Mengenal Keunikan Kebudayaan Tionghoa
Apakah keunikan kebudayaan Tiongkok? Kedua, bagaimana posisinya di tengah budaya dunia kita? Ketiga, apa pengaruhnya di dalam sejarah dunia kita?
Kita perlu mengerti dan mendalami keunikan dari kebudayaan Tiongkok ini, sehingga ketika Anda dan saya mempelajari dan mengerti kebudayaan ini, kita tidak menjadi minder, sebaliknya menjadi bangga. Keunikan yang nyata tidak boleh ditolak, tidak boleh diabaikan, dan tidak dapat disangkal karena merupakan fakta nyata. Bangsa Tionghoa dapat dikatakan sebagai suatu bangsa yang sama sekali tidak mendapatkan wahyu khusus di sepanjang sejarahnya, tetapi telah menyelidiki segala bidang di dalam wahyu umum yang melampaui bangsa-bangsa yang lain, kecuali bidang ilmiah.
Saya sengaja menyisakan satu bidang, yaitu kecuali bidang ilmiah (sains). Bangsa dan kebudayaan yang paling tinggi menggarap ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan alam bukanlah bangsa Tionghoa, tetapi bangsa Gerika (Yunani). Gerika menemukan kebudayaan-kebudayaan di dalam aspek sains, metodologi untuk mempelajari dunia ciptaan ini, jauh melampaui kebudayaan-kebudayaan yang lain. Tetapi bangsa Tionghoa mempunyai suatu pengertian yang berasal dari anugerah umum (common grace) dan pengertian dari wahyu umum (general revelation). Ini cara kita melihat budaya dari kerangka Theologi Reformed. Ketika Anda tidak memiliki kerangka Theologi Reformed, maka sekalipun Anda berpuluh-puluh tahun menjadi orang Kristen, pemikiran Anda akan tetap kacau dan tidak dapat memikirkan dunia ini dengan pemikiran yang matang.
Filsafat Asia (filsafat Tionghoa) merupakan suatu kematangan pikiran yang memikirkan berbagai bidang, kecuali sains yang dicapai oleh Gerika, yang melampaui semua bangsa-bangsa di dunia. Hampir semua aspek wahyu umum diselidiki dan diketahui. Bangsa Tionghoa menjadi suatu bangsa yang luar biasa. Kebudayaan Tionghoa sudah menjadi kebudayaan yang sangat berpengaruh, memengaruhi berbagai wilayah sekitar, sampai ke Mongolia, Rusia Timur, Jepang, dan juga Korea. Bahkan juga memengaruhi Taiwan, Vietnam, Kamboja, Laos, dan berbagai negara Asia Tenggara. Hingga saat ini, Vietnam tetap mengikuti tahun baru Tionghoa. Tulisan Korea dan Jepang kuno tetap berasal dari tulisan kanji (tulisan Mandarin).
Sekalipun ada upaya Korea dan Jepang untuk membuang pengaruh Cina, yaitu dengan membuat huruf mereka sendiri dan berupaya mendidik anak muda untuk melupakan huruf Mandarin, tetapi orang tua mereka masih mengerti huruf Mandarin dan menghormati luar biasa, karena bersumber dari satu kebudayaan yang kuno. Tulisan kanji adalah tulisan yang berasal dari dinasti Han, yang ada di Tiongkok sekitar 2.000 tahun yang lalu. Ketika Anda menonton film The First Emperor (bukan The Last Emperor–karena keduanya berbeda 2.170 tahun), dikisahkan tentang kaisar Tiongkok yang pertama, yaitu Qin Shi Huang. Ia yang pertama kali mempersatukan dan menyambung tembok raksasa Cina, sekitar 220 BC. Dinasti Qin akhirnya digantikan oleh dinasti Han (127 BC–220 AD). Di era dinasti Han inilah tembok besar Cina tersambung dan terselesaikan total sepanjang 10.000 li (sekitar 6.350 km). Tuhan Yesus lahir di tengah-tengah dinasti Han berkuasa. Dinasti Han menjadi satu bangsa manusia di Kerajaan Pertengahan, yaitu di tengah-tengah Tiongkok, dan menjadi suku yang paling besar. Mungkin sebagian besar kita yang sekarang ada di Indonesia ini berasal dari suku Han ini. Mungkin kalau Anda berasal dari wilayah Tiongkok yang lebih utara, Anda mungkin berasal dari suku Mongolia, atau kalau lebih barat lagi, mungkin Xinjiang atau Uighurs.
Seluruh wilayah Rusia Timur, Mongolia, dan Korea itu sebenarnya dahulu adalah wilayah Tiongkok semua. Pada abad XIX, daerah utara direbut oleh Rusia dan belum kembali hingga saat ini. Rusia tidak pernah baik dengan Tiongkok. Bangsa ini sangat berambisi besar dan kejam luar biasa. Tiongkok tidak pernah merebut tanah orang lain. Cina adalah satu bangsa yang tidak pernah menjalankan imperialisme, karena Cina mempunyai pemikiran filsafat perang yang berbeda sama sekali dari filsafat perang Amerika. Filsafat perang Tiongkok adalah lebih memikirkan bagaimana memelihara tanah yang sudah ada, bukan merebut tanah orang lain yang bukan miliknya sendiri. Oleh karena itu, Tiongkok menjadi satu Kerajaan Tengah (Middle Kingdom–Zhong Guo) yang banyak dikunjungi oleh banyak bangsa. Mereka datang untuk mengirim upeti, mengirim emas, agar mereka dilindungi. Negara-negara ini menjadi negara satelitnya Tiongkok, sehingga Tiongkok tidak pernah mengambilnya. Sekarang orang Amerika mengatakan bahwa Tibet direbut oleh Tiongkok. Tibet sejak dari zaman dinasti Ming sudah menjadi milik Tiongkok, karena ada perkawinan putri Wencheng dari Cina menikah dengan yang dianggap raja (bukan Dalai Lama) Tibet, yaitu Raja Songtsen Gampo. Dalai Lama tidak boleh menikah. Tetapi di sana ada raja. Maka dari dahulu kala, Tibet sudah merupakan bagian dari Tiongkok. Sebaliknya, negara-negara seperti Vietnam, Kamboja, Jepang, dan lainnya kalau memang mau ditelan oleh Tiongkok, sudah dari dahulu bisa diambil menjadi milik, karena mereka sudah menggunakan bahasa yang sama dan memercayai konfusianisme. Tetapi itu tidak dilakukan.
Tembok Raksasa Tiongkok
Untuk menjaga dan melindungi diri, Cina membangun tembok raksasa. Tembok ini terbentang dari Jiayuguan (Jiayu Pass) hingga Shanhaiguan (Shanhai Pass). Seluruhnya mencapai panjang 6.000 km, yaitu kira-kira enam kali panjang jarak Jakarta ke Denpasar. Tembok ini tersambung tanpa terputus. Pada awalnya tembok ini tidak tersambung, tetapi menjadi penghalang di antara satu gunung dan gunung yang lain sehingga pasukan berkuda sulit untuk melewatinya. Tentara Mongolia dan orang-orang Cina Tengah adalah perantau dan penggembala. Mereka tidak mengenal laut, tetapi mengenal gunung, sehingga mereka tidak banyak berurusan dengan kapal, tetapi mereka sangat akrab dengan kuda. Orang-orang di pegunungan dan daratan naik kuda.
Kedua kelompok ini (orang Mongolia dan orang Cina) kerap berperang. Dan sekitar tahun 1.200 AD ada kaisar Mongol yang terkenal, yaitu Genghis Khan, yang kemudian diteruskan oleh cucunya, Kublai Khan. Untuk menangkal serangan Mongol ini, kerajaan Tiongkok mendirikan tembok raksasa. Kaisar pertama, Qin Shi Huang memerintahkan untuk menyatukan potongan-potongan tembok raksasa ini menjadi kesatuan beribu-ribu kilometer. Sekitar setengah juta manusia dikerahkan bekerja siang dan malam untuk menyusun batu-batu yang sangat besar dan berat. Di dunia ini hanya dua bangunan yang bisa terlihat dari bulan, yaitu tembok raksasa Cina dan monumen nasional (Monas) di Jakarta. Bangunan lain, bahkan seperti piramida atau Gedung Putih, tidak terlihat. Tembok raksasa Cina terlihat seperti garis yang berjalan terus beribu kilometer. Dari hal ini kita bisa melihat bagaimana kebijaksanaan orang Tionghoa sudah ada sejak dahulu kala.
Nama Penting di Sejarah Tionghoa
Di dalam sejarah Tionghoa, ada beberapa nama yang penting.
1. Pangu (盤古). Nama yang pertama adalah sebuah nama mitos, yaitu Pangu. Pangu dianggap menciptakan langit dan bumi. Tentu ini bukan sesungguhnya. Pangu digambarkan seperti seorang yang berada di dalam telur, yang bagian atasnya tembok, di bawah juga tembok. Ia tidak puas, lalu dengan kapaknya ia memukul ke atas dan ke bawah sehingga ruangnya menjadi makin besar. Maka yang bagian atas menjadi langit dan yang di bawah menjadi tanah. Inilah yang dianggap sebagai penciptaan langit dan bumi, atau juga bisa disebut membuka dunia.
2. Huangdi (黃帝). Nama yang kedua adalah Huangdi. Huangdi itu dianggap sebagai nenek moyang seluruh bangsa Tionghoa. “Huang” itu kuning. Jadi di sejarah Tiongkok, warna kuning adalah warna yang paling penting, karena seluruh negara dan kebudayaan Tiongkok berada dan berkembang di sekitar Huang He (Sungai Kuning). Di Tiongkok ada satu provinsi yang bernama Qinghai (青海). Provinsi Qinghai ini berbatasan dengan Tibet di bagian selatan, Xinjiang di barat, dan Mongolia di utara. Di provinsi Qinghai ini ada satu gunung yang selalu bersalju sepanjang tahun. Di gunung itu air terus menetes dan mengalir tidak pernah berhenti menjadi dua sungai besar di Cina, yaitu Huang He (Sungai Kuning) dan Yangtze (Sungai Panjang). Huang He (Sungai Kuning) disebut kuning karena di dalam airnya terkandung sekitar 30% tanah liat dan pasir sehingga airnya keruh. Sepanjang mengalir sampai ke Bohai, airnya makin lama makin kuning. Itu sebab sungai ini kemudian disebut sebagai Huang He. Sungai Changjiang (Yangtze) tidak demikian, karena kebanyakan melewati daerah yang berbatuan. Sungai ini yang kemudian mengalir sampai ke Shanghai dan menjadi sungai terpanjang keempat di dunia, setelah Mississippi, Nil, dan Amazon. Jika kita memikirkan Tiongkok, kita akan teringat dua sungai, yaitu Yangtze dan Huang He. Tetapi ingatan tentang kebudayaan Tiongkok bukan kepada sungai Yangtze, tetapi lebih kepada sungai Huang He. Di sinilah tempat di mana orang-orang Tiongkok dari dahulu berada.
Awal Kebudayaan Tiongkok
Kebudayaan Tiongkok diperkirakan dimulai sekitar 6.500 tahun yang lalu. Pada masa itu belum ada tulisan, namun ada peninggalan dalam bentuk guci-guci. Guci-guci yang ditinggalkan sangat banyak, sehingga sampai hari ini masih bisa dibeli dengan harga yang tidak terlalu mahal. Saat itu guci-guci tersebut pembuatannya seperti terakota, yaitu semacam kendi pada zaman sekarang, belum ada teknologi porselen dan belum memiliki kemampuan glasir (membuat lapisan seperti kaca).
Saat itu ada dua macam kebudayaan, yaitu Yangzhou wen hua (扬州市文化 – kebudayaan Yangzhou) dan Longshan wen hua (龙山文化 – kebudayaan Longshan). Kedua kebudayaan ini hidup di sekitar 4.000 BC hingga 3.000 BC. Saat ini hasil penggalian guci-guci terakota dari zaman ini masih bisa kita temukan dan beli seperti di Hong Kong atau Shanghai. Hal ini dikarenakan saat itu produksi guci ini sangat banyak, yang menggambarkan bahwa populasi penduduk saat itu juga cukup banyak. Beberapa guci-guci ini ada di Museum Nasional Indonesia.
Saya sedih ketika saya mengunjungi Museum Nasional Indonesia. Saya tidak menemukan satu orang Tionghoa yang sedang ada di situ dan mempelajari koleksi guci-guci yang begitu banyaknya di museum ini. Kebanyakan orang Tionghoa hanya tahu bagaimana cari uang. Banyak orang Tionghoa tidak mengetahui bahwa barang-barang peninggalan Tiongkok kuno itu ada di Jakarta.
Kebudayaan Tionghoa sejak dahulu kala sudah mampu membuat porselen yang tidak bisa luntur warnanya. Teknik itu baru 1.000 tahun kemudian diketahui oleh budaya Barat. Jadi kebudayaan Barat dalam pengertian tentang porselen “hanya” ketinggalan 1.000 tahun. Orang Tionghoa sangat pandai. Itu bukan omong kosong. Kedua kebudayaan Yangzhou dan Longshan hingga kini masih meninggalkan karyanya yang sudah berusia sekitar 3.500 tahun sebelum Tuhan Yesus lahir.
Orang Penting di Awal Budaya Tiongkok
1. Tiga Raja Penting. Era Huangdi berlangsung hingga sekitar 5.000 tahun dari sekarang (sekitar 3.000 BC). Saat itu ada tiga orang penting yang dianggap sebagai orang paling sempurna di dalam sejarah Tiongkok. Mereka adalah raja yang menjadi contoh segala zaman. Raja-raja itu adalah Tang Yao, Xuan, dan Yi. Tiga raja ini dianggap adalah raja yang paling bijak, adil, dan bermoral tinggi. Tang Yao adalah seorang raja yang mendamaikan seluruh masyarakat, menenangkan seluruh Tiongkok. Sebelum ia meninggal, ia mencari siapa orang yang bisa meneruskan takhtanya. Ia mensyaratkan penggantinya harus adalah orang yang terbukti jujur. Di banyak politik dunia, orang jujur justru tidak dipilih, dan yang sudah menjabat sering kali diupayakan untuk digusur. Orang yang bersih kalau boleh dihalangi untuk menjadi menteri atau pejabat tinggi. Seharusnya orang yang boleh meneruskan menjadi pemimpin harus jujur, harus adil, harus pandai, harus memiliki pengalaman, dan harus sungguh-sungguh mencintai rakyat. Raja Tang Yao dengan serius mencari penerusnya ke seluruh negeri. Akhirnya dia menemukan Xuan. Jadi Tang Yao tidak memilih anaknya untuk meneruskan kerajaan. Ini prinsip penting, yang juga saya terapkan pada anak-anak saya. Mereka harus dipilih dan dipimpin sendiri oleh Tuhan, bukan karena saya sebagai ayahnya.
Ada orang yang belum percaya Tuhan tetapi mengerti berbuat baik, dan itu lebih baik daripada orang yang katanya sudah mengenal Tuhan tetapi sembarangan berbuat jahat. Saya lebih menghormati orang yang pertama, hanya sayang dia belum percaya Tuhan. Jadi sekalipun anak sendiri, jika tidak beres, tidak boleh jadi penerus raja.
Xuan menjadi penerus yang sangat dihormati dan dicintai rakyat karena ia begitu adil dan berbijaksana. Seluruh rakyat takluk kepada dia. Di dalam zaman ini, konstitusi tidak perlu terlalu mendetail, tidak perlu badan hukum yang terlalu mendetail, karena nantinya Konfusius menemukan satu dalil, yaitu bahwa jika atasan benar, tanpa perintah pun bawahan akan jalan sendiri; kalau atasan tidak benar, bawahan akan memberontak.
Xuan ketika sudah tua, ia terpengaruh oleh Tang Yao, juga tidak memilih anaknya menjadi penerusnya. Ia kembali mencari orang yang jujur dan pandai. Terkadang ada orang yang pandai tetapi tidak bisa sekolah tinggi karena tidak ada uang untuk bisa sekolah ke luar negeri; sebaliknya ada anak orang kaya yang bodoh diberi uang ratusan juta untuk pergi ke luar negeri. Hal seperti ini tidak seharusnya terjadi.
2. Konfusius. Konfusius adalah seseorang yang menerima semua kebijaksanaan orang kuno lalu dikristalisasikan, kemudian dia ajarkan ke murid-muridnya. Seluruh ajarannya bukan hasil kreativitasnya sendiri, ia hanya mengumpulkan dan menyarikan ajaran-ajaran yang sudah berkembang di waktu hidupnya. Konfusius tidak kreatif. Saya kira, saya memiliki kreativitas yang tidak kalah dari Konfusius. Tetapi Konfusius adalah seorang yang sangat rendah hati. Dia mempelajari semua buku kuno dan semua catatan tradisi yang baik. Bahkan ia naik kuda pun sambil membaca buku. Dia mengatakan bahwa bukunya menggunakan tali kulit untuk mengikat lembar piringan-piringan untuk menjadi buku. Terkadang ia membaca sampai tali kulitnya putus tiga kali. Itu menunjukkan betapa serius dan rajinnya dia membaca. Dari membaca semua buku itu ia menemukan kebijaksanaan orang kuno yang kemudian ia sarikan di dalam buku yang ia tulis, atau pengajaran yang ia ajarkan kepada muridnya, dan kemudian dicatat oleh murid-muridnya. Catatan-catatan ini dikumpulkan dan disebut Analects of Confucius, yang dianggap sebagai kitab sucinya kebudayaan Tiongkok.
3. Huang He (Yellow River). Sungai ini disebut Sungai Kuning karena banyak membawa pasir. Tumpukan pasir itu makin banyak, sehingga sungai itu terus menjadi makin dangkal yang akhirnya menyebabkan banjir. Sepanjang sejarah Tiongkok sepertinya ada perang yang tidak habis-habisnya melawan banjir dari kedua sungai besar ini. Dari kedua sungai, Yangtze dan Huang He, yang lebih hebat banjirnya adalah dari Huang He. Ketika banjir, air bisa meluap sampai mencapai puluhan kilometer, sehingga sawah-sawah yang seharusnya bisa panen hancur lebur. Air bah yang mengalir begitu kuat mengalir ke kota-kota sekitar sungai yang menyebabkan banyak rumah yang hancur. Nanti mereka harus membangun kembali rumah-rumah yang hancur tersebut. Kejadian seperti ini tidak habis-habis seperti tidak pernah putus sepanjang sejarah.
Kalau bukan banjir, Tiongkok juga terkena badai pasir yang ditiupkan dari Gurun Gobi di wilayah Xinjiang. Gurun Gobi adalah gurun kedua terbesar di dunia setelah Gurun Sahara. Badai ini berulang terus datang menghantam wilayah Tiongkok Tengah. Jadi, Tiongkok terus-menerus diterpa dengan bencana banjir dan badai gurun bergantian yang menyengsarakan rakyat. Di zaman itu Huang He sudah tujuh kali berpindah tempat, karena ketika sungai itu sudah penuh dengan pasir, akhirnya luber dan mencari jalur lain untuk mengalir dan membuat aliran sungai yang baru. Bencana ini coba diatasi oleh Gun yang membuat bendungan dan selama sembilan tahun membangun bendungan, tetapi akhirnya jebol dan menjadi bencana besar. Anak Gun, yaitu Yu ditugaskan untuk melanjutkan tugas ayahnya untuk menaklukkan Huang He. Yu memakai cara yang berbeda yaitu ia membuat kanal-kanal untuk mengalirkan air Huang He. Cara ini berhasil. Air sungai Huang He ketika meluap dialirkan lewat kanal-kanal yang dibuat menuju laut dari berbagai jalur buatan. Yu akhirnya sangat dipuja karena berhasil menghindarkan Tiongkok dari banjir Huang He ini. Amin.