Judul yang diberikan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) untuk doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus ini kurang tepat. Judul “Doa Bapa Kami” memberi kesan seolah Bapa yang
berdoa. Bapa tidak berdoa. Doa ini diajarkan Kristus kepada manusia bagaimana bisa berdoa kepada Allah dengan benar.
Ketika kita berdoa, kalimat pertama “Bapa kami yang di sorga” membedakannya dengan doa semua agama, karena di dalam kalimat ini kita memiliki hubungan yang begitu intim dengan Allah di sorga. Tidak ada agama yang memanggil Allahnya sebagai Bapa. Agama Islam mengenal seratus nama Allah, tetapi tidak ada “Bapa”. Di dalam Hindu, Buddha, Konfusianisme, Taoisme juga tidak ada kalimat “Bapa kami yang ada di sorga”. Di sini kita melihat orang Kristen diberi hak menjadi anak-anak Allah.
Dari sejak Perjanjian Lama Tuhan berkata, “Yang bukan anak-Ku dan umat-Ku, Aku panggil mereka sebagai anak-Ku dan umat-Ku. Dan Aku juga disebut mereka sebagai Bapa.” Yesus datang ke dunia dan mengajar, “Barang siapa yang mempunyai Anak, ia mempunyai Bapa. Barang siapa tidak mengenal Anak, tidak mengenal Bapa.” Kalimat seperti ini tidak pernah muncul dari pendiri agama mana pun. Di sini kita bisa menikmati, mempraktikkan hak istimewa, dan menyebut “Bapa di sorga”.
Doa pertama ini bukan minta uang, sejahtera, kesehatan, anak, atau kekayaan dunia. Ini pelajaran bagi kita, orang Kristen jangan sibuk berdoa untuk kebutuhan diri sendiri. Itu adalah doa kafir, doa agama yang tidak mengenal Tuhan. Jika engkau anak Tuhan, berkatalah: “Dikuduskanlah nama-Mu” karena Allah memang kudus, tidak menjadi kudus karena doa kita, berbeda dengan diri kita yang perlu dikuduskan setiap saat agar hidup tidak berdosa, tidak najis, dan menjadi suci. Allah memang sudah suci, kudus, dan tidak berdosa, maka Allah tidak perlu dikuduskan.
Tetapi “Engkau dikuduskan” yaitu agar orang bisa mengaku, menghormati, dan berbakti kepada Allah yang suci adanya. Telah dibahas bahwa konsep kesucian berbeda-beda, di Protestan diindikasikan dengan moralitas, di Katolik dengan tempat pengasingan, di agama lain sebagai sesuatu yang menakutkan dan tidak boleh sembarangan dekat. Di dalam faktanya, orang-orang yang dianggap orang suci kebanyakan hidup tidak suci. Istilah kesucian sudah dirancukan dengan berbagai pandangan, sehingga perlu kembali kepada Alkitab. Ketika Allah memberikan Taurat, di dalam Roma 7 Paulus mengatakan bahwa Taurat itu menyatakan kesucian, keadilan, dan kebajikan Allah. Ada perbedaan mutlak dan definitif antara pengertian kesucian di dalam Alkitab dan dalam agama-agama dan filsafat.
Pada tahun 1910-an, Rudolf Otto, seorang theolog Jerman, pergi ke Tibet, India, Kashmir, Tiongkok, dan beberapa daerah lainnya. Ia adalah orang kedua setelah Montesquieu yang berkeliling Asia untuk menyelidiki perbedaan hukum dan budaya. Setelah kembali, ia menulis buku The Idea of the Holy, hanya sekitar seratus halaman, tetapi berpengaruh lebih seratus tahun di seluruh dunia. Asia adalah satu-satunya benua yang menghasilkan agama besar yang bermoral dan abadi. Ini tidak pernah muncul di Eropa, Amerika, Amerika Latin, dan Afrika. Yudaisme, Kristen, Islam, Hinduisme, Buddhisme, Shintoisme, Konfusianisme, Zoroasterianisme, semuanya di Asia. Kita perlu membicarakan kesimpulan Otto karena kita sedang berbicara tentang kekudusan. Otto berkata, “Mari kita telusuri dan simpulkan, apa yang dimengerti agama di Timur tentang kesucian.” Otto mendapat tiga kesimpulan, di mana yang disebut suci tidak tentu bersih dan bermoral baik. Tempat suci seperti Gunung Kawi, kelenteng Sam Po Kong, masjid, Mormon Tabernacle, Vatican, dan Lourdes bukanlah tempat-tempat yang sangat bersih. Otto berkata, “Ada tiga elemen sehingga suatu tempat atau jabatan disebut suci,” yaitu:
1) Sifat keagungan. Keagungan, di mana ketika orang melihatnya, ia baru sadar bahwa dirinya kecil. Kenapa Borobudur besar? Siapa yang perlu tinggal di dalam? Kenapa Vatican begitu tinggi? Allah yang mana yang tinggal di dalam? Tempat agama selalu dipandang lebih agung dari istana. Tempat yang paling dikagumi dan paling dihormati bukan istana, karena orang yang tinggal di istana banyak yang menjadi musuh rakyat, sehingga istana dibenci rakyat. Hanya keindahan dan keagungan arsitek yang diingat orang. Louvre, istana Napoleon, Hermitage, Winter Palace of St. Petersburg yang ditinggalkan Catherine the Great, semuanya sekarang menjadi museum. Museum terbesar dan terbaik di dunia adalah Louvre di Paris dan Hermitage di St. Petersburg. Jika kita ke Eropa, kita melihat istana itu lebar, sedangkan gereja tinggi. Orang Kristen ketika berbakti pada Tuhan, mata dan tangannya ke atas, sehingga kita memerlukan pengertian vertikal yang menyatakan jarak antara Allah dan manusia yang begitu jauh tak terbatas. Raja memikirkan dunia, sementara orang Kristen memikirkan sorga; raja sebisanya mendapat tanah sebanyak mungkin, orang Kristen mengharapkan sorga yang tidak terbatas. Rudolf berkata, “Keagungan adalah pengertian pertama tentang apa yang disebut agama, apa yang disebut kesucian.”
2) Kedahsyatan yang menakutkan. Ketakutan yang sudah melewati batas akan menimbulkan pemberontakan. Kita takut kepada raja, tetapi kalau raja itu terlalu jahat, akhirnya rakyat berontak. Tetapi kuasa selalu turun dari satu raja jahat ke raja yang lebih jahat, sehingga dunia tidak pernah memberikan sejahtera, sentosa, peristirahatan, dan keamanan kepada rakyat dari zaman ke zaman. Hal ini karena kerajaan dunia tidak bisa memuaskan kebutuhan manusia.
3) Sifat misterius. Semakin tidak dimengerti semakin suci. Apa perbedaan gereja dan masjid? Gereja berusaha menjelaskan firman Tuhan sampai pikiranmu mengerti logika firman, makin beriman, makin mengerti, dan makin percaya. Ini Kristen yang bertanggung jawab. Pemikiran Islam lebih membawa orang kepada pikiran dan hal yang bersifat misterius. Makin tidak mengerti, makin percaya. Ini perbedaan Islam dan Kristen Reformed. Paulus berkata, “Aku mengerti apa yang aku percaya.” Gereja Karismatik berbeda dari Reformed, karena Reformed mau engkau mengerti mengapa anugerah, firman, wahyu, dan karya Tuhan begitu besar, dan itu membuat engkau percaya kepada Tuhan dan mau mengerti lebih dalam lagi. Orang Karismatik beriman tetapi bukan karena firman, melainkan karena keyakinan diri. Mereka menyatakan, “Tuhan, aku beriman, maka sembuhkan aku.” Jadi imannya memerintah Tuhan, memaksa Tuhan, dan mengatur Tuhan. Tuhan dijadikan pelayan manusia. Iman seperti ini tidak sesuai dengan firman. Iman sejati adalah iman yang datang dari pendengaran akan perkataan Kristus. Hampir semua agama mempunyai motivasi yang sama, yaitu pergi ke tempat ibadah untuk meminta berkat. Tetapi jika diperhatikan mereka bukan meminta karena ketaatan kepada Tuhan. Mereka minta kepada yang bukan Tuhan, tetapi suatu keyakinan diri akan keinginan diri sendiri. Ada agama yang sebenarnya tidak memiliki konsep Tuhan Allah yang jelas, yang berpribadi, dan yang bisa bertindak memenuhi keinginan kita. Agama-agama sibuk mencari berkat dan keuntungan, dan untuk motivasi itulah mereka menyembah dan beribadah dengan serius dan berapi-api. Tetapi jika diperhatikan, motivasinya adalah egoisme.
Di Korea, banyak gereja yang masih menggunakan pemikiran lama, yaitu Shamanisme. Mereka dulu berdoa untuk meminta kekayaan, keuntungan bisnis, kelancaran usaha, kesehatan, minta jodoh, minta anak, dan seterusnya. Sekarang pun berdoanya tetap sama, hanya memakai nama Tuhan Yesus. Janganlah kita menganggap semua orang yang sudah dibaptis pasti Kristen. Tuhan Yesus sendiri berkata, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan mereka yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga” (Mat. 7:21). Jika engkau adalah orang Kristen, kiranya Tuhan bekerja di dalam hatimu, dan engkau ingin nama-Nya dikuduskan di seluruh muka bumi. Dan untuk itu kiranya kita terlebih dahulu dikuduskan oleh Tuhan.
Tuhan berkata, “Kau harus suci dalam segala yang kaulakukan, karena Aku Allah yang memanggil engkau adalah Allah yang kudus.” Tiga konsep yang disimpulkan Otto, yang disebut suci dalam agama, belum tentu kekudusan seks, moral, dan kelakuan, tetapi perasaan keagungan, perasaan kedahsyatan, dan perasaan misterius. Kesucian seperti ini berbeda dengan kesucian Allah. Allah berkata, “Di dalam segala kelakuan, kau harus suci; suci secara raga dan jiwa.” Kesucian secara raga (badan) berarti engkau jangan berzinah, karena tubuh ini bersifat materi dan materi yang mempunyai fungsi seks itu untuk menurunkan keturunan, jangan dipermainkan. Tuhan telah memberikan kenikmatan indrawi terbesar berkaitan dengan tubuh manusia yaitu kenikmatan di dalam seks. Tidak ada bagian tubuh lain, yang memiliki sistem saraf yang lebih peka, lebih enak, lebih limpah dari saraf di sekitar alat kelamin. Tetapi jika kau permainkan seks di jalan yang tidak benar, engkau jadi menjijikkan. Selain itu, mulut kita harus juga suci. Jangan memasukkan narkoba, dan sejenisnya. Paulus berkata, “Engkau harus membersihkan, menyucikan dirimu dari kenajisan kedagingan.” Tuhan memberkati mereka yang murni hatinya.
Ketika berusia 26 tahun, saya membaca buku Søren A. Kierkegaard, yang mengungkapkan dengan dalam sekali tentang dosa yang tidak mematikan. Alkitab berkata ada dosa yang mematikan dan ada dosa yang tidak mematikan. Saya kagum, karena ada seorang filsuf yang mengerti dan membahas begitu dalam lebih dari seorang theolog. Ia juga menulis satu makalah tentang pure hearted man, one hearted man (orang yang murni hatinya, satu hatinya). Bagi Kierkegaard, kesucian berarti kemurnian, tidak menyimpang dari kemuliaan hati, yang hanya mau satu hal, yaitu memperkenan Tuhan. Saya pernah mengungkapkan tentang tiga hal yang membuat engkau pasti gagal, yaitu mengerjakan sesuatu demi: 1) uang, 2) diri sendiri, dan 3) menyenangkan orang lain. Kiranya Tuhan menguatkan kita, karena kita hanya mau menyenangkan Tuhan. Ia pasti memberkati mereka yang mau hidupnya memperkenan hati Tuhan. Ketika semua kerajaan dunia ini runtuh satu persatu, ada sekelompok orang yang berkata, “Datanglah Kerajaan-Mu.”
Kita hidup di dalam dunia yang banyak kesusahan, kesulitan, paksaan, dan tidak ideal. Itu sebabnya kita berharap Kerajaan Tuhan turun ke dunia. Kita menjadi tamu di dunia. Orang Kristen adalah musafir di dunia. Dunia ini bukan rumahku selamanya, sehingga aku mengharapkan Kerajaan Tuhan datang. Sebelum Kerajaan Tuhan datang, kita harus bersabar dan bersaksi. Selama kita menjadi tamu di dunia, kita harus membesarkan kebenaran Tuhan, mengabarkan firman Tuhan dan menginjili mereka yang belum mengenal Tuhan. Banyak orang hidup di dalam anugerah dan tidak menghargai anugerah. Kita punya kesempatan membagikan Injil dan bersaksi kepada mereka yang muslim, tetapi kita tidak pergunakan anugerah ini.
Allah berkata kepada Adam, “Adam, di manakah engkau?” karena Adam berdosa. Dan Allah bertanya kepada anak Adam, “Di mana saudaramu?” karena pribadi yang rusak, sehingga masyarakat dan pemerintah mulai rusak. Ketika hubungan manusia dengan Allah rusak, hubungan manusia dengan manusia lain juga rusak. Ketika manusia tidak mau diperintah Allah, manusia juga tidak bisa diperintah oleh orang lain. Itu sebab kerajaan di dunia mulai rusak di generasi kedua.
Ketika Kain ditanya, “Di manakah saudaramu?”, ia bukan saja tidak mengaku, tetapi malah membela diri dengan menyanggah, “Apakah aku penjaga adikku?” Setelah Habel dibunuh, Kain diusir oleh Tuhan dan mulai berkeliaran di dunia. Kain bukan mengaku, tetapi berdebat dengan Tuhan. Tuhan menyatakan bahwa Ia tahu Kain telah membunuh adiknya. Maka dalam Hukum Pertama sampai Keempat, kita harus memperbaiki hubungan kita dengan Allah. Setelah itu kita menjalankan Hukum Kelima hingga Kesepuluh. Orang-orang Injili di abad ke-19 terus menekankan pentingnya hubungan manusia dengan Allah. Yesaya 59 berkata, “Bukan Allah kita telinga-Nya terlalu berat untuk mendengar doa kita, atau tangan-Nya terlalu pendek untuk menolong kita, tetapi sesungguhnya karena dosa kitalah kita telah dipisahkan dari Allah, sehingga Allah tidak menolong kita.”
Pada tahun 1918, Rauschenbusch menulis buku berjudul “The Theology of the Social Gospel”. Ia berkata, dosa bukanlah keterpisahan dari Allah, tetapi keterpisahan dari manusia. Saya tidak setuju dengannya, tetapi ia telah menyatakan hal yang dilupakan manusia. Ketika engkau memisahkan diri dari lingkunganmu, saudaramu, teman-temanmu, dan kawan sepermainanmu, engkau akan tersendiri. Maka Alkitab mengajarkan, “Cintailah Allahmu dan cintailah sesamamu.” Dengan membereskan relasi vertikal dan horizontal ini, barulah kita bisa hidup dalam keadaan baik. Adam ditanya, “Di manakah engkau?” Hubungan pribadi dengan Allah sudah hancur. “Di manakah saudaramu, Kain?” Hubungan antara manusia dan manusia sudah hancur. Sejak itu dunia menjadi tidak beres, pemerintah tidak beres, tiap orang ingin menjadi pemimpin. Ini adalah egoisme ajaran setan yang merongrong dan merusak hidup kita.
Tuhan memanggil Israel menjadi umat-Nya dan Ia menjadi Tuhan dan rajanya. Sampai suatu hari, ada kalimat yang berkata, “Kami bosan Tuhan menjadi raja. Kami ingin ada raja seperti bangsa-bangsa yang lain.” Samuel sedih sekali, bagaimana anak-anak Tuhan mau belajar kepada bangsa-bangsa kafir. Tuhan tidak membasmi orang-orang yang tidak tahu diri ini. Tuhan begitu menghargai demokrasi. Ini pertama kali Alkitab mencatat manusia melalui suara rakyat meminta Tuhan mengizinkan mereka mengubah sistem politik. Tuhan berkata, “Samuel, kabulkan.” Tuhan kita adalah Tuhan demokrasi, tetapi demokrasi dengan peringatan bahwa punya raja bukan menyenangkan, karena raja akan membuat istana dengan uang rakyat, akan meminta pajak banyak, memperkuat militer, raja suka berperang yang membuat rakyat harus berperang.
Tuhan berkata, “Biarlah, suara rakyat didengar, tetapi beri tahu mereka bahwa mereka akan semakin susah.” Sesudah itu, mereka memilih Saul. Saul satu kepala lebih tinggi dari orang lain, ganteng, besar perawakannya, gagah. Setelah orang Israel memilih Saul, Tuhan mengirim Goliat yang tiga kepala lebih tinggi untuk memberi tahu mereka, “Engkau salah, engkau tidak benar.” Jangan kira meninggalkan Tuhan itu benar. Sebenarnya engkau berada dalam kecelakaan. Sesudah masa itu, Israel mulai mengalami kerajaan dunia yang sementara. Dan kini Yesus datang ke dunia dan mengajar, “Berdoalah seperti ini, Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu.” Amin.