Pengarang : Gregory Koukl
Penerbit : Zondervan
Penerjemah : Literatur SAAT
Tahun : 2019
Halaman : 248
Bab 3: Duduk di Kursi Pengemudi: Taktik Columbo
Setelah dalam dua bab sebelumnya Koukl menjelaskan pengertian dan prinsip apologetika Kristen secara sederhana, pada bab ini Koukl masuk ke dalam taktik berapologetika dalam percakapan kita sebagai duta Kristus bagi orang lain.
Jendela 10 Detik
Koukl menyajikan beberapa peristiwa yang dapat dijadikan kesempatan untuk bersaksi bagi Kristus, entah itu peristiwa ketika ada seorang anak remaja yang mengatakan, “Aku tidak percaya Tuhan lagi,” pemikiran kritis yang sedang didiskusikan dalam kelompok pemahaman Alkitab, perbincangan dengan teman tentang Alkitab di bus kampus, atau adanya berita televisi di tempat publik mengenai relasi kelompok religius dan negara. Kesempatan menanggapi peristiwa yang terjadi dengan cara pandang Kristen kepada orang sekitar kita adalah terbatas. Kesempatan kita berbicara hanya ada 10 detik sebelum pintu tertutup dan tidak bisa bersaksi bagi Kristus. Batin kita akan berkonflik, kita ingin mengatakan sesuatu tetapi ingin tetap peka, berdamai, memelihara persahabatan, dan tidak terlihat ekstrem.
Koukl menawarkan rencana pertanyaan yang menolong kita memahami jendela kritis 10 detik itu:
Tantangan: “Percaya kepada Tuhan itu tidak masuk akal. Tidak ada bukti.”
Tanggapan: Apa yang kamu maksud dengan “Tuhan”? Tuhan seperti apa yang kamu tolak? Secara spesifik, apa yang tidak masuk akal tentang percaya kepada Tuhan? Jika kamu mempermasalahkan bukti keberadaan Allah, bukti seperti apa yang kamu pikir bisa diterima?
Tantangan: “Kekristenan pada dasarnya sama dengan agama-agama lain. Kesamaan utamanya adalah kasih. Kita tidak seharusnya memberi tahu orang lain bagaimana harus hidup atau percaya.”
Tanggapan: Seberapa banyak Anda telah mempelajari agama-agama lain untuk membandingkan rinciannya dan menemukan kesamaan tema? Mengapa persamaan lebih penting daripada perbedaan? Saya penasaran, menurut Anda bagaimanakah sikap Yesus terhadap topik ini? Apakah Ia berpikir semua agama pada dasarnya sama? Bukankah memerintahkan orang untuk mengasihi satu sama lain adalah sekadar contoh lain dari memberi tahu mereka bagaimana harus hidup dan percaya?
Tantangan: “Anda tidak bisa menganggap Alkitab terlalu serius karena Alkitab ditulis oleh manusia, dan manusia bisa salah.”
Tanggapan: Apakah Anda punya buku di perpustakaan Anda? Apakah buku itu ditulis oleh manusia? Apakah Anda menemukan kebenaran di dalamnya? Apakah ada alasan menurut Anda mengapa Alkitab lebih tidak dapat dipercaya daripada buku-buku lain yang Anda miliki? Apakah orang selalu membuat kesalahan ketika mereka menulis? Apakah Anda kira bahwa jika Tuhan ada, Ia akan mampu memakai manusia untuk menulis persis seperti yang diinginkan-Nya? Jika tidak, mengapa?
Tantangan: “Tidak boleh memaksakan kehendak Anda kepada orang lain. Anda tidak dapat membuat moralitas jadi hukum. Orang-orang Kristen yang terlibat dalam politik melanggar aturan pemisahan gereja dan negara.”
Tanggapan: Apakah Anda mengikuti pemungutan suara? Ketika Anda menyumbang suara untuk seseorang, apakah Anda berharap calon Anda memenuhi persyaratan hukum yang mencerminkan pandangan Anda? Bukankah itu pada dasarnya memaksakan pandangan Anda pada orang lain? Apa bedanya dengan yang Anda permasalahkan di sini? Apakah menurut Anda hanya orang tidak beragama saja yang seharusnya berhak memilih atau berpartisipasi dalam politik, atau saya salah memahami Anda? Di mana, secara spesifik, dalam undang-undang yang mengatakan bahwa orang beragama dikecualikan dari proses politik? Dapatkah Anda memberi saya contoh hukum yang tidak memiliki elemen moral di dalamnya?
Jika kita melihat contoh-contoh di atas, tanggapan yang terjadi adalah pertanyaan. Bukan khotbah, bukan argumen, bukan bantahan. Koukl ingin menarik pandangan mereka dan mendiskusikannya. Dengan tanggapan yang tepat, kita dapat membuat mereka bicara lebih jauh mengenai apa yang mereka pikirkan, dan tindakan ini sangat baik karena tidak membuat orang dalam tekanan dan perbantahan. Menanggapi orang dengan sebuah pertanyaan sangatlah baik. Kita bisa mengundang orang untuk berdialog lebih dalam. Pertanyaan yang diajukan juga tidak boleh sembarangan, tetapi pertanyaan dengan tujuan. Kita bisa bertanya dengan maksud menggali informasi atau mengarahkan orang untuk berpikir. Inilah taktik.
Bertanya memungkinkan Anda luput dari tuduhan: “Anda memutarbalikkan kata-kata saya.” Pertanyaan adalah permintaan untuk mengklarifikasi dengan rinci sehingga Anda tidak memutarbalikkan kata-kata mereka. Ketika saya menanyakan suatu pertanyaan klarifikasi, sasaran saya adalah memahami pandangan seseorang (dan konsekuensi-konsekuensi dari pandangan tersebut), bukan membelokkannya.[1]
Taktik bertanya ini disebut taktik “Ibu Suri”, karena begitu lentur dan mudah beradaptasi. Taktik ini merupakan taktik paling sederhana yang bisa Anda bayangkan untuk membuat seseorang terdiam, membalikkan keadaan, dan mengatasi pemikirannya. Ini adalah salah satu cara yang begitu mudah untuk menempatkan Anda di kursi kemudi percakapan. Nama lainnya adalah “Columbo”.
Taktik Columbo berasal dari Letnan Columbo, yaitu seorang detektif TV brilian yang mempunyai cara cerdas untuk menangkap penjahat. Columbo mempunyai kebiasaan selalu bertanya. Dia bertanya tentang segala sesuatu di tempat kejadian perkara (TKP). Kunci taktik Columbo adalah menyerang dengan cara yang tidak menyerang dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang dipilih secara hati-hati untuk membuat kemajuan produktif dalam percakapan. Jangan pernah membuat pernyataan, paling tidak di awal percakapan, jika bertanya saja sudah cukup.
Koukl menjelaskan beberapa manfaat dari pertanyaan:[2]
- Pertanyaan yang tulus itu bersahabat dan menyanjung. Ini dapat mengundang interaksi yang hangat mengenai
sesuatu yang sangat dipedulikan lawan bicara kita. Bertanya berarti menghargai mereka, bahwa mereka diingat,
menarik, dan indah dalam pandangan kita. - Kita dapat belajar sesuatu atau menggali informasi tertentu.
- Memungkinkan kita membuat kemajuan pada suatu titik tanpa memaksa. Pertanyaan itu biasanya netral. Pertanyaan tidak terdengar seperti khotbah. Jika kita ingin menekankan sesuatu, kita tidak perlu membuktikan apa pun.
- Menghapus kebingungan dan salah paham.
- Dapat menempatkan kita di kursi pengemudi. Kita dapat menuntun percakapan ke arah tertentu.
Waktu Letnan Columbo ada di TKP, hal pertama yang dia lakukan adalah mengumpulkan fakta dan bertanya. Pertanyaan “Maksudmu?” ini menjadi sebuah interaksi. Ini juga menolong kita memahami apa yang orang pikirkan agar tidak ada salah paham. Pertanyaan “Maksud Anda?” adalah langkah pertama mengelola percakapan. Pertanyaan ini mengklarifikasi pemikiran seseorang dan dapat memberi kendali dalam percakapan. Sering-seringlah menggunakannya.
Vik. Nathanael Marvin Santino
Hamba Tuhan GRII Semarang
Sumber:
- – Tactics: Rancangan Permainan untuk Mendiskusikan Keyakinan dan Nilai-Nilai Kristen Anda, Gregory Koukl, Malang: Literatur SAAT, 2019.
Endnotes:
[1] Hal. 52.
[2] Hugh Hewitt, seorang pembawa acara radio nasional, dalam bukunya In, But Not Of, menyarankan agar seseorang menanyakan sedikitnya 6 buah pertanyaan pada setiap percakapan.