati kita akan terus restless. Damai sejahtera dari sumber
lain tidak memadai. Filipi 4:7 – Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan
memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. Hanya damai sejahtera Allah yang akan
memelihara hati dan pikiran kita dalam Kristus Yesus.

Jadi kalau kita mau simpulkan, jalan untuk mendapatkan damai yang sejati dalam Tuhan
(peace of God), kita harus berdamai dengan Tuhan (peace with God) namun tujuan akhirnya
adalah bukan sekadar kita mempunyai damai sejahtera, namun Allah sumber damai
sejahtera akan menyertai kita (God of peace will be with us). Persekutuan dengan Tuhanlah
yang menjadi tujuan akhir kita, ‘to glorify and to enjoy Him forever’ seperti jawaban dari
Katekismus Singkat Westminster. Maukah Anda berdamai dengan Allah sumber damai
sejahtera dalam Kristus?