Reflection on Oratorio Messiah (13): Hoping for His Burden not My Burden

Impian, harapan, dan komitmen sering kali menjadi bagian yang penting ketika kita memasuki tahun yang baru. Berbagai rencana kita susun untuk dilakukan di tahun tersebut sebagai sebuah langkah untuk “memasuki” kehidupan yang baru. Namun, harapan yang ingin kita raih menjadi sebuah beban yang harus kita tanggung ketika kita menjalankan tahun tersebut. Ketika harapan kita berubah menjadi beban, mungkin kita akan berpikir untuk berhenti berharap agar hal itu tidak lagi menjadi beban hidup. Tetapi, kehidupan tanpa harapan itu sendiri pun menjadi sebuah beban hidup, karena sesungguhnya harapan itu sendiri yang mendorong manusia menuju kebebasan. Yang menjadi masalah di dalam hal ini bukanlah mengenai keberadaan harapan itu, tetapi isi dari harapan tersebut. Dengan kata lain, manusia harus terus memiliki harapan karena harapan adalah salah satu pendorong manusia di dalam menjalankan kehidupan. Tetapi yang perlu kita perhatikan adalah apa yang menjadi harapan kita? Harapan yang salah akan menjadi beban yang seharusnya tidak perlu kita pikul. Hanya harapan yang sejatilah yang menjadi pendorong dan mengarahkan kehidupan kita menuju kepada kebebasan yang sejati. Oleh karena itu, kita akan merenungkan kaitan antara harapan dan kebebasan di dalam artikel ini, sebuah refleksi penutup dari Oratorio Messiah Part 1.

Pada mulanya manusia diciptakan sebagai gambar dan rupa Allah yang memiliki harapan dan kemampuan untuk berbuat baik. Manusia hidup berpengharapan karena ia hidup berelasi dengan Allah yang adalah sumber pengharapan yang sejati itu sendiri. Kehidupan manusia bagaikan wadah yang menerima segala berkat dari Allah sebagai sumbernya. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa dan relasinya dengan Allah menjadi rusak, manusia menjadi wadah yang kosong karena tidak lagi menerima berkat dari sumbernya. Kehidupan manusia menjadi kosong dan ia berusaha untuk mencari sesuatu yang dapat mengisi kekosongan hatinya ini. Namun Alkitab berulang kali mencatat, baik secara eksplisit maupun implisit, bahwa apa pun usaha manusia untuk mengisi kekosongan hatinya, itu tidak akan pernah bisa memuaskan dirinya. Berbagai hal yang manusia harapkan untuk dapat mengisi hidupnya, pada akhirnya hanya menjadi harapan yang palsu yang mengecewakan. Akibatnya, manusia berdosa hanya hidup dengan tidak berpengharapan (hopeless).

Manusia juga diciptakan dengan kemampuan untuk berbuat baik. Di dalam hal ini, kemampuan manusia melingkupi berbagai aspek kehidupannya, seperti kemampuan fisik, logika, ekonomi, musik, dan sebagainya. Seluruh kemampuan natural yang Tuhan tanamkan di dalam diri manusia adalah bagian dari gambar dan rupa Allah. Dengan kemampuan ini, manusia dapat melakukan apa yang baik yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Manusia memiliki kebebasan untuk bertindak, dan karenanya harus bertanggung jawab atas segala tindakannya. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, Allah menuntut tanggung jawab penuh atas tindakan mereka ini. Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk tidak berbuat dosa, namun di dalam kebebasannya mereka memilih untuk berdosa, sehingga mereka bertanggung jawab penuh atas tindakannya tersebut. Manusia menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam dosa dan terjerat di dalamnya. Manusia yang terjerat dosa menjadi manusia yang tidak lagi mampu berbuat baik, karena seluruh kemampuannya rusak dan segala tindakan yang dilakukannya memiliki intensi keberdosaan. Manusia berada dalam kondisi tidak mampu menolong dirinya sendiri (helpless).

Melanjutkan pembahasan artikel sebelumnya mengenai signifikansi Kristus, satu-satunya pengharapan dan pertolongan manusia hanyalah melalui Kristus, Sang Mesias. Dia datang sebagai mediator antara Allah dan manusia. Relasi yang rusak antara Allah dan manusia dapat kembali direkonsiliasi melalui karya penebusan Kristus. Rekonsiliasi ini dilakukan melalui dua aspek, yaitu menggantikan manusia untuk menanggung murka Allah yang adalah konsekuensi dosa, dan mewakili manusia menjadi representasi di dalam menjalankan kehidupan yang benar dan berkenan kepada Allah. Manusia yang berdosa tidak dapat memuaskan murka Allah dengan hidupnya, karena manusia itu sendiri yang berdosa kepada Allah. Selain itu, keberadaan manusia sebagai ciptaan Allah juga terbatas, tidak layak untuk menjadi korban persembahan sempurna yang diperkenan Allah. Sehingga status manusia yang createdlimited, dan polluted tidak mungkin dapat meredakan murka Allah. Satu-satunya yang dapat meredakan murka Allah adalah Kristus yang memiliki dua natur yaitu Allah dan manusia. Sebagai manusia, Dia dapat menjadi perwakilan, representasi, atau Adam kedua di hadapan Allah. Sebagai Allah, Dia dengan keberadaan-Nya layak menjadi korban pengganti sempurna yang menebus dosa manusia. Oleh karena itu, hanya Kristus satu-satunya yang layak, baik di hadapan Allah maupun manusia, untuk menjadi mediator yang merekonsiliasi Allah dan manusia.

Tidak hanya itu, Kristus pun menjadi pribadi yang benar dan kudus di hadapan Allah. Jikalau Adam pertama gagal untuk menjadi representasi manusia di dalam melakukan kebenaran di hadapan Allah, Kristus adalah representasi sempurna yang lulus melalui segala ujian dan pencobaan. Dia adalah gambar dan rupa Allah yang sejati, yang dapat menjadi perwakilan seorang manusia yang berkenan di mata Allah. Kebenaran Kristus inilah yang diimputasikan kepada kita, sehingga kita yang percaya kepada-Nya dapat diperhitungkan sebagai orang yang benar juga. Bukan hanya itu, kita pun dimampukan kembali untuk melakukan perbuatan baik dan hidup benar di hadapan Allah. Kristus adalah Juruselamat kita yang menebus kita dari segala dosa, dan juga menjadi teladan di dalam kita menjalankan hidup yang benar di hadapan Allah. Hanya Dialah yang berhak untuk memimpin hidup kita di dalam kebenaran. Berkaitan dengan hal ini, Alkitab menggambarkan Kristus sebagai Gembala yang Agung, yang memimpin dan menggembalakan domba-domba-Nya.

Di dalam Oratorio Messiah terdapat sebuah lagu yang berjudul “He shall feed His flock like a shepherd”. Melodi yang Handel gunakan pada bagian ini begitu lembut, seolah-olah sedang menghibur dan memberikan ketenangan. Melodi yang indah ini seolah-olah ingin menceritakan bagaimana Kristus memimpin kita bagai seorang gembala yang memberikan makan dan minum kepada para dombanya, maka seorang yang berbeban berat dan letih jiwanya dapat datang kepada Kristus. Ini adalah sebuah tawaran yang begitu indah dan penuh harapan bagi setiap manusia yang tersesat di dalam dosa. Hanya di dalam Kristuslah kita dapat menemukan kedamaian dan peristirahatan yang abadi bagi jiwa kita.

Alkitab dengan jelas mengajarkan kita untuk menyerahkan segala beban kita kepada-Nya, karena Kristus akan mengangkat seluruh beban dan kuk yang ada pada kita dan menggantinya dengan kuk yang ringan bagi kita. Hal ini berarti seluruh beban akibat dosa yang selama ini menghantui dan menjerat kita akan diangkat dan dibereskan, lalu diganti dengan kehidupan yang mengikuti Kristus. Kehidupan di dalam Kristus bukan berarti tidak ada beban, melainkan bebannya ringan dan mudah. Kehidupan di dalam Kristus—kehidupan yang menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti-Nya—adalah kehidupan yang ringan, karena kehidupan kita dikembalikan kepada natur yang seharusnya di hadapan Sang Pencipta. Pesan ini menjadi lagu penutup dari bagian pertama Oratorio Messiah.

Satu-satunya pengharapan yang dapat memimpin kita ke dalam kebebasan sejati adalah hidup di dalam Kristus. Sebagai pemuda Kristen, kita perlu berulang kali menyadari bahwa kehidupan yang kita miliki sekarang haruslah suatu kehidupan yang diserahkan kepada pimpinan Allah. Kita tidak lagi mengejar apa yang menjadi ambisi pribadi di luar kehendak Allah, tetapi kita menjadikan kehendak Allah sebagai ambisi kita yang kudus. Pada awal tahun ini, marilah kita merenungkan dan memikirkan kembali apa yang menjadi kehendak Allah atas diri kita. Seluruh hidup kita dijalankan dengan mengejar terlaksananya kehendak Allah, dengan pertolongan dari Roh Kudus yang memampukan kita dalam menggenapkan kehendak ini. Hal yang perlu kita terus pelajari adalah taat kepada firman Tuhan dan pimpinan-Nya di dalam hidup kita. Marilah kita pikul kuk yang berasal dari Allah, bukan kuk perbudakan yang kita ciptakan sendiri. Kiranya Tuhan menolong kita menjadi pemuda yang menjadikan kehendak-Nya sebagai kuk yang kita pikul dengan sukacita, dan menggenapinya di dalam pimpinan-Nya.

Simon Lukmana

Pemuda FIRES