Sampul buku "Iman dan Agama" karya Pdt. Dr. Stephen Tong

Iman dan Agama

Judul: Iman dan Agama
Penulis: Pdt. Dr. Stephen Tong
Penerbit: Momentum
Tebal: x + 90 halaman
Cetakan: Ke-6 (Oktober 2005)

“Orang beragama adalah orang yang kuno. Saya tidak percaya agama. Ilmu pengetahuan juga mampu membuktikan fenomena di dunia. Kenapa kamu beragama? Kenapa kamu memilih agama Kristen? Ah, semua agama sama saja, semua baik”. Mungkin kita pernah atau bahkan sering mendengar kalimat-kalimat di atas, baik dari teman kita, tetangga kita, bos kita, atau mungkin keluarga kita. Lalu ketika ditanya pertanyaan-pertanyaan seperti itu, bagaimanakah kita menjawabnya? Sebagai orang Kristen kita bukan hanya beriman saja, tapi kita juga dituntut untuk mempertanggungjawabkan iman kita (1 Pet. 3:15).

Berbicara mengenai iman, tentu tidak bisa terlepas dari pengenalan akan apa yang kita percayai, dan hal ini diajarkan di dalam suatu realitas yang dikenal dengan istilah “agama”. Namun sebenarnya apa itu “agama”? Mengapa muncul “agama”? Agama itu berasal dari Tuhan atau manusia? Apakah semua agama sama? Atau ada bedanya?

Sebelum kita melihat lebih dalam mengenai asal-usul dan karakteristik agama, mari kita melihat konsep agama yang dipegang oleh manusia sekarang. Pdt. Dr. Stephen Tong di dalam Bab Pertama mengatakan bahwa konsep agama sudah terdistorsi. Banyak orang menganggap agama adalah takhayul, sebagian lain menganggap agama semata-mata adalah suatu sistem liturgi atau organisasi. Ada juga yang menyamakan agama dengan kebudayaan, bahkan ada yang mempermainkan agama demi kepentingan dan keuntungan politik.

Mengetahui kesimpangsiuran konsep agama saat ini, ada baiknya kita kembali melihat hubungan yang sebenarnya antara manusia dan agama. Plato mengatakan, “Negara dan bangsa yang tidak beragama tidak mungkin menjadi kuat”. Ini berarti agama memegang peranan yang sangat penting dalam hidup manusia. Namun di dunia terdapat banyak sekali sistem kepercayaan yang dianggap adalah agama padahal bukan. Animisme, naturalisme, totemisme, heroisme adalah beberapa dari sistem-sistem kepercayaan tersebut. Jikalau itu bukan agama, lalu apakah agama itu? Dan apa yang mendasari munculnya agama? Inilah yang menjadi inti dari Bab 2 buku ini.

Ada beberapa pemikiran penting tentang munculnya agama, salah satu pemikiran yang merepresentasikan sejarah manusia adalah pemikiran Auguste Comte, seorang filsuf Perancis. Dia mengatakan manusia hidup dalam 3 tahap, yaitu tahap theologi, tahap metafisika, dan tahap positif. Orang-orang purbakala tidak mengerti penyebab gempa bumi, gunung meletus, atau tsunami, lalu mereka menganggap itu adalah murka Allah (tahap theologi). Semakin lama manusia semakin ingin tahu hal-hal di luar dunia yang kelihatan, ini disebut tahap metafisika. Manusia semakin pandai dan mulai mengetahui berbagai fakta di dalam alam, inilah tahap positif (ilmiah). Tapi ironis sekali, justru di tahap inilah, ketika manusia sangat maju, manusia merasa dia tidak lagi memerlukan Allah, merasa tidak lagi perlu beragama. Namun apakah benar manusia tidak lagi perlu beragama?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, mari kita berpikir, “Apakah kita, sebagai orang Kristen yang mungkin nilai ujian agamanya selalu baik, yang sudah melayani, memimpin kelompok kecil, bahkan mungkin menjadi guru agama, sudah mengetahui definisi agama yang sebenarnya?” Pdt. Dr. Stephen Tong dalam bab selanjutnya memaparkan berbagai pandangan tentang agama dari beberapa tokoh penting sepanjang sejarah. Huxley berpandangan bahwa manusia tidak mempunyai kemampuan untuk mengetahui tentang Allah, sedangkan menurut Feuerbach, Allah dicipta oleh manusia menurut peta teladan manusia, persis terbalik dengan Alkitab. Kant, seorang filsuf Jerman yang sangat penting dalam kebudayaan modern, percaya bahwa manusia tidak memerlukan wahyu Tuhan sehingga agama hanyalah tugas dan perbuatan moral, sedangkan Schleiermacher menekankan bahwa agama adalah suatu kesadaran perasaan bersandar yang mutlak. Apakah pandangan-pandangan ini benar? Mari kita melihat apa yang dikatakan oleh Alkitab.

Mengapa manusia bisa beragama? Karena manusia dicipta berdasarkan peta dan teladan Allah, sehingga manusia mempunyai sifat agama yang telah ditanamkan oleh Allah di dalam hati nurani manusia. Lalu bagaimana agama itu akhirnya muncul? Karena sifat agama dalam diri manusia membuat manusia menyadari bahwa di luar dirinya ada sesuatu yang menguasai alam semesta. Manusia juga sadar bahwa setelah meninggal keberadaannya tidak berakhir. Manusia mempunyai nilai moral dan percaya ada kebenaran yang mutlak sehingga manusia berusaha mencarinya. Hal-hal inilah yang menjadi dasar munculnya agama.

Setelah mengerti dasar manusia beragama dan proses munculnya agama, kita akhirnya bertanya, “Apakah semua agama sama?” Pdt. Dr. Stephen Tong mengatakan, “Hanya orang bodoh yang mengatakan semua agama sama.” Setiap agama berbeda, walaupun tetap ada hal-hal yang sama. Dalam Bab terakhir dijelaskan persamaan dan perbedaan yang ada dalam agama-agama. Setiap agama setuju dalam 5 hal yaitu: (1) fakta bahwa manusia sudah berdosa; (2) ada jalan keluar dari dosa dan menuju kepada ketidakterbatasan; (3) manusia harus berbuat baik; (4) ada suatu kuasa supernatural di luar manusia; dan (5) setelah meninggal, keberadaan manusia tidak berakhir. Lalu apa yang menjadi perbedaannya? Setiap agama mempunyai pengertian yang berbeda terhadap 5 hal di atas. Setiap agama mempunyai konsep “dosa” dan “baik” masing-masing. Perbuatan yang najis bagi suatu agama dianggap biasa oleh agama lain. Jalan keluar dari dosa yang ditawarkan juga berbeda-beda. Ada yang mencari keselamatan dengan berpuasa, pantang makan daging, bahkan memecut diri. Kuasa supernatural yang dimengerti setiap agama pun berbeda, dan tidak semua agama mengenal Allah yang sejati yang menciptakan alam semesta.

Dengan banyaknya perbedaan, bagaimana kita mempertanggungjawabkan iman Kristen yang kita percayai? Kita perlu mengerti keunikan iman dan agama Kristen yang tidak ditemukan di dalam ajaran agama-agama lain. Islam menyembah Allah yang monotheis; Buddha tidak percaya adanya Allah; Hindu percaya politheisme; tetapi Kekristenan menyembah Allah Tritunggal (1 Allah, 3 Pribadi). Dalam berbuat baik dan mengerti kebenaran, setiap agama mempunyai standar masing-masing karena telah kehilangan sumbernya yang asli. Namun Alkitab mengatakan bahwa standar kebaikan dan sumber kebenaran adalah diri Allah sendiri. Setelah berbuat baik, agama-agama berharap mudah-mudahan bisa masuk surga, tetapi Kekristenan menjamin adanya keselamatan melalui penebusan Tuhan Yesus, bukan karena perbuatan baik manusia. Inilah yang kemudian membawa kita untuk beribadah kepada satu-satunya jalan, kebenaran, dan hidup, yaitu Anak Allah yang tunggal, Yesus Kristus.

Kiranya melalui buku ini kita semakin diperlengkapi untuk siap menghadapi orang-orang yang mempertanyakan iman dan pengharapan kita, dan boleh membawa mereka kembali kepada kebenaran dan hidup yang sesungguhnya. Petrus mengatakan, “Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu”. Maukah kita bersiap? Tuhan memberkati.

 

Darwin Kusuma

Pemuda GRII Singapura