PIR (Pengakuan Iman Rasuli) merupakan suatu rangkaian kepercayaan orang Kristen yang berespons kepada Allah. Allah yang jujur dan diri-Nya adalah Kebenaran, memberikan kebenaran dengan setia dan jujur kepada manusia. Allah yang benar memberikan kebenaran dan kesejatian diri-Nya dengan sukarela bagi manusia, sehingga memungkinkan manusia untuk mengerti dan menerima yang benar. Jikalau Allah yang jujur tidak rela memberikan kebenaran kepada manusia, maka Dia akan membiarkan kita mendapatkan semua yang tidak benar, dan Ia membiarkan kita menerima semua yang kurang beres. Seorang ayah memberikan kepada anaknya dengan sungguh-sungguh yang terbaik, sebelum anaknya bisa membedakan yang terbaik dari yang kurang baik, yang bermutu dari yang kurang bermutu. Jikalau Allah tidak memberikan yang terbaik kepada manusia, kita tetap tidak mengerti, dan beranggapan kita telah menerima yang terbaik dan bersyukur kepada Allah, karena kita tidak bisa membedakan mana yang terbaik dan yang bukan. Allah yang benar, benar-benar memberikan kebenaran yang benar-benar benar dengan rela kepada manusia, berdasarkan iman dan anugerah yang benar. Ini merupakan dasar bagaimana kebenaran bisa diterima oleh manusia.
Jika Allah memberikan kepada kita yang palsu atau hal yang tidak benar, maka manusia pasti akan tertipu. Ketika Allah jujur, maka manusia harus mempertanggungjawabkan semua pengetahuan itu. Perlu respons yang benar dari manusia terhadap wahyu Allah yang benar. Allah yang sejati sungguh-sungguh mewahyukan kebenaran sejati; manusia sungguh-sungguh berespons taat kepada firman yang jujur. Sungguh-sungguh jujur menerima wahyu yang jujur disebut iman. Pengakuan Iman Westminster mengatakan, “Allah yang benar, benar-benar mewahyukan kebenaran kepada kita, sehingga apa yang diwahyukan dan Pewahyunya identik.” Allah kita tidak pernah menipu kita. Allah yang menyatakan diri adalah Allah yang sesungguhnya benar.
Allah yang benar sungguh-sungguh ingin memberitakan kebenaran substansi-Nya sehingga kita dapat dengan sungguh-sungguh merespons secara jujur untuk tunduk, taat, dan beriman kepada-Nya. Inilah iman. Iman di dalam pengertian Konfusius adalah “sungguh”. Konfusius berkata, “Aku tidak menulis apa-apa kepadamu. Aku hanya menceritakan kebenaran kepadamu. Ini bukan karyaku, buah pikiranku, tetapi hanya kutipan dari orang kuno.” Artinya, aku adalah orang jujur dan setia mengutip orang kuno supaya kamu mengerti. Konfusius adalah orang yang rendah hati di antara para filsuf. Dia mengatakan tahu untuk yang dia tahu, dan dia berani mengatakan tidak tahu untuk hal yang tidak dia tahu. Itulah tahu. Orang yang tidak tahu pura-pura tahu akhirnya membuat semua rusak. Banyak berita dipermainkan membawa berita yang tidak benar-benar jujur dan akhirnya dipakai untuk mencelakai orang lain. Semua berita palsu akan dibongkar oleh Tuhan, sementara yang jujur dan murni akan bertahan lama. Sampai hari ini berita yang dianggap jujur adalah dari Reuters di Prancis. Sejak hari pertama, filsafatnya adalah harus memberitakan sejujur-jujurnya berita yang benar supaya pembaca atau pendengar Reuters tidak perlu meragukan sumber ini sebagai penipuan. Orang yang mendirikan Reuters adalah orang yang beribadah kepada Tuhan.
Di dalam Pengakuan Iman Westminster ada prinsip, yaitu Allah sejati adalah Allah yang jujur setia, yang sungguh-sungguh, dan rela mewahyukan kebenaran yang sesungguhnya tentang Dia, yang adalah Kebenaran sesungguhnya. Maka, kita harus percaya dengan motivasi yang sungguh mau taat dan mau menerima kesediaan Tuhan dengan hati yang setia kepada-Nya. Iman sejati datang dari kejujuran yang taat kepada Allah yang jujur, yang rela memberikan kebenaran kepada kita.
Kita bersyukur kepada Tuhan, Pengakuan Iman Rasuli betul-betul membagi sejarah manusia menjadi dua bagian. Sebelum dan sesudah PIR, dalam bagaimana manusia mengerti dan menanggapi langit dan bumi. Ini memberikan isyarat bahwa kebudayaan dipengaruhi firman Tuhan. Inilah kunci untuk mengerti PIR. Melihat langit dan bumi lalu meninggalkannya itu adalah sikap kucing. Kucing, setelah melihat langit dan bumi tidak mungkin bercerita kepada kawannya kalau langit itu begitu baik. Kucing tidak mungkin berespons ketika melihat alam ciptaan. Bagi kucing, tidak ada yang bisa dimengerti, tidak perlu mengerti, dan juga tidak ada arti atau relevansi baginya. Kucing hanya melihat makanannya. Hanya itu yang relevan baginya. Yang dibutuhkan seekor kucing hanyalah kebutuhan naluri dan fisik saja.
Kebutuhan batiniah, yang bisa mengisi imajinasi dan memuaskan nafsu ingin tahu, hanya ada pada manusia. Urusan tentang dunia yang akan datang dan masalah hidup kekal tidak pernah jadi urusan binatang. Itu sebab kalimat pertama PIR berbicara tentang Allah, Bapa yang Mahakuasa. Saya membagi lapisan dunia kebudayaan dalam tiga tingkatan. Tingkatan pertama ketika manusia ingin tahu, di mana ia melewati semua binatang. Dia mengamati, menganalisis, mengukur, membuat statistik dan penilaian, yang akhirnya merupakan sebuah hasil studi. Belajar berarti engkau ingin mengerti. Ketika engkau mau mengerti sesuatu, maka engkau menjadi subjek dan sesuatu itu menjadi objek. Hal ini merupakan kombinasi dari saya yang berinisiatif mau mengerti dan secara pasif menerima fakta diajar oleh informasi yang saya terima. Inilah proses menjadi orang yang terpelajar. Proses seperti ini hanya terjadi pada manusia. Ini membuat manusia yang belajar menjadi sombong, merasa lebih tahu, mengetahui lebih dalam dari yang lain, dan mulai mengajar orang lain apa yang dia tahu. Di sini mulai terjadinya sekolah. Guru harus dibayar karena tahu lebih banyak. Ini kemudian dilawan oleh Sokrates, karena bagi Sokrates kebenaran bukan milik guru sehingga tidak ada alasan membayar guru. Maka bagi Sokrates, sekolah tidak boleh cari uang. Guru hanya menyalurkan sesuatu yang dia tahu, tetapi dia bukan pemilik kebenaran. Pikiran Sokrates ini sangat anggun untuk mengubah dunia. Engkau tahu bukan karena engkau hebat, tetapi hanya karena engkau tahu lebih dahulu dari orang lain. Pemikiran sama mirip dengan Konfusius yang 100 tahun lebih dahulu dari Sokrates. Keduanya tidak saling memengaruhi, tetapi anugerah Tuhan memberikan pemikiran yang hampir sama di Barat dan Timur.
Setelah Sokrates pendidikan menjadi populer, di mana Plato, Aristoteles, Iskandar Agung terus menjadikan dunia Gerika menjadi pusat studi untuk mendorong orang belajar. Hal ini sangat memengaruhi kebudayaan Barat. Empat ratus tahun kemudian Yesus lahir. Saat itu, bahasa Ibrani tidak lagi dipakai sebagai bahasa pengantar, melainkan bahasa Yunani untuk menerima wahyu Tuhan. Maka Perjanjian Lama menggunakan bahasa Ibrani, sementara Perjanjian Baru menggunakan bahasa Yunani. Dengan demikian, dunia Gerika yang memengaruhi dunia pendidikan Barat dan sistem pengetahuan Barat, akan menerima pengetahuan dari Alkitab yang diwahyukan di dalam Perjanjian Baru sebagai dasar dan fondasi kebenaran sejati yang diwahyukan bagi manusia di tengah budaya, masyarakat, dan sejarah manusia. Ini akan membentuk iman kepada firman. Inilah lapisan pertama yang paling rendah dalam kebudayaan manusia, yaitu ilmu pengetahuan (sains).
Tingkatan kedua adalah manusia berpikir. Berpikir lebih tinggi dari tahu. Lapisan ini saya tidak mungkin tahu, tidak bisa sekolah di situ, tetapi saya ingin lebih dari tahu; tidak bisa dihitung, atau dinilai, atau dicari, tetapi harus dipikirkan siang dan malam. Inilah dunia pikir, yang berbeda dari dunia tahu. Tahu itu bisa diukur, bisa dibuktikan, bisa ada datanya. Yang dipikir tidak bisa diukur, tidak bisa dikenali objeknya. Apa yang engkau pikir tidak mungkin saya ketahui, karena yang engkau pikir melampaui kemampuan ukurku. Semua ilmuwan di wilayah tahu (scio), para filsuf di wilayah pikir (cogito). Ilmuwan (scientist) mengetahui yang bisa diukur, diamati, diselidiki dalam dunia langit dan bumi. Thales, bapa filsafat Gerika kuno, bapa kebudayaan Yunani yang paling penting, pada suatu hari mengumumkan bahwa pada tanggal 28 Mei 585, hari itu tidak ada sinar matahari. Hari itu Miletus akan gelap. Orang mengira ia gila, tetapi benar ketika tiba hari itu, Miletus gelap. Maka Thales dianggap nabi. Tapi dia bukan nabi dan bukan orang religius. Dia seorang ilmuwan. Ia meneliti dan menghitung pergerakan semua benda angkasa, akhirnya menemukan bahwa suatu hari bulan akan menutup matahari. Mempelajari alam, bintang-bintang di langit adalah tugas orang Gerika. Itulah sebabnya Gerika lebih penting dari Tiongkok dan India, karena Tiongkok dan India menjelaskan alam semesta secara ngawur.
Kita bisa meneliti, menganalisis, menghitung semua data ilmiah sehingga mendapatkan hasil yang terukur dan bisa kita terima. Di sini dunia ilmiah menjadi begitu dihormati. Pengertian dan metodologi ilmiah yang dipergunakan begitu sah untuk mendapat kesimpulan yang benar. Tetapi ilmiah adalah lapisan yang paling rendah. Ada lapisan (tingkatan) yang lebih tinggi yang tidak bisa dicapai melalui observasi, analisis, metode induksi, yang disebut dunia berpikir (cogito). Berpikir berarti melompat dari dunia fisik, dunia alamiah, dan masuk ke dunia pikiran, dunia ide, kreativitas, imajinasi. Hal ini tidak bisa mencapai keakuratan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sehingga filsafat selalu memiliki kelonggaran untuk tidak mencari perhitungan akurat tetapi menerimanya secara pengertian saja. Ketika menikah, engkau tidak mengatakan, “Ini pengertian ilmiah siapa yang menjadi pasangan saya. Hidungnya harus 6,5 cm, warna kulitnya antara sawo dan wortel, beratnya 70 kg, baru bisa menjadi istri saya.” Besoknya karena makan beratnya menjadi 73 kg, maka langsung gagal jadi istri. Tidak ada ukuran yang pasti untuk apa yang dinamakan cinta. Ketika engkau jatuh cinta, itu melampaui logika dan analisis ukuran akurat. Kita pikir ia begitu baik, saya pikir saya sudah jatuh cinta padanya. Inilah lapisan atau tingkatan kedua, yaitu bagaimana kita berpikir.
Ketika kita sudah tidak puas berpikir, maka kita masuk ke dalam tingkatan ketiga, yaitu percaya. Kita bukan berpikir mengapa saya mencintai dia, tetapi saya percaya saya mencintai dia. Ini tingkat tertinggi. Saya menikah dengannya karena saya percaya ia cocok bagi saya. Di sini yang diperlukan bukan ukuran alam, bukan spekulasi pikiran, tetapi iman kepercayaan. Allah menciptakan dia, Allah mempertemukan saya dengan dia. Dalam kasus ini, urusan ilmiah menjadi kurang penting, filsafat kurang akurat, yang terpenting adalah iman kepercayaan yang menuju wilayah yang tertinggi. Kita memasuki wilayah kepercayaan (credo).
Ketika Pengakuan Iman Rasuli ditulis, delapan kali disebutkan “Aku percaya” (credo). Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi; Aku percaya kepada Yesus Kristus; dan seterusnya. Ini adalah argumen, dokumen, hal yang mencatat iman kepercayaan yang sesuai dengan ajaran rasuli, yang pertama kali disambut oleh seluruh dunia dan dinyatakan oleh orang Kristen kepada Tuhan.
Kita kini membicarakan bagaimana reaksi manusia kepada Allah, khususnya menanggapi yang diciptakan bagi kita. Allah, Engkau menciptakan dunia ini bagiku; aku hidup dalam dunia ini, aku menghadapi langit dan bumi, dan aku tahu bahwa mengerti semua ini sangat berbeda dari dunia Gerika. Orang Gerika menganggap alam semesta sebagai objek penyelidikan manusia. Aku memerlukan dunia sekitarku, aku memerlukan segala di dunia untuk memberi pasokan hidup bagiku. Aku belajar bukan hanya untuk menambah kebutuhanku, tetapi juga menambah pengetahuanku. Ketika saya menyelidiki saya tahu. Tahu tidak menambah pasokan, hanya menambah kenikmatan pengertian. Ini dunia yang paling rendah. Ketika menyelidiki alam, mereka menduga merekalah subjek dan alam sebagai objek. Mereka inisiator, lalu mereka mempunyai pengetahuan di mana mereka sebagai penerima, sebagai objek yang pasif. Maka, di sini manusia sebagai subjek dan sekaligus objek.
Tuhan tidak mau engkau menjadi subjek; Tuhan tidak mau engkau menjadi sombong. Hanya karena engkau menyelidiki alam semesta lalu engkau menganggap diri penemu, penguasa, lalu merebut kemuliaan Tuhan. Maka, PIR merupakan satu dokumen pengubah situasi humanistik, yang berpusat pada manusia, menjadi menyadari bahwa Allah adalah pusat, karena Dia Pencipta alam semesta. Banyak orang menyelidiki alam semesta sebagai mainannya. Banyak ilmuwan menganggap dia sedang mempermainkan dunia di bawahnya. Dia memakai pengetahuan dan kebenaran yang dia tahu untuk mengeduk uang sebanyak mungkin, khususnya ilmu-ilmu terapan. Ilmu terapan tidak boleh mendominasi hidup manusia. Anak muda yang sekolah tinggi menjadi insinyur, ahli biologi, ahli kimia harus berhati-hati untuk tidak dipakai setan. Setelah engkau studi dan menemukan prinsip-prinsip biologi, kimia, dan lain-lain, lalu mendapatkan obat-obat, karena pengetahuanmu yang tinggi engkau mengambil keuntungan yang sangat besar dari obat yang engkau temukan. Itu memperkaya diri, itu adalah koruptor dalam dunia ilmu.
Saya bukan hanya ingin tahu, ingin berpikir, tetapi sampai pada tingkat saya percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Ketika kalimat ketiga, “Khalik langit dan bumi” muncul, sejarah mulai menerobos era baru dalam relasi saya dengan alam semesta. Dulu orang Gerika menjadi tuan rumah, berinisiatif menyelidiki, mengukur, dan berusaha mengetahui rahasia langit dan bumi, lalu menjadi sombong dan menjual komoditas pengetahuan, mendapat uang banyak dan menjadi kaya. Di abad ke-21 ini, para ilmuwan terapan menemukan sesuatu, dipatenkan, lalu mendapat kuasa monopoli untuk menjadi kaya melalui penemuannya. Saya rasa itu adalah semacam perampok yang berkebudayaan tinggi.
Banyak orang Kristen yang pandai memakai kepintarannya untuk mendapatkan uang banyak demi kejahatan diri sendiri dan sifat egoisnya sendiri. Orang Kristen yang sungguh mencintai Tuhan akan mengatakan bahwa uang yang diberikan kepada saya adalah pinjaman yang merupakan kepercayaan yang Tuhan letakkan di tangan saya. Maka, akan ada pengujian dari Tuhan apakah saya setia dan mencintai Tuhan, jujur atau tidak. Ketika iman kepercayaan menjadi dasarmu, engkau masuk ke dalam wilayah ketiga. Ketika engkau menyamakan Sepuluh Hukum dan Pengakuan Iman Rasuli dengan konstitusi negara, maka engkau belum mengerti wilayah rohaninya. Ketika engkau menyamakan tulisan Kitab Suci dengan semua artikel kenegaraan, filsafat, hukum, ajaran-ajaran di universitas, engkau belum mengerti di mana perbedaan kualitatif (qualitative difference) dan kekhususan firman Tuhan.
Melihat ada Pencipta yang lebih tinggi melampaui alam semesta merupakan iman kepercayaan pertama Pengakuan Iman Rasuli. Pengakuan Iman Rasuli luar biasa karena ada di dalam wilayah yang berbeda dari semua kebudayaan dan agama yang lain. Mereka tidak memiliki sumber yang melampaui dunia ciptaan, yang melampaui dunia fisik, yang menuju kepada Allah Pencipta sebagai Inisiator, Sang Satu yang mewahyukan kebenaran kepada umat manusia. Dan dalam tahap yang terakhir ini, saya mengetahui bahwa saya bukan apa-apa kecuali sebuah objek. Saya bukan subjek, saya bukan Tuhan. Saya hanyalah makhluk kecil yang dikontrol oleh-Nya, yang adalah Tuhan dan Pemilik hidup saya. Orang yang percaya Pengakuan Iman Rasuli menaklukkan diri, memperlakukan diri sebagai sesuatu yang kecil di dalam ke-Tuhan-an Allah. Saya tidak mungkin mengatur hidup saya seturut kebebasan saya sendiri. Jean-Paul Sartre, seorang filsuf Prancis yang terkenal, mengatakan, “Engkau harus mengambil keputusan, engkau harus menentukan masa depanmu sendiri, engkau tidak pernah boleh percaya, atau taat kepada siapa pun atau membiarkan siapa pun menentukan rencana masa depanmu.”
Di usia dua puluh tahun saya telah membaca filsafat Sartre, Heidegger, Kierkegaard, dan lain-lain. Ketika saya muda, teman sebaya saya tidak tertarik filsafat. Mereka hanya sibuk makan di mana, bagaimana mendapat uang banyak, dan itu semua tidak penting bagi saya. Saya berpikir bagaimana memberitakan firman, mengerti kebenaran dengan jalur yang benar, menganalisis kelemahan filsafat yang dipikirkan manusia. Dalam khotbah saya berusaha merangsang pikiran pendengar untuk mengembalikan fungsi rasio, yang dicipta dan dianugerahkan oleh Tuhan kepada kita, setia kepada firman sebagai orang yang bertanggung jawab di dalam iman kepercayaan, melampaui apa yang dipikirkan dan diketahui manusia. Iman kepercayaanmu itu haruslah didasarkan pada wahyu Allah yang jujur di dalam kerelaan-Nya untuk menyatakan kebenaran kepadamu. Dengan demikian, biarlah pikiran dan kepercayaan kita bisa seturut kebenaran Allah. Inilah tugas seumur hidup kita. Saya tahu karena saya percaya di dalam Engkau, Allahku, yang aku percaya sebagai Tuhanku. Engkau Tuan Pemilik dan Satu-satunya yang mengontrol hidupku, pikiranku, pengetahuanku, dan imanku. Biarlah ketika engkau makin pandai, makin bergelar tinggi, engkau sadar semua itu dari Tuhan. Seberat apa pun yang kaupikirkan, berapa besar penemuanmu, ingatlah bahwa semua pikiran itu berasal dan dimiliki oleh Tuhan. Mengapa? Karena kalimat: Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi. Amin.