Setelah kesepuluh pengintai menyebabkan orang Israel bersungut-sungut dan memberontak
melawan Allah, para pengintai dihukum mati oleh Allah dan semua orang Israel yang berumur
dua puluh tahun ke atas, tanpa kecuali, tidak boleh memasuki tanah perjanjian. Setelah mereka
mendengarkan apa yang disampaikan oleh Musa, mereka berkabung, menyesali kekurangan iman
mereka.
Karena itu, keesokan harinya mereka memutuskan untuk tidak takut lagi dan angkat senjata
menyerang tanah yang dijanjikan oleh Tuhan itu. Sekarang, iman mereka tidak akan digoyahkan lagi
oleh kesaksian kesepuluh pengintai. Mereka tidak takut lagi kepada kekuatan bangsa-bangsa yang
akan mereka hadapi. Iman mereka sudah sampai kepada tingkat yang paling penuh. Dengan iman
sebesar ini, kita berpikir bahwa Musa akan senang dan orang Israel akan memenangkan peperangan
ini. Kenyataan ternyata tidak demikian. Musa berteriak kepada mereka, “Mengapakah kamu hendak
melanggar titah TUHAN? Hal itu tidak akan berhasil. Janganlah maju, sebab TUHAN tidak ada di
tengah-tengahmu, supaya jangan kamu dikalahkan oleh musuhmu, sebab orang Amalek dan orang
Kanaan ada di sana di depanmu dan kamu akan tewas oleh pedang; dari sebab kamu berbalik
membelakangi TUHAN, maka TUHAN tidak akan menyertai kamu” (Bil. 14:41-43).
Orang Israel sekali lagi tidak mendengarkan Musa dan maju dengan iman mereka. Akhirnya, mereka
kalah melawan orang Amalek itu dan tercerai-berai sampai ke Horma.
Ada pelajaran yang harus kita perhatikan dalam cerita ini. Di banyak kalangan orang Kristen zaman
sekarang, iman sangat ditekankan. “Tidak sembuh dari sakit? Kamu kurang beriman. Tidak kaya?
Kamu agak ragu dalam doamu. Dengan iman kamu harus tegaskan di hadapan Tuhan semua
permintaanmu.” Namun, kegagalan Israel di atas tidak dikarenakan mereka kurang beriman, tetapi
mereka telah beriman kepada kekosongan. Iman mereka tidak didasari oleh janji Tuhan, tetapi
keinginan mereka sendiri yang ilusif karena mereka ingin mendapatkan tanah Kanaan yang tidak lagi
diberikan kepada mereka.
Jikalau minggu lalu kita merenungkan bahwa kekurangan iman dapat menyebabkan perlawanan
terhadap Tuhan, kini kita belajar bahwa beriman untuk hal yang tidak dijanjikan oleh Tuhan juga
dapat menyebabkan perlawanan.
Apa yang kita imani dalam hidup ini? Kita harus mempelajari firman Tuhan dengan sungguh-sungguh
supaya kita mengetahui apakah iman kita berlandaskan kehendak Tuhan atau kehendak diri kita
sendiri yang berdosa. Jikalau dasar iman kita adalah diri kita, bukankah kita sedang hidup dalam ilusi
iman kita, seperti halnya orang Israel yang dihukum?