“Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang?” Tidak perlu Tuhan
atau orang lain untuk memberitahukan itu kepada Adam, ia mengetahuinya sendiri. Dulu
telanjang, sekarang telanjang, apa masalahnya? Dulu telanjang tidak malu, sekarang telanjang
malu, itu masalahnya. Setelah kejatuhan, manusia memberikan definisi atas statusnya.
Melalui pertanyaan kedua, Tuhan menyadarkan Adam bahwa definisi seharusnya berasal dari
Tuhan, bukan dari manusia. Siapa yang memberikan definisi dalam hidup kita, dialah yang
memiliki otoritas atas hidup kita dan kita tahu hal itu adalah hak Tuhan.
Sejak lahir, kita mendengar berbagai macam suara, yaitu suara orang tua, guru termasuk guru
sekolah minggu, pendeta, teman, atasan/bos, pasangan, anak, pemerintah, bahkan suara kita
sendiri yang berkata-kata kepada diri kita. Apa yang kita dengar, kita percayai, dan menjadi
kebenaran bagi kita, karena iman datang dari pendengaran. Tetapi suara-suara di atas adalah
suara-suara dari pribadi yang rusak, bagaimana mungkin menjadi standar kebenaran?
Gembala yang seharusnya menjaga domba-dombanya justru memanipulasi domba-
dombanya. Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya (Homo Homini Lupus). Bahkan
musuh terbesar justru berasal dari dalam diri kita sendiri. Yesus mengatakan bahwa Dia
adalah Gembala yang baik dan domba-domba-Nya mendengar suara-Nya. Gembala yang
baik tidak meninggalkan domba-domba-Nya dari serangan serigala, melainkan memberikan
nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya. (Yoh. 10:11-15)
Perkataan pertama yang harus Musa katakan kepada orang Israel yang masih diperbudak oleh
Mesir adalah “Akulah TUHAN… Aku akan mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan Aku
akan menjadi Allahmu… Akulah TUHAN” (Kel. 6:6-7). Perkataan ini terus-menerus diulang
selama perjalanan mereka menuju Kanaan dan selama mereka berada di Kanaan. Akulah
TUHAN, Akulah Tuhanmu, kamu adalah umat-Ku, ini berarti bangsa Israel harus terus
mendengarkan apa yang dikatakan oleh Tuhannya, yang adalah TUHAN semesta alam.
Bukan suara kita yang kita dengar, bukan suara orang lain yang kita dengar, tetapi suara
Tuhan yang kita dengar, suara Gembala yang baik yang kita dengar. Apakah Tuhan yang
mendefinisikan hidupmu atau lebih sering dirimu sendiri atau orang lain yang mendefinisikan
hidupmu? Marilah mengubah pendengaran kita dari “si A yang memberitahukan kepada
saya” menjadi “Tuhanlah yang memberitahukan kepada saya.”