Topik “Janganlah membawa kami masuk ke dalam pencobaan” adalah problema ke-3 hidup manusia di dunia ini. Kita telah membicarakan tiga hal tentang Allah: Nama-Mu dikuduskan, Kerajaan-Mu datang, dan kehendak-Mu jadilah. Angka 3 adalah angka Allah. Kita memulai Doa Bapa Kami dengan memandang Tuhan, dan sesudah itu disambut dengan empat hal tentang manusia. Angka 4 adalah angka manusia.
Manusia dicipta Tuhan di dalam status unik dan sebagai pribadi yang harus bertanggung jawab. Tuhan menciptakan manusia yang unik, berbahaya, dan statusnya berada di antara Allah dan setan. Allah berkata, “Marilah Kita menciptakan manusia menurut peta teladan Kita.” Salah satu elemen peta teladan Allah yang berhubungan dengan ayat ini adalah tentang kedaulatan. Allah memiliki kedaulatan. Kedaulatan berarti kebebasan sepenuhnya ada pada diri Allah sendiri, yang tidak pernah perlu ada desakan dari luar atau unsur pengaruh luar. Ia sendiri yang menetapkan arah-Nya. Allah kita ialah Allah yang berdaulat dan mewahyukan bahwa Allah adalah satu-satunya yang bekerja secara sendiri. Allah demikian barulah bisa disebut Allah.
Saya tidak setuju dengan pernyataan John Stott bahwa kebebasan Allah itu tidak mutlak. Jika tidak mutlak, bolehkah disebut sebagai Allah? John Stott berargumen bahwa kebebasan Allah tidak mutlak karena Allah tidak berdosa, tidak menyangkal diri, tidak bisa melakukan hal yang tidak baik, yang tidak suci, tidak berdasarkan kemurahan, dan tidak berdasarkan keadilan. Mungkinkah pikiran manusia menggabungkan kemutlakan kebebasan Allah dengan kondisi Allah yang tidak melawan semua kehendak Allah?
Jika Allah suci, adil, dan baik adanya, maka Allah tidak mungkin berbuat yang tidak suci, tidak adil. Jika demikian, Allah tidak berkemampuan dan berkebebasan berbuat yang tidak baik. Maka saya menggabungkan kedua konsep ini. Allah bebas penuh dan mutlak, tetapi kebebasan Allah yang mutlak sekaligus berkait dengan kerelaan Allah menaklukkan hak kebebasan-Nya ke bawah atribut moral-Nya. Dengan demikian Allah bukan tidak terbatas, tetapi Ia sendiri rela mengikat diri. Allah tetap bebas, tetapi Ia sengaja membatasi kebebasan-Nya di dalam kedaulatan-Nya untuk tidak keluar dari kebajikan dan keadilan-Nya. Dengan demikian Allah kita adalah Allah yang bertanggung jawab dan tidak dibatasi oleh siapa pun.
Alkitab berkata, “Allah tidak berubah dan tidak ada gerakan dari bayangan-Nya.” Di dalam bayangan-Nya tidak ada goncangan atau pemindahan. Bayangan adalah perpanjangan garis antara cahaya dan keberadaan kita. Jika saya makin dekat dengan terang, terjadi perubahan bayangan. Ketika saya makin mendekati titik terang, bayangan saya semakin besar. Hal ini memberikan pengertian kepada kita, bahwa ketika kita semakin dekat dengan Tuhan, setan semakin giat bekerja, ketika kita semakin dekat Tuhan, kegelapan semakin merajalela. Sampai ketika kita sangat dekat dengan terang, saat itu kita menjadi penudung terang dan belakang kita, yaitu eksistensi dari ekspansi bayangan gelap tadi.
Namun, pada saat kita sudah begitu dekat sampai menyatu dengan terang itu, mendadak bayangan gelap itu hilang dan semua menjadi terang. Ketika kita berada di depan terang, bayangan itu kurus; tetapi semakin dekat, bayangan itu menjadi semakin gemuk dan membesar. Ketika kita sudah dekat sekali, kita akan menudungi seluruh terang, maka gelap di belakang kita menjadi begitu besar sampai seperti tak berhingga. Namun, ketika kita melangkah mendekat lagi sampai bersatu dengan terang, gelap itu sama sekali hilang. Di situ terjadi kondisi jarak nol (zero distance), sehingga tidak ada bayangan.
Jika saya bersatu dengan terang, menyatu dan tidak ada jarak. Di situ saya dan terang adalah satu. Sekarang hal itu tidak mungkin terjadi, karena kita sedang melalui perjalanan umat tebusan, di mana kita belajar semakin dekat dengan Tuhan, tidak mungkin bersatu dengan terang. Tetapi dalam Efesus 1:10 dikatakan sampai akhirnya segala sesuatu akan bersatu di dalam Kristus. Inilah waktu di mana dunia kiamat dan kehendak Tuhan jadi. Pada saat dunia kiamat dan kehendak Tuhan jadi, semua yang ditebus, dipilih, diperanakkan, dan diperbarui, bersatu dalam Kristus dan Kristus berada di dalam Allah sendiri. Pada saat itulah kita baru mengerti apa artinya “Allah itu terang” (God is light). Di titik pusat terang itu, tidak mungkin kita bisa melihat bayangan apa pun, karena bayangan itu ada akibat adanya jarak antara eksistensi dan sumber terang.
Ketika manusia berada di dalam Tuhan dan kita menemukan Tuhan berada di dalam dirinya dan dirinya menyatu dengan Sumber Terang. Tuhan tidak berjarak dengan terang, karena Ia adalah terang. Di dalam agama lain, ada dua istilah, yaitu Allah yang penuh rahmat dan Allah yang penuh kasih setia (rahmaniah dan rahimiah). Tetapi itu hanyalah sifat Allah, bukan pribadi Allah itu sendiri. Di dalam kekristenan, kita tahu bahwa Allah itu adalah kasih, terang, kebenaran, dan kemurahan itu sendiri. Maka tidak ada jarak antara Allah dan moralitas dan kebajikan Allah. Maka dengan demikian, dalam Allah tidak ada kegelapan, bayangan ataupun perubahan bayangan. Perubahan bayangan terjadi karena saya berpindah tempat, sehingga ada perubahan jarak antara saya dan terang.
Ketika Allah menciptakan manusia, manusia berada di tengah antara Allah dan setan. Ini merupakan suatu kesulitan, maka manusia diberi kebebasan. Kebebasan manusia tidak mutlak, karena kebebasan ini bukan milik diri, sehingga harus dihakimi Allah pada hari terakhir. Suatu hari kita harus berdiri di hadapan Tuhan, lalu memperhitungkan apa yang pernah kita lakukan berdasarkan keputusan kehendak bebas kita masing-masing. Kebebasan Allah tidak perlu sumber, karena Allah sendiri adalah Sumber alam semesta. Kebebasan Allah mutlak, karena Allah tidak perlu bertanggung jawab kepada “sesuatu” yang lebih tinggi dari diri-Nya. Allah sendirilah Oknum tertinggi, yang kekal, dan selamanya.
Kebebasan manusia adalah kebebasan yang diberi. Kekuatan dan kesempatan kebebasan itu pun juga diberi. Bahkan kekuatan menggunakan kebebasan untuk melawan Tuhan juga diberikan oleh Tuhan. Tetapi, mengapa Tuhan memberikan kekuatan, kesempatan, kebebasan untuk bisa dan boleh melawan Dia? “Kemauan” merupakan tema besar yang dibicarakan oleh semua agama. Buddha berkata, “Sengsara datang dari kemauan. Orang yang tidak pernah menginginkan apa pun akan terhindar dari sengsara. Tetapi yang punya keinginan, keinginannya mendesak dia menuju kesengsaraan yang tidak habis-habis. Kemiskinan datang dari perbandingan. Jika engkau membandingkan diri dengan orang lain, akhirnya timbul keinginan, dan dari keinginan yang jahat timbul iri hati. Dari situ penderitaan yang tidak habis-habis akan engkau tanggung. Jika engkau tidak pernah menginginkan sesuatu, maka engkau tidak akan pernah iri hati dan tidak akan menuntut apa pun di luar kemampuanmu. Dengan demikian engkau akan tenang dan damai menerima apa yang ada.” Ketika engkau menyalahgunakan kebebasan yang dianugerahkan Tuhan kepadamu, engkau akan mati, membunuh diri sendiri dan rusak sendiri. Inilah suatu paradoks antara kebahagiaan dan kebahayaan.
Mengapa perlu kebebasan? Jika manusia tidak diberi kebebasan, manusia tidak mungkin bisa salah pilih, tidak bisa diadili, dan masuk neraka. Setelah manusia menggunakan kebebasan, barulah ia bisa diadili. Sesudah seseorang mempunyai, menggunakan kebebasan, dan mendapat celaka barulah menyadari bahwa lebih baik tidak punya kebebasan agar tidak celaka. Kebebasan jika sudah kita pakai, seharusnya kita tidak boleh tolak dan lawan. Manusia menolak kebebasan setelah dia sadar bahwa kebebasan itu telah menimbulkan kesulitan dan celaka. Ia pikir kebebasan itu memberikan kebahagiaan. Dan memang kebebasan memberikan kebahagiaan tetapi juga mengandung bahaya. Ketika kita mau menikmati kebahagiaan kita juga harus sadar adanya bahaya dan bisa menjadi celaka. Maka kita tidak boleh mempersalahkan Allah mengapa memberikan kemungkinan kebahagiaan dan sekaligus kemungkinan bahaya.
Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia agar manusia boleh menjadi makhluk yang memiliki nilai moral. Orang yang tidak memiliki nilai moral, tidak mungkin bisa memilih. Seseorang tidak mungkin menjadi baik jika tidak ada ujian. Seseorang tidak bisa dikatakan baik jika ia tidak memiliki kesempatan untuk bisa berbuat jahat. Jika jalan hanya bisa lurus, tidak mungkin ke kiri atau ke kanan, maka engkau tidak bisa memilih. Jika tidak ada kebebasan maka tidak ada moral, karena manusia tidak punya pertimbangan untuk memilih yang benar. Tuhan tidak ingin manusia menjadi robot yang tidak mempunyai pilihan. Itulah sebabnya Tuhan menciptakan engkau di antara Allah dan setan, sehingga ada pilihan untuk engkau mau memihak Allah melawan setan, atau memihak setan melawan Allah. Di situlah Tuhan memberikan kebebasan dalam kondisi awal sebagai kebebasan pertama. Kebebasan pertama yang ada pada Adam berbeda sekali dengan kebebasan keturunan Adam yang sudah lahir di dalam dosa. Kebebasan Adam adalah kebebasan yang netral, mewakili kebebasan seluruh manusia. Kebebasan kita setelah Adam adalah kebebasan yang bisa dan ingin memilih dosa, tetapi tidak mungkin memilih Tuhan. Inilah perbedaan kebebasan sebelum dan sesudah kejatuhan manusia ke dalam dosa.
Agustinus membedakan empat tingkat: a) bisa berdosa; b) tidak bisa tidak berdosa; c) bisa tidak berdosa; dan d) tidak bisa berdosa, kondisi di mana kita sudah ditebus dan disempurnakan oleh Kristus melalui ujian pencobaan, yang akhirnya kemenangan Kristus memberikan hidup baru dalam kekekalan, membuat engkau mencapai kemungkinan untuk tidak berbuat dosa lagi selama-lamanya. Di dalam tahap akhir ini, kelengkapan Yesus pada hari kiamat membawa engkau ke sorga dan tidak mungkin berdosa lagi (non posse peccare).
Kebebasan ini berbeda dengan kebebasan Allah. Kebebasan Allah adalah kebebasan mutlak. Kebebasan mutlak Allah adalah kebebasan mutlak yang diletakkan di bawah, yang tunduk, takluk, dan taat kepada segala atribut moral Allah, sehingga Allah rela menjadi Allah yang tidak berdosa. Allah rela menjadi Allah yang setia selamanya tidak berubah.
Ketika Adam dicipta di Taman Eden, Allah membiarkan ular masuk ke Taman Eden di mana pohon terlarang ada di situ. Allah sendiri berada di situ dan berfirman kepada Adam. Kalimat pertama Allah, “Adam, semua buah dalam taman ini boleh kamu makan buahnya, tetapi buah dari pohon terlarang, yaitu pohon pengetahuan tentang hal yang baik dan yang jahat jangan kaumakan buahnya.” Ini adalah 1) perintah, 2) hukum, 3) larangan dan 4) batasan bagi kebebasan. Allah memberikan kebebasan kepada manusia. Allah juga memberikan pembatasan untuk mengikat kebebasan itu sampai batas tertentu. Ketika Allah mengatakan hal pertama, kedua, ketiga, keempat, semua menjadi satu, yaitu, “Jika engkau mendengar kalimat-Ku, engkau taat firman-Ku, maka hubunganmu dengan materi, sesama manusia, setan, dan nasib kekekalanmu akan beres.” Ini adalah theologi dasar yang tercantum di dalam Kejadian 3. Juga di sini terjadi kekacauan epistemologi dan pluralisme dari semua pikiran yang memutlakkan yang tidak mutlak dan menidakmutlakkan yang mutlak.
Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi berdasarkan setiap kalimat yang keluar dari mulut Allah. Prinsip ini sudah terlihat di dalam Kejadian 3. Allah menciptakan manusia di tengah Allah dan setan bukan kebetulan. Itu adalah rencana kekal Allah. Tetapi setan tidak tinggal diam. Setan berusaha menarik manusia agar tidak netral lagi. Ia akan membuat manusia memihak dia dan melawan Tuhan, sehingga engkau menjadi alat di tangannya untuk menjadi pengacau rencana dunia rohani. Di tengah kedua hal ini kita harus memilih.
Yesus berkata, “Berdoalah kepada Bapamu, jangan bawa aku ke dalam pencobaan.” Itu berarti pencobaan secara objektif ada, dan engkau tidak bisa tidak harus menghadapi pencobaan. Allah memiliki tujuan bagi kita, maka Allah menetapkan tujuan hidup kita menurut apa yang Tuhan wahyukan kepada kita. Setan bertujuan memperalat kita, agar tujuannya tercapai dan kita dikorbankan. Perbedaannya ialah, Allah memberi sengsara untuk menguji kita, sedangkan setan memberi hiburan untuk menggoda kita. Setiap manusia harus mempunyai ujian dan pencobaan, dicoba dan diuji sebagaimana Adam dicobai Iblis dan dituntut Allah. Akhirnya ketika dalam ujian, Tuhan menyerahkan Adam untuk digoda oleh setan, dan Adam gagal. Sebagaimana Ayub dicobai setan dan Tuhan memakai pencobaan itu sebagai ujian untuk membuktikan bahwa Ayub setia, tekun, dan sabar mengikut Tuhan. Adalah rencana Tuhan bahwa setiap manusia harus diuji dan dicobai. Ketika Kristus menjadi manusia pun, Ia tidak luput dari rencana ini. Oleh karena itu, jangan menganggap engkau boleh menghindar dari hal ini. Tuhan membiarkan setan mencobai engkau. Jika akhirnya, dengan kebebasanmu engkau tidak mau mengikut Dia, Tuhan akan menghargai kebebasanmu, namun engkau akan dihakimi Tuhan pada hari kiamat. Allah tidak mencobai seseorang dan Ia sendiri tidak dicobai.
Seperti telah diungkap sebelumnya, pencobaan dan ujian memiliki tiga perbedaan: a) berbeda sumber; b) berbeda motivasi; dan c) berbeda tujuan. Kontras ini dinyatakan dengan bagaimana benih wanita akan melawan ular dan benih ular akan melawan benih wanita. Juga Allah menyatakan dalam Kitab Yeremia, “Israel, Aku tidak pernah mempunyai niat buruk kepadamu.” Setan juga tidak pernah mempunyai niat baik kepada kita. Setan berusaha berbuat jahat, menghancurkan, dan mematikan kita. Inilah tujuan setan. Maka kita perlu berdoa seperti yang Tuhan Yesus ajarkan, “Janganlah bawa kami ke dalam pencobaan.” Itu berarti kita harus putus hubungan dengan setan.
Di dalam Alkitab berulang kali Yesus berkata, “Apa hubungan-Ku dengan engkau?” Yesus pernah mengatakan perkataan ini kepada Maria, ibu jasmani-Nya. Dalam hal ini Yesus ingin mengatakan bahwa untuk melakukan mujizat, engkau tidak berbagian. Allah yang melakukan mujizat, bukan manusia. Kini kita perlu mengerti hubungan antara pencobaan dan ujian dari Tuhan.
Jika pencobaan dari Iblis dan ujian dari Tuhan, apakah ada hubungan antara keduanya? Allah tidak pernah berniat jahat, mungkinkah Allah bekerja sama dengan setan untuk mencobai manusia? Ketika Ayub dicobai setan, pada saat yang sama ia sedang diuji oleh Allah. Allah sama sekali tidak memperalat setan untuk merugikan Ayub. Sementara Tuhan memperkenankan setan memakai Allah untuk menyusahkan Ayub. Di sini kita melihat Allah membiarkan hal itu, karena ada tujuan yang lebih tinggi. Ketika setan mau merusak Ayub, ia tahu bahwa ia tidak punya kuasa dan kebebasan mutlak. Itu sebab ia harus datang kepada Allah. Apakah itu berarti setan bisa masuk sorga? Pengertian ini melampaui keadaan tiga dimensi kesementaraan. Konsep ini melampaui ruang dan waktu. Konsep kita tentang Allah adalah Allah yang melampaui ruang dan melampaui waktu. Ketika Allah sedang rapat dengan malaikat Tuhan, setan menghadap Allah. Itu berarti Allah melihat apa yang setan lakukan. Setan berkata, “Saya melihat dia takut Tuhan. Tetapi ia baik karena Engkau memberkati dia. Coba angkat semua berkatnya, pasti ia akan melawan Engkau.” Tuhan tertawa, apakah umat Tuhan yang sejati hanya menjadi umat ketika mendapat berkat. Maka Tuhan menyerahkan Ayub untuk dicobai Iblis. Namun, Iblis tetap tidak boleh mengambil nyawanya. Di sini kita melihat prinsip bagaimana Tuhan memberi ujian kepada manusia, tetapi ada batasnya. Janganlah manusia bodoh dengan memarahi Tuhan ketika sedang diuji oleh Tuhan. Setan turun ke dunia di mana Ayub berada. Unta, domba, lembu, bahkan kesepuluh anak Ayub diambil oleh setan. Ini ujian yang terlalu berat dan sangat menakutkan bagi setiap kita. Saat itu Tuhan dengan diam-diam melihat. Apakah Tuhan memperalat setan untuk mempermainkan manusia? Tidak. Tuhan sedang memberikan ujian melalui pencobaan yang dilakukan oleh setan.
Tuhan akan membuktikan bahwa milik-Nya akan menang dalam ujian, tidak akan jatuh setelah dicobai, dan akhirnya tetap cinta Tuhan. Tuhan berkata, “Bukan Aku tidak tahu engkau baik. Aku akan membuktikan pada orang lain, anak-Ku baik, dan bisa tahan uji.” Kalimat terkenal Socrates, “Hidup yang tidak teruji tidak layak dihidupi.” Ketika Tuhan menguji engkau, janganlah melarikan diri, jangan mencela Allah, atau marah kepada Tuhan. Ketika Ayub dicobai dan diserang setan, Allah bukan sedang memperalat setan, tetapi itu adalah keinginan setan untuk merusak anak Tuhan. Demikian pula ketika Tuhan memakai Yudas menjual Yesus, itu bukan Allah memperalat Yudas. Yesus berkata, “Yang engkau ingin kerjakan, kerjakan sekarang.” Itu pekerjaan yang diinginkan oleh Yudas, bukan yang direncanakan Allah. Dan karena manusia ingin berbuat dosa, Allah membiarkan manusia berbuat dosa. Melalui dosa dan pencobaan itu, Tuhan mengizinkan manusia diberi ujian dan pencobaan untuk membuktikan sesuatu yang tidak ada pada hewan. Tujuan Iblis adalah membawa engkau ke dalam dosa, tetapi tujuan Allah adalah untuk membawa engkau berbagian dalam kesucian Tuhan. Dengan demikian, kita tahu bahwa Allah tidak berbuat salah. Ketika pencobaan dan godaan mengelilingi kita dan ketika tangan setan mau merusak dan membawa kita jatuh ke dalam dosa, kita harus berdoa, “Jangan bawa aku ke dalam pencobaan.” Inilah kalimat penting dalam hubungan kita dengan setan yang boleh kita doakan di hadapan Tuhan. Amin.