Bagian 3 dari Oratorio Messiah merupakan bagian yang paling pendek dari seluruh oratorio. Bagian ini sering kali dipertanyakan keberadaannya, karena bagian kedua sudah ditutup dengan pujian “Hallelujah” yang begitu megah, menggambarkan kemenangan Sang Mesias atas setan, dosa, dan kematian, dan Kristus sudah dinobatkan sebagai Raja di atas segala raja. Sering kali hal ini dianggap sebagai sebuah ending story yang sudah cukup (“happily ever after“). Namun, jikalau kita mempelajari Theologi Reformed, kita semua mengenal salah satu konsep eskatologi “already
and not yet“, sebuah paradoks di dalam mengerti Kerajaan Allah. Di dalam konsep ini, kita diajak untuk memahami bahwa Kerajaan Allah sudah hadir tetapi juga belum sepenuhnya hadir. Hal ini berimplikasi kepada konsep kemenangan orang percaya atas dosa dan kematian. Di dalam Kristus kita sudah dimenangkan atas dosa dan kematian, tetapi hal ini bukan berarti kita tidak perlu lagi bergumul dengan dosa dan kesulitan-kesulitan yang muncul di dalam kehidupan ini. Seperti yang dikatakan seorang theolog, Philip Yancey, kehadiran dan kemenangan Sang Mesias bukanlah akhir dari sejarah tetapi merupakan awal dari akhir sejarah. Sehingga sebagai orang percaya, kita tetap harus menjalani kehidupan yang penuh dengan pergumulan dan kesulitan, tetapi semua itu kita jalani dengan harapan yang pasti karena berdasarkan penebusan yang dikerjakan Kristus melalui kematian-Nya dan kemenangan yang Dia nyatakan di dalam kebangkitan-Nya. Pesan inilah yang disampaikan di dalam bagian ketiga Oratorio Messiah ini.
45. Aria: I know that my Redeemer liveth
I know that my Redeemer liveth and that He shall stand at the latter day upon the earth. And tho’ worms destroy this body, yet in my flesh shall I see God. For now is Christ risen from the dead, the first fruits of them that sleep. (Job 19:25-26; 1Cor. 15:20)
Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingku pun aku akan melihat Allah. Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. (Ayb. 19:25-26; 1Kor. 15:20)
Bagian ini dimainkan dalam tangga nada E mayor, sebuah tangga nada yang sering diatributkan untuk menyatakan kegembiraan dan keagungan, seperti melihat sebuah pancaran sinar yang indah. Penggunaan nada dasar ini berkaitan dengan pesan lagu yang menyampaikan sebuah harapan akan kebangkitan Sang Mesias, pribadi yang dijanjikan sejak Perjanjian Lama.
Bagian ini dimulai dengan melodi indah yang dimainkan oleh violin, yang dibuka dengan sebuah lompatan nada yang mengekspresikan keyakinan yang teguh. Bagian lain yang cukup menarik adalah ketika menyanyikan “And tho’ worms destroy this body” dan “the first fruits of them that sleep“, terutama dalam pengulangan kedua dan ketiga, melodi menggunakan nada rendah dan suara yang tenang seolah-olah memberikan kesan kedamaian dan peristirahatan.
Klimaks dari lagu tersebut berada pada frasa “for now is Christ risen” yang secara jelas digambarkan melalui melodinya (word painting). Handel menggunakan melodi yang dimulai dari nada rendah, lalu secara bertahap naik hingga lebih dari satu oktaf, dengan nada tertinggi ditempatkan untuk kata “risen“. Pada bagian yang sama, kita pun dapat melihat kontras yang diberikan pada kata “risen” yang menggunakan nada tinggi dan kata “dead” yang menggunakan nada rendah. Demikian juga dengan
kata “fruits” yang menggunakan nada tinggi dan kata “sleep” yang menggunakan nada rendah.
46. Chorus: Since by man came death
Since by man came death, by man came also the resurrection of the dead. For as in Adam all die, even so in Christ shall all be made alive. (1Cor. 15:21-22)
Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. (1Kor. 15:21-22)
Bagian ini merupakan sebuah bagian yang memberikan sebuah penjelasan doktrinal signifikansi kebangkitan dan kemenangan Kristus bagi orang percaya. Sebuah perbandingan mengenai kematian secara universal bagi para pengikut Adam dan kehidupan bagi orang-orang yang berada di dalam Kristus. Dan di dalam bagian ini juga, Handel merangkai musik yang sangat kontras berbeda untuk membandingkan kematian di dalam Adam dan kehidupan di dalam Kristus. Secara karakteristik lagu, Handel membedakannya seperti penjelasan di bawah ini.
Dari karakteristik aransemennya, kita dapat melihat kontras yang sangat bertolak belakang. Salah satu yang sangat unik adalah pada bagian “since by man came death“, di mana ini adalah satu-satunya bagian yang dinyanyikan secara a cappella di seluruh oratorio. Bahkan untuk Handel sendiri, a cappella merupakan sebuah karakteristik yang unik dibandingkan karya-karya lainnya, bahkan di dalam konteks Baroque yang sering kali menggunakan basso continuo untuk konteks seperti ini. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan keheningan di dalam kematian. Di dalam bagian ini, kita akan merasakan hilangnya hal yang esensial, kekosongan, atau perasaan yang kurang dibandingkan dengan iringan orkestra. Ini sebuah analogi yang baik dalam musik untuk menggambarkan kematian. A cappella mewakili gaya bermusik lama yang berkembang di gereja sejak abad ke-7 dan 8. Handel juga menggunakan chromatic line atau semitone (setengah nada) yang akan menghasilkan nada yang tidak enak untuk didengar. Dalam dunia musik, chromatic line umumnya menyimbolkan kegelapan, keraguan, dan dukacita. Di bagian akhir, yaitu ketika paduan suara menyanyikan kata “death” dan “die“, pendengar dapat mendengar suara yang makin sayup layaknya orang yang akan menghadapi kematian.
Dan kita akan merasakan sebuah suasana yang begitu kontras ketika memasuki bagian “by man came also the resurrection“. Kita dapat kembali mendengar iringan instrumen musik pada bagian ini sehingga akan muncul kesan meriah. Penggunaan instrumen musik mewakili gaya bermusik baru yang berkembang pada abad ke-16. Berlawanan dengan bagian sebelumnya, pada bagian ini Handel menggunakan nada diatonic yang menunjukkan kepastian dan kegembiraan. Kita juga dapat mendengar loncatan nada dan penekanan yang cukup sering, sehingga bagian ini akan terdengar dinamis dan hidup. Pada bagian ini, kita merasakan suasana yang begitu sukacita dan riang, bagaikan cahaya yang secara mendadak menyingkapkan kita dari dalam kegelapan. Lagu ini secara bersahut-sahutan membandingkan kedua bagian ini, untuk memberikan penggambaran yang kontras antara kematian di dalam Adam dan kehidupan di dalam Kristus.
47. Accompanied recitative: Behold, I tell you a mystery
Behold, I tell you a mystery; we shall not all sleep, but we shall all be changed in a moment, in the twinkling of an eye, at the last trumpet. (1Cor. 15:51)
Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. (1Kor. 15:51)
Lagu “Behold, I tell you a mystery” menggunakan gaya recitative, atau bagian oratorio yang dinyanyikan dengan ritme seperti seorang yang sedang berbicara, yang dinyanyikan oleh solois bas. Ritme dan melodi bagian ini membuat sang solois seperti benar-benar sedang menceritakan rahasia yang mencengangkan kepada semua pendengar. Lagu ini menggunakan kombinasi nilai ketukan 1/4, 1/8, dan 1/16, serta variasi dalam pemenggalan suku kata untuk menghadirkan suasana berbisik, seperti seorang yang menceritakan rahasia. Di sisi yang lain, ini juga memberikan suasana yang mendebarkan dan penuh semangat karena ada bagian yang dimainkan dengan lebih dramatis. Bagian ini adalah satu kesatuan dengan bagian berikutnya yang menceritakan mengenai orang-orang percaya yang akan dibangkitkan ketika suara nafiri dibunyikan.
48. Aria: The trumpet shall sound
The trumpet shall sound, and the dead shall be raised incorruptible, and we shall be changed. For this corruptible must put on incorruption and this mortal must put on immortality. (1Cor. 15:52-53)
Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah. Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati. (1Kor. 15:52-53)
Bagian ini dinyanyikan sebagai aria, sehingga dinyanyikan dengan lebih ekspresif oleh sang solois bas. Baik “Behold, I tell you a mystery” maupun “The trumpet shall sound” sama-sama menggunakan tangga nada D yang sering digunakan untuk menggambarkan kemegahan, kemuliaan, dan kemenangan. Karya musik klasik yang digubah untuk acara dengan suasana perayaan, misalnya pelantikan raja, pujian untuk keagungan raja, atau perayaan kemenangan suatu kerajaan umumnya menggunakan tangga nada D.
Lagu “The trumpet shall sound” sendiri tergolong sebagai dal segno aria, atau aria dengan motif A-B-A. Namun, bagian “A” yang kedua bukan pengulangan lengkap dari “A” yang pertama. Pengulangan pada dal segno aria memberikan kesempatan kepada solois untuk membawakan ekspresi serta interpretasi terbaiknya terhadap aria yang dinyanyikan. Bahkan di abad ke-17 dan 18, sangat wajar bagi solois untuk memberikan embellishment pada bagian pengulangan ini, yakni variasi not-not tambahan atau yang saat ini kita kenal sebagai “improvisasi”. Sesuai dengan judulnya, lagu ini memberikan bagian kepada solo trompet. Alunan trompet serta dinamika dan tempo yang digunakan, yakni pomposo, ma non allegro, menghadirkan kesan keagungan dan kemenangan dari kebangkitan tubuh (pomposo = megah, ma non allegro = tetapi tidak allegro/lincah).
Beberapa bagian yang dapat kita perhatikan adalah pada kata “changed” (diubah) yang menggunakan rangkaian melodi yang mengalun panjang dan bergerak naik turun, seolah-olah menggambarkan perubahan yang terjadi pada setiap orang yang percaya.
Selain itu, pada kata “immortality” (ketidakbinasaan), Handel menggunakan rangkaian melodi yang paling panjang dalam lagu ini. Kata tersebut dinyanyikan selama 11 birama untuk menggambarkan bagaimana tubuh yang baru yang akan kita terima tidak akan binasa untuk selama-lamanya.
Simon Lukmana
Pemuda FIRES