Sampul buku "What is Reformed Theology?" yang ditulis oleh R.C. Sproul

What is Reformed Theology?

Judul : What is Reformed Theology?
Penulis : R. C. Sproul
Penerbit : Baker Books
Tebal : 236 halaman

Ketika mendengar sebuah pertanyaan klasik, “Apa itu Theologi Reformed?”, kira-kira jawaban apa yang akan kita berikan? Mungkin kita sudah terlalu sering atau bahkan sudah bosan mendengar istilah ini. Sebagian besar dari kita mungkin akan dengan cepat menjawab pertanyaan di atas, “Pokoknya Theologi Reformed itu adalah theologi yang kembali kepada Alkitab”. Memang tidak salah, tetapi apakah kita sungguh sudah mengerti apa itu Theologi Reformed?

Di dalam buku ini, R.C. Sproul memulai dengan sebuah pernyataan sederhana bahwa Theologi Reformed adalah sebuah theologi. Theologi Reformed adalah sebuah theologi dan bukan sebuah agama. Pada abad ke-19, para theolog dan sejarawan membandingkan agama-agama di dunia, mencoba menemukan inti dari agama itu sendiri dan pada akhirnya menyempitkan kekristenan sehingga tidak ada lagi perbedaan yang berarti antara agama dan theologi. Pembelajaran tentang agama telah menggantikan pembelajaran theologi dalam dunia akademis.

Sproul mengatakan bahwa ada perbedaan yang sangat mendasar antara pembelajaran tentang agama dan theologi. Secara sederhana, pembelajaran tentang agama adalah pembelajaran tentang kelakukan manusia sedangkan pembelajaran theologi adalah pembelajaran tentang Tuhan. Agama berpusat pada manusia sedangkan theologi berpusat pada Tuhan. Dengan demikian, perbedaan yang paling mendasar antara agama dan theologi adalah perbedaan antara Tuhan dan manusia.

Lalu timbul pertanyaan, bukankah pembelajaran theologi menyangkut pembelajaran tentang apa yang manusia katakan mengenai Tuhan? Ya, tetapi hanya separuhnya. Kita mempelajari theologi dengan beberapa cara. Pertama, dengan mempelajari Alkitab. Karena Alkitab adalah pernyataan Allah. Alkitab adalah firman Allah (verbum Dei) atau suara Allah (vox Dei). Kebenaran yang dinyatakan berasal dari Allah dan bukan hasil penelitian manusia yang bersifat empiris. Kedua, dengan mempelajari sejarah. Di dalam sejarah theologi kita mempelajari konsili, pengakuan iman, maupun pemikiran-pemikiran theologis dari tokoh-tokoh seperti Agustinus, Martin Luther, John Calvin, dan yang lainnya. Kita mempelajari bagaimana setiap tokoh tersebut mengerti tentang theologi dan bagaimana mereka telah belajar tentang Tuhan. Ketiga, dengan mempelajari alam. Melalui alam manusia dapat mengetahui adanya Sang Pencipta dan menyadari bahwa dirinya adalah ciptaan. Allah mewahyukan diri-Nya melalui alam dan wahyu tersebut bersifat umum karena diberikan secara universal kepada setiap manusia.

Pendekatan-pendekatan ini mengisyaratkan adanya sebuah pembelajaran theologi ketimbang pembelajaran atau analisis agama. Ketika pencarian manusia ini bertujuan untuk mengenal Allah, ini adalah theologi. Tetapi jika pencarian tersebut hanya sebatas usaha manusia berespons terhadap theologi, ini adalah agama.

Lalu, bagaimana dengan Theologi Reformed? Sproul membahas Theologi Reformed secara tajam, komprehensif, dan kaya akan nilai-nilai theologis. Buku ini menjadi dua bagian pokok.

Pertama, fondasi Theologi Reformed yaitu berpusat pada Allah, berdasarkan pada firman Allah dan iman kepada Yesus Kristus. Di bagian pertama ini dijelaskan secara mendalam mengenai ciri-ciri Theologi Reformed; natur atau karakter Allah; inspirasi dalam penulisan Alkitab, Alkitab yang tidak dapat salah sekaligus tidak bersalah (infallibility and inerrancy of Scripture), otoritas dan interpretasi Alkitab; perbandingan antara pandangan Roma Katolik dan Reformed mengenai pembenaran manusia berdosa (justification); jabatan Yesus sebagai raja, imam, dan nabi; theologi perjanjian (covenant theology) yang mencakup perjanjian akan penebusan, pekerjaan, dan anugerah (covenant of redemption, works and grace).

Kedua, lima pokok Calvinisme. Tidak dapat dipungkiri bahwa ketika seseorang mempelajari Theologi Reformed berarti ia tidak dapat tidak mempelajari lima pokok ini, yang sering dikenal dengan singkatan TULIP (Total depravity – kerusakan total, Unconditional election – pemilihan yang tidak bersyarat, Limited atonement – penebusan yang terbatas, Irresistible grace – anugerah yang tidak dapat ditolak, Perseverance of the saints – pemeliharaanAllah akan orang-orang kudus-Nya).

Tanpa ingin menggantikan kelima pokok tersebut, Sproul mencoba menjelaskan TULIP dengan diksi yang berbeda, yaitu Radical corruption, Sovereign election, Definite atonement, Effectual grace, Preservation of the saints. Inti yang sama tetapi dengan diksi yang berbeda tersebut tidak serta merta menciptakan sebuah singkatan baru, RSDEP. Di sini Sproul ingin menekankan bahwa singkatan TULIP, meskipun terdengar sangat pas, dapat menimbulkan kesalahpahaman jika tidak dijabarkan secara benar.

Sebagai contoh T untuk Total depravity, yang berarti kerusakan total, memberikan kesan bahwa manusia itu jahat sampai sejahat-jahatnya yang paling memungkinkan, kejahatannya bersifat menyeluruh sampai pada perbuatan yang nampak dari luar sekalipun. Tetapi doktrin tentang kerusakan total ini pada nyatanya tidak berarti demikian. Sebagai contoh, Adolf Hitler yang dikenal sebagai manusia iblis, mungkin saja menyayangi dan dalam beberapa kesempatan berbuat baik kepada ibunya. Sproul menjelaskan masalah ini dengan memakai istilah Radical corruption karena kata radikal (radical) diturunkan dari bahasa Latin radix yang berarti “akar”. Mengatakan bahwa manusia rusak secara radikal berarti bahwa dosa menembus sampai ke akar atau inti seorang manusia, sehingga apa yang keluar darinya pada dasarnya adalah jahat. Sama seperti pohon yang tidak baik akan menghasilkan buah yang tidak baik pula.

Di samping kaya akan nilai-nilai theologis, buku ini menjelaskan Theologi Reformed dari sudut pandang sejarah beserta contoh-contohnya. Ini karena Theologi Reformed tidak dapat dilepaskan dari sejarah. Seseorang yang belajar Theologi Reformed perlu mengerti pergumulan dan pemikiran para tokoh sejarah pada zaman itu yang berjuang mempertahankan kemurnian Firman dari serangan pemikiran sesat yang pernah muncul. Katakanlah Konsili Antiokhia, Nicea, dan Chalcedon yang pernah diadakan untuk membahas Kristologi; perdebatan antara Pelagius dan Agustinus mengenai dosa asal; perdebatan antara Arminianisme dan Calvinisme mengenai keselamatan, dan sebagainya. Sejarah penting bagi kita untuk belajar membedakan mana yang benar dan yang salah.

Kiranya melalui buku ini kita dapat lebih mengerti apa itu Theologi Reformed, yang merupakan buah dan hasil perjuangan selama berabad-abad demi mempertahankan kemurnian firman. Biarlah hati dan pikiran kita boleh terus diisi dengan theologi yang benar, theologi yang berpusat pada Allah dan bukan kepada manusia, theologi yang berdasarkan pada firman Allah yang sejati dan theologi yang sudah selayaknya dipelajari oleh setiap orang Kristen. Soli Deo Gloria.

Kurniawan Prasetya Pieth
Pemuda GRII Singapura