Judul di atas adalah judul sebuah buku karya Akio Fujiwara, jurnalis dan penulis kebangsaan Jepang. Dalam buku tersebut, ia menceritakan suatu cerita yang diperolehnya dari jurnalis Afrika Selatan, Joao Silva, yang menemani rekannya sesama jurnalis, Kevin Carter, ke Sudan.
Menurut Silva, pada tanggal 11 Maret 1993 mereka (dirinya dan Carter) pergi ke Sudan dengan penerbangan PBB yang sedang melakukan Operation Lifeline Sudan. Pihak PBB mengatakan kepada mereka bahwa pesawat akan terbang kembali dalam waktu 30 menit, waktu yang diperlukan untuk mendistribusikan makanan. Maka, keduanya segera berlari ke sana kemari untuk mendapatkan foto-foto terbaik mereka.
Carter sangat terkejut dengan situasi kelaparan yang dilihatnya. Karena itu, ia mengambil sebanyak mungkin gambar mengenai anak-anak yang menderita kelaparan. Anak-anak itu ditinggalkan oleh orang tua mereka yang mengantri makanan yang dibawa oleh pesawat PBB. Dalam situasi inilah Carter mengambil gambarnya yang terkenal. Ia memotret seorang anak kecil penderita busung lapar yang setengah merangkak di tanah. Saat itulah datang seekor burung pemakan bangkai dan mendarat tepat di belakang anak kecil tersebut. Ia kemudian menangkap momen itu dengan kameranya. Silva juga mengambil foto yang sama tetapi tidak mempublikasikannya. Setahun kemudian, foto yang diambil Carter mendapatkan penghargaan Pulitzer, penghargaan jurnalis yang paling bergengsi. Setelah itu, karier Kevin Carter melesat bak bintang, seperti yang diceritakan dalam www.time.com.
Gambar yang diambil oleh Carter menggemparkan dunia dan menimbulkan kontroversi. Banyak pertanyaan dan kritikan dilontarkan dan banyak orang mengakses foto tersebut. Hampir semua masukan yang ada, baik positif ataupun negatif, hanya mempertanyakan anak kecil di foto tersebut, tidak ada yang mempertanyakan kegelisahan hati sang fotografer. Dua bulan setelah menerima penghargaan Pulitzer, Carter bunuh diri.
Di usia 33 tahun, Carter mengakhiri hidupnya dengan cara menghirup gas beracun dalam sebuah truk merah yang berada di halaman rumah, tempatnya bermain semasa kecil. Seperti kebanyakan orang yang melakukan bunuh diri, ia meninggalkan catatan yang menunjukkan bagaimana ia dihantui oleh ingatan tentang pembunuhan, kemarahan, kesakitan, ketidakadilan, dan kelaparan yang pernah ia liput lewat kameranya.
Alkitab juga menulis tentang pergulatan para nabi yang tidak hanya bergulat dalam kesakitan dan ketidakadilan, tetapi juga mengalaminya. Bukan hanya itu, di antara para nabi bahkan ada yang mati dengan cara disiksa namun tidak pernah mendapat penghargaan dunia bergengsi seperti Carter. Bahkan ada nabi seperti Elia yang mirip Carter, juga tidak tahan akan gema kemenangan setelah mengalahkan 400 nabi Baal. Namun bedanya, hidup Elia tidak berakhir dengan tragis. Anda semestinya tahu mengapa demikian.
Kembali ke cerita tentang Carter. Pertanyaan yang banyak diajukan orang ketika melihat fotonya yang terkenal itu adalah “Mengapa Carter tidak menolong anak tersebut?” Tetapi setelah Carter melakukan bunuh diri, pertanyaan orang mungkin akan berubah menjadi: “Siapa yang sebenarnya perlu ditolong? Anak kecil yang menjadi sebuah postcard atau Kevin Carter yang telah memenangkan Pulitzer?”
Ev. Maya Sianturi
Pembina Remaja GRII Pusat