Perumpamaan tentang domba yang hilang umumnya ditafsirkan sebagai ajaran untuk
menginjili orang-orang berdosa yang belum mengenal Tuhan (Mat. 18:12-14). Mereka adalah
“domba-domba yang tersesat”, yang tidak berjalan di jalan yang benar. Karena itu, kepada
mereka harus diberitakan jalan yang benar supaya dapat kembali kepada Tuhan. Meskipun
sangatlah tepat, tafsiran ini dapat diperkaya lagi dengan mengaitkannya dengan perikop-
perikop sebelumnya (mulai dari Mat. 18:1).
Janganlah kita melupakan bahwa pusat perhatian perikop-perikop tersebut adalah anak-anak
kecil, yang diangkat oleh Tuhan Yesus ketika murid-murid-Nya bertanya tentang siapa yang
terbesar di Kerajaan Allah, sangat mungkin setelah berdebat di antara mereka sendiri. Anak-
anak bersama dengan perempuan adalah orang-orang yang tidak diperhitungkan pada masa
itu. Namun, justru jika murid-murid-Nya tidak bertobat dan menjadi seperti anak-anak kecil
itu, mereka tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga (4). Artinya, jika mereka mempunyai
mentalitas mau menjadi yang paling diperhitungkan, justru tidak ada tempat bagi mereka
dalam Kerajaan-Nya, karena Kerajaan-Nya adalah bagi orang-orang yang miskin di hadapan
Allah, bagi mereka yang merasa tidak diperhitungkan. Lalu, bagaimana mungkin kita
mengatakan sudah menerima Tuhan Yesus tetapi menolak anak kecil, jika “barangsiapa
menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku” (5)?
Perikop setelahnya masih tentang anak-anak. Yesus dengan keras memperingatkan
pendengar-Nya agar jangan sampai mereka menyesatkan anak-anak itu sehingga mereka jauh
dari-Nya. Demi menjaga anak-anak, bahkan pengorbanan yang lebih besar harus dilakukan
jika perlu. Ajaran untuk memenggal tangan dan mencungkil mata yang menyesatkan memang
bukan untuk ditafsirkan secara harfiah. Konteksnya adalah kalimat sebelumnya yang
menyebut tentang para “penyesat”. Kita harus memutuskan pengaruh para penyesat dari
anak-anak yang Allah kasihi. Anak-anak itu jangan dianggap rendah, (“hilang tak apa-apa”),
karena mereka sangat berharga di hadapan Allah (10).
Namun, karena kita hidup di dunia berdosa, penyesatan tidak terhindarkan. Sayangnya,
pandangan kita sering kali dikelabui dan disenangkan oleh sembilan puluh sembilan domba
yang tidak hilang. Dengan cara pandang duniawi, kita tentunya akan mementingkan rombongan
yang besar. Merekalah yang terbesar dan harus lebih diperhitungkan. Tidak, kata Tuhan Yesus,
kita harus pergi mencari satu yang hilang itu, yang kini diperluas-Nya, tidak lagi sebatas
anak kecil (paidion), tetapi juga orang kecil (mikros) (14).
Merekalah golongan orang yang tidak diperhitungkan. Jika kita menemukan mereka bagi Kristus,
sukacita kita akan lebih besar daripada atas sembilan puluh sembilan domba yang tidak hilang.
Tidak heran, karena jika menyambut anak kecil sama dengan menyambut Yesus, menemukan anak
yang hilang berarti menemukan Yesus itu sendiri, dan tidak ada yang lebih mendatangkan
sukacita daripada menemukan-Nya.
Apakah setelah sekian tahun menjadi pengikut Yesus, kita tidak merasa bertambah dekat
dengan-Nya? Mungkin itu karena sudah terlalu lama kita tidak pergi mencari yang terhilang,
di mana pun mereka berada.