Wahyu dan Pengalaman Rohani

Di dunia ini, ada banyak sekali pilihan agama kepercayaan. Jika kekristenan adalah satu-satunya agama di dunia ini, mungkin kita akan lebih mudah menemukan yang benar. Namun, di dalam kekristenan sendiri, gereja memecah-mecahkan dirinya dari hanya satu menjadi begitu banyak aliran. Masing-masing juga mengeklaim alirannya sebagai kebenaran Kristen yang paling murni. Di luar itu, agama-agama lain makin berkembang dan menyebar ke seluruh dunia. Mereka hidup taat kepada ajaran mereka, mengejar kesalehan, dan menyangkal diri. Masing-masing agama yakin dan mengeklaim ajaran agamanyalah yang benar dan berasal dari wahyu Sang Ilahi. Mereka juga mengalami berbagai pengalaman rohani yang makin menguatkan kepercayaan mereka pada agama mereka. Bagaimana kita bisa yakin bahwa apa yang kita imani hari ini adalah yang benar?

Di zaman sekarang, orang-orang begitu mudah percaya pengalaman rohani, apalagi yang unik. Makin unik, orang makin tertarik dengannya. Kesaksian pengalaman rohani ini tentunya tidak mereka jadikan buku doktrin pengajaran yang formal. Kesaksian ini muncul dari dalam diri manusia, seperti ketika hati disentuh saat merasakan adanya persekutuan pribadi dengan yang “Ilahi”. Memang kita itu makhluk religius dan mampu mengalami hal-hal rohani. 

Agama adalah urusan di dalam hati setiap manusia, tetapi agama tidak bisa dipisahkan dari pengetahuan secara objektif dari alam dan konteks sejarah yang sudah Allah wahyukan, termasuk wahyu Allah di dalam Alkitab dan hati nurani manusia. Sama seperti halnya potensi untuk bisa berbicara ada pada anak, tetapi anak masih harus diajari berbahasa oleh ibunya barulah anak bisa berbahasa. Demikian juga pengalaman religius baru bisa muncul hanya oleh adanya wahyu. Setiap anak tumbuh mempelajari agama orang tuanya, dan dengan demikian mengembangkan kehidupan keagamaannya sendiri. Ajaran untuk hidup saleh dan keteladanan ibu membangkitkan ketundukan terhadap agama dalam hati anak. Sama halnya dengan ilmu pengetahuan, seni, dan lainnya, agama juga perlu dipelajari. Manusia tidak pernah bisa hidup independen dan terlepas dari luar dirinya. Kita membutuhkan bumi untuk memberikan kita bahan untuk makanan dan pakaian, cahaya untuk melihat, suara untuk mendengar, fenomena alam atau fakta sejarah untuk diamati dan diketahui, dan dengan cara yang sama wahyu untuk membangunkan dan memperkuat kehidupan keagamaan. Hati kita adalah satu tubuh dengan isi kepala kita, demikian juga iman dengan pengetahuan. Ketika kita berbicara mengenai pengalaman rohani, apakah kita mendasarkannya di atas kebenaran? Kitab Suci apa yang kita pakai untuk menjadikan dasar objektif atas kebenaran? Atau kita ingin membuat Kitab Suci versi kita sendiri? Pengalaman bukanlah utama, melainkan yang utama adalah dasar apa yang kita pakai untuk menilai pengalaman kita. Dasar yang harusnya kita pakai adalah wahyu Allah. Alkitab orang Kristen merupakan satu-satunya wahyu Allah yang sejati.

Ketika kita menyelidiki kekristenan, kita menyadari bahwa kekristenan adalah satu agama yang pada prinsipnya mengutuk dan melarang semua bentuk penyembahan berhala, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yaitu di dalam pikiran. Perjanjian Lama sudah memuat wahyu bahwa hanya Tuhan sajalah Allah Israel, dan karena itu hanya Dia yang harus disembah dan dilayani. Kita tidak mungkin menggabungkan pengajaran lain berupa penyembahan kepada roh dan setan karena hal ini dilarang, meskipun orang yang mengajak kita sudah mengalami dan begitu yakin dengan kepercayaannya.

Kekristenan adalah satu-satunya agama yang ingin berelasi dan melayani Allah saja. Hanya di dalam kekristenan manusia dan Allah saling bersekutu. Manusia yang ingin menjadi anak-anak Allah, tidak perlu terlebih dahulu bergelar tinggi, bergelar banyak dalam berbagai bidang. Semua hal itu bagus, tetapi bukanlah jalan yang disyaratkan untuk memperoleh persekutuan dengan Allah. Seseorang hanya perlu bertobat dan percaya kepada Kristus untuk menjadi Kristen dan mendapat kepastian dalam keselamatan, dalam artian bersekutu kembali dengan Allah.

Kekristenan adalah satu-satunya agama yang menjelaskan bahwa pengikutnya harus menyadari keberdosaannya. Manusia diciptakan oleh Allah dan manusia sudah jatuh di dalam dosa. Di dalam hal ini saja sudah membedakan agama Kristen dari agama lain. Penjelasan mengenai asal dosa adalah suatu perkembangan yang menakjubkan di dalam kehidupan manusia. Sebelum manusia disadarkan oleh kekristenan, manusia menganggap bahwa manusia adalah perkembangan dari binatang. Kepercayaan lain berpendapat bahwa manusia tadinya adalah seperti binatang yang begitu polos dan sederhana, tetapi manusia kemudian berkembang dan memperoleh kesadaran, dan kemudian manusia bertindak semaunya. Namun, di dalam kekristenan, manusia diceritakan sebagai ciptaan Allah menurut gambar dan rupa Allah. Alkitab jelas memisahkan penciptaan dan kejatuhan, sekaligus menawarkan kemungkinan untuk ditebus. Jika keberdosaan adalah hasil evolusi manusia dari binatang, sehingga manusia tercipta berdosa, tidak mungkin manusia bisa ditebus, kecuali dibinasakan. Ketiadaan konsep penebusan di dalam kepercayaan lain juga tidak memungkinkan adanya keselamatan. Manusia hanya akan binasa dengan segala kejahatannya ke dalam kematian kekal. Di sisi lain, jika keberdosaanlah yang menyebabkan perubahan dalam diri manusia, penebusan menjadi mungkin. Pertobatan adalah suatu keharusan untuk melawan dosa serta hidup yang lama, dan untuk menghidupi lahir baru. 

Apa yang tidak dapat dibahas oleh sains atau pemikiran lain adalah kemungkinan untuk bertobat. Kita hanya bisa mengetahui pertobatan dari Alkitab saja. Tanpa kabar baik ini, kita hidup di dalam dunia yang tidak ada pengharapan. 

Kesaksian pengalaman rohani sering kali bertentangan dengan apa yang dinyatakan dalam Alkitab. Alkitab menuntut perubahan hidup manusia. Perubahan hidup yang murni adalah perubahan dari suka berdosa menjadi benci dan ngeri terhadap dosa. Kehidupan lama kita juga digantikan menjadi sukacita hidup di dalam Tuhan dan hasrat untuk menjalankan kehendak-Nya. Pertobatan sejati terdiri dari kematian manusia lama yang berdosa, dan kebangkitan manusia baru yang suci. “Semua orang kudus adalah pribadi yang dilahirkan dua kali,” karena secara kodrat, manusia berdosa tidak memiliki kekudusan itu, tidak memiliki cinta yang tulus kepada Tuhan, dan tidak memiliki keinginan untuk mematuhi perintah-perintah-Nya.

Manusia tidak memiliki kebenaran di dalam dirinya, dan tentunya juga tidak di dalam agama kepercayaan yang dibuat oleh manusia. Namun, kebenaran ada di dalam pembelajaran akan firman Tuhan yang sudah ada bahkan sebelum manusia diciptakan. Sama halnya ketika kita membuka mata kita, kita tidak menciptakan realitas dunia ini. Dunia ini sudah ada, bagian kita hanyalah menyadarinya. Sama halnya dengan kebenaran, kita tidak mungkin membuat kebenaran di dalam diri kita, kita hanya bisa mencari dan menemukannya. Demikianlah orang yang saleh akan memperoleh realitas yang benar akan hal spiritual yang sudah dihadirkan oleh Allah kepadanya secara cuma-cuma oleh karena kemurahan hati Allah.

Allah kita adalah Allah yang mewahyukan diri-Nya. Kita bisa hidup di dunia ini, menyadari keberdosaan kita, hingga bertobat dan kembali kepada Tuhan, ini semua adalah karena Allah terus mewahyukan diri-Nya kepada kita. Di dalam diri kita tidak ada kebenaran, maka jika kita bisa mengenal Allah hari ini, itu adalah karena kemurahan Allah dan juga tentunya kesaksian Roh Kudus di dalam hati kita. Kekristenan yang masih dipelihara hingga hari ini adalah kemurahan Allah kepada umat-Nya. Respons kita sebagai umat-Nya adalah menaati perintah-Nya di dalam Alkitab dan memberikan kesaksian kemurahan Allah. Inilah pengalaman rohani yang sejati dan yang alkitabiah yang membawa sukacita sejati.

Hanshen Jordan

Pemuda FIRES

Referensi:

Herman Bavinck, Philosophy of Revelation, A New Annotated Edition (Peabody, Massachusetts: Hendrickson Publishers, 2018).