Judul : Bucer & Calvin – Suatu Perbandingan Singkat
Pengarang : Dr. J. L. Ch. Abineno
Penerbit : BPK Gunung Mulia
Tebal : 82 halaman
Martin Bucer dan John Calvin, keduanya merupakan Reformator namun keduanya berbeda. Meskipun mereka saling memengaruhi, akan tetapi di Indonesia, yang satu tidak terkenal, satu terkenal. Satu tidak memiliki karya yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia, satu memiliki banyak karya yang diterjemahkan. Atas dasar ini, Abineno menulis buku yang berbicara tentang Bucer dan theologinya agar gereja-gereja Indonesia dapat belajar dari Bucer, khususnya bagaimana cara Bucer menulis perkembangan sejarah gereja dan kegigihannya berjuang untuk keesaan gereja di mana pada zamannya gereja sedang terpecah-pecah.
Abineno memulai isi bukunya dengan sejarah kehidupan John Calvin. Calvin merupakan seorang tokoh Reformasi Perancis, dia terpaksa harus meninggalkan tanah airnya dan berkeliling untuk mengerjakan pelayanannya. Setelah dari Strasburg, dia ke Basel. Di Basel, dia bisa melanjutkan studi dan pada umur yang ke-27 dia menyelesaikan karya Institutio edisi pertama. Buku ini berfungsi sebagai katekismus bagi orang Perancis yang mengikuti Reformasi.
Ketika melanjutkan perjalanan pelayanannya, dia sempat singgah di Jenewa dan di sanalah dia bertemu Farel. Farel sangat mendesak Calvin agar menetap di Jenewa untuk sama-sama memajukan Reformasi. Awalnya Calvin menolak Farel, tetapi Farel mendesak dengan kata-kata keras yang akhirnya melunakkan hati Calvin. Calvin melayani bersama Farel di Jenewa selama dua tahun sampai umurnya yang ke-29. Di Jenewa Calvin memiliki posisi yang penting yaitu sebagai pengajar Kitab Suci khususnya dalam membahas surat-surat Rasul Paulus di St. Pierre, dan Calvin diangkat menjadi pendeta di sana. Banyak hal dikerjakan Calvin di Jenewa yang membuat namanya terkenal dalam sejarah Reformasi. Di Jenewa Calvin memenangkan diskusi-diskusi theologi, memiliki pengetahuan yang mengagumkan tentang ajaran Bapa-bapa Gereja, memisahkan institusi gereja dan pemerintahan, mengajarkan bahwa perjamuan kudus harus dilakukan setiap minggu, setiap ibadah harus menyanyikan mazmur, dan sebagainya.
Calvin dan Farel kemudian dipecat oleh Dewan Kota Jenewa karena ketidaksetujuan Dewan Kota Jenewa akan pengajaran Calvin yang memisahkan institusi gereja dan pemerintahan dengan motivasi agar Kristus yang memerintah gereja. Farel pergi ke Neuchatel, Calvin ke Bern lalu ke Basel. Di Basel, Calvin disurati oleh Bucer untuk ke Strasburg melayani orang-orang Perancis yang melarikan diri dan mencari perlindungan di Strasburg. Di kota ini, Calvin melayani selama tiga tahun, sampai umurnya yang ke-32. Calvin bekerja keras dalam memajukan theologi dan memelihara jemaat dari kaum Anabaptis. Di kota ini juga Calvin membuat Kitab Nyanyian Mazmur dan Institutio edisi yang kedua.
Atas permintaan Dewan Kota Jenewa dan bujukan dari Farel, Calvin kemudian kembali melayani di Jenewa. Masa pelayanan Calvin yang kedua di Jenewa ini menghabiskan waktu 23 tahun. Empat belas tahun pertama penuh perjuangan baik di dalam politik maupun dalam gereja. Sembilan tahun kedua Calvin memasuki masa tenang dan terus mengembangkan Reformasi di Jenewa. Di dalam kehidupannya yang singkat ini (54 tahun) dia menjadi tokoh yang sangat penting untuk Reformasi Jenewa.
Berbeda dengan Calvin, Bucer adalah seorang Katolik dari Ordo Dominikus, dan dia kuliah di Universitas Heidelberg. Pada umur 27 tahun, ia banyak belajar dari Luther tentang kehendak bebas dan ajaran keselamatan. Dia sangat setuju dengan ajaran Luther, dan ini membawanya kepada penyiksaan oleh orang-orang Katolik. Pada umur 31 tahun dia memutuskan untuk tidak menjadi biarawan Katolik lagi.
Bucer lama tinggal di Strasburg sebab kota tersebut menganut ide Reformasi. Pemerintah di sana pun melindungi pendeta Protestan dari ancaman uskup Katolik. Merasa nyaman dengan kota tersebut, Bucer menghabiskan waktu yang sangat lama di kota itu. Dua puluh lima tahun Bucer menghabiskan pelayanannya di sana. Para ahli membagi 25 tahun tersebut menjadi tiga periode masa kerja Bucer.
Periode pertama, dia fokus mengembangkan seminari untuk mendidik pendeta-pendeta di Strasburg dan polemik yang tajam dalam melawan ajaran Gereja Katolik Roma. Periode kedua, menghentikan pengaruh Gereja Katolik Roma dan ajaran dari bidat-bidat, khususnya melawan para kaum Anabaptis. Menurutnya, disiplin gerejawi adalah salah satu ciri dari gereja sejati, oleh karena itu dia berjuang menerapkan disiplin gerejawi yang ketat. Periode ketiga, Bucer menjabarkan perjamuan kudus dan membuat beberapa risalah tentang disiplin gerejawi, kontribusi dalam book of common prayer, dan sebagainya. Dia sangat bersyukur, ada masa di mana Calvin datang ke Strasburg untuk menolongnya. Setelah 25 tahun pelayanan di Strasburg, Bucer melanjutkan pelayanannya di Inggris.
“Pietas” merupakan kata yang sering digunakan oleh Bucer dalam karya-karyanya dan merupakan inti dari seluruh karya theologinya. Kata pietas tidak digunakan Bucer dalam arti yang sebenarnya, yaitu kesalehan, tetapi dia memberi makna lain dari kata pietas berdasarkan tafsirannya dalam Surat Efesus. Pietas menurut Bucer adalah menekankan percaya kepada Allah, kemudian mengasihi sesama manusia. Urutan ini tidak boleh dibalik. Setiap orang percaya harus bertambah kaya dengan pietas ini, sebagai dasar pembangunan tubuh Kristus. Tanpa pekerjaan nyata dari pietas, maka kehidupan Kristen adalah mati. Pietas juga memiliki fungsi yang penting yaitu ukuran dan norma dalam penilaian kita tentang apa yang baik dan bermanfaat. Pietas ini harus bertumbuh di dalam segala bidang. Menurut Bucer, setiap orang Kristen harus memiliki gaya hidup berdasarkan percaya dan kasih.
Bucer memiliki pandangan yang indah dan segar ketika dia memberi terjemahan dan tafsiran terhadap surat Paulus kepada jemaat di Efesus. Bucer mengatakan bahwa kepercayaan berasal dari iman. Iman yang dari Tuhan ini akan membawa orang-orang Kristen kepada memercayai firman Tuhan tanpa meragukannya dalam kehidupannya serta yakin bahwa firman Tuhan akan membuatnya dipimpin Roh Kudus.
Tafsiran kitab lainnya oleh Bucer adalah Kitab Roma tentang predestinasi. Bucer banyak membahas manfaat ajaran predestinasi, kemauan bebas, dan argumen yang menentang predestinasi. Menurut Bucer, definisi pertama predestinasi adalah pemilihan orang-orang kudus dan pemisahan mereka dari bangsa lain yang akan binasa. Definisi yang kedua adalah pemilihan orang-orang kudus sebelum dilahirkan. Predestinasi ini dibedakan menjadi predestinasi untuk orang-orang kudus dan predestinasi untuk orang-orang yang ditolak. Bagi orang kudus, mereka akan diselamatkan sedangkan bagi orang yang ditolak Tuhan, mereka tidak diselamatkan karena ketidakpercayaan mereka kepada Allah. Meskipun demikian, Allah melakukan tersebut di dalam kebijaksanaan-Nya dan kebaikan-Nya. Dari nas-nas Kitab Suci yang dipaparkan mengenai predestinasi, Bucer menyimpulkan bahwa predestinasi adalah kehendak Allah untuk menentukan maksud hidup (tujuan hidup) tiap-tiap orang.
Buku ini ditutup dengan menceritakan mengenai karya-karya Bucer dan kesimpulan dari theologi Bucer. Beberapa karyanya yaitu dalam bidang tata gereja, jabatan gerejawi, ibadah dan musik gerejawi, liturgi, perjamuan kudus, baptisan kudus, disiplin gerejawi, polemik Gereja Katolik Roma, tafsiran Kitab Suci, dan pendidikan theologi. Di akhir bukunya, Abineno memaparkan beberapa topik theologi di mana Bucer dan Calvin memiliki pandangan yang berbeda, seperti pembenaran oleh iman, iman dan perbuatan baik, pietas, dan keesaan gereja. Kiranya kita semakin mengerti apa yang diperjuangkan oleh para Reformator melalui pengenalan kita akan kehidupan dan zaman mereka.
Ev. Nathanael Marvin Santino
Hamba Tuhan GRII Semarang