Interview September 2006

Tuhan itu Baik!

Wawancara dengan Pdt. Amin Tjung

Pada edisi kali ini Pillar mendapatkan kesempatan untuk berbincang-bincang dengan Pdt. Amin Tjung. Bagi kita yang sudah mengenal beliau, kita tahu bahwa Pak Amin bukanlah orang biasa, karena walaupun beliau selama bertahun-tahun menderita penyakit kanker, tetapi beliau tetap setia melayani Tuhan. Bahkan penyakit tersebut tidak menggentarkan beliau untuk tetap melayani Tuhan dengan giat. Kini Pak Amin dipercaya oleh Pdt. Stephen Tong dalam menggembalai GRII Singapura saat Pak Tong melayani Tuhan di tempat-tempat lain. Mari kita simak bincang-bincang redaksi Pillar (P) dengan Pak Amin Tjung (AT) berikut ini.

P: Bisa tolong perkenalkan keluarga Pak Amin?

AT: Istri saya bernama Lita Kustiati Handaja. Kami dikaruniai Tuhan tiga orang putera, Ezra Yoanes Setiasabda (13 tahun), Paul Elijah Setiasabda (12 tahun), dan Kharis Daniel Setiasabda (9 tahun).

P: Pelayanan apa saja yang Pak Amin sedang emban dalam Gerakan Reformed Injili?

AT: Pertama, saya menjadi asisten gembala sidang, karena Pak Tong adalah gembala sidang di GRII Singapura. Pelayanan di sini sudah sangat banyak, khususnya banyak pembesukan dan penginjilan kepada orang-orang yang kena penyakit yang sulit, serta membimbing yang ada pergumulan. Ada pelayanan mimbar dan pengajaran dalam kebaktian pagi, kelas katekesasi, konseling pranikah, pembinaan bapak, kaum ibu (lebih banyak istri yang menangani), pemuda, remaja (banyak dibantu oleh rekan-rekan), persekutuan Doulos (banyak dibantu rekan-rekan), persiapan guru Sekolah Minggu kelas besar, kecil, dan menengah (oleh istri), persekutuan doa, kelas pembinaan atau progsif, dan BPE. Saya bersyukur kepada Tuhan untuk pengurus yang aktif dan bisa bekerja sama dengan baik. Ada penginjil Charley yang pelayanan weekend membantu remaja dan penginjilan, dan akhir Agustus Ev. Hendra Widjaja datang dan bisa berbagi dalam pelayanan. Kedua, menjadi wakil yang mempersiapkan dan bertanggung jawab untuk  Institut Reformed di Singapura ini. Doakan Oktober 2006 atau paling lambat Januari 2007 bisa mulai. Ketiga, menjadi Dekan akademis (acting) Institut Reformed Jakarta dan dosen. Ini juga cukup menyita tenaga, pikiran, dan emosi. Keempat, pendeta konsulen di MRII Kuala Lumpur dan MRII Sunter Jakarta. Bersyukur para penginjil dan pengurus di sana sudah aktif dan bisa berjalan sendiri. Jadi kalau ada masalah atau acara perjamuan suci dan baptisan, saya banyak terlibat. Kelima, penasihat majalah Momentum dan buletin Pillar.

P: Bisa cerita secara singkat kisah pertobatan dan penyerahan diri menjadi hamba Tuhan?

AT: Saya adalah cucu pertama laki-laki dari nenek saya. Meskipun papa mama saya pendidikannya lebih berpihak ke partainya Mao Zedong, saya sering diajak menemani nenek saya, yang sudah Kristen, ke gereja. Tetapi karena lingkungan orang Tionghoanya ke wihara atau klenteng, maka sering ikut terpengaruh sama teman-teman juga, bahkan sama-sama teman-teman yang beragama Islam, ikut puasa dan disuruh membaca doa-doa mereka. Sekolah dari TK sampai SMP Katholik, maka mengikuti ibadah Katholik dan kelas ajaran Katholik, tapi tidak ikut baptisan. Dari perhitungan dan perbandingan, saya memilih Kristen. Saya dibaptis di Gereja Tritunggal Kotabumi, Lampung, SMP kelas 3, sebelum merantau ke Jakarta. SMA sekolah Budha, maka mempelajari agama Budha dan mula-mula ikut juga ke wihara. Tetapi dalam kemurahan Tuhan, saya ikut KKR “7 Perkataan Kayu Salib” yang dipimpin oleh Pak Tong di Gereja Kristus Ketapang tahun 1982. Saya ikut maju tatkala ada panggilan dan mulai lebih serius belajar Firman. Tahun itu juga saya kena ambeien, saya doa dan puasa, dan sembuh. Desember 1982, saya ikut retreat di GKBJ Samanhudi, saat itu dipimpin oleh Pdt. Lukas Tjandra dan Pdt. Andreas Simeon, saya juga diperbarui dan menyerahkan diri. Tahun 1982 itu merupakan perjalanan rohani yang membuat saya sadar bahwa saya ada kehidupan baru, yang mulai sungguh mencintai Tuhan, ibadah dengan rajin, ikut kebaktian doa, pemuda, membaca Alkitab hingga selesai, ikut gerakan Andreas, ikut memberitakan Injil dari mereka yang dipengaruhi program “Inilah Hidup dan Sudah Kutemukan,” bahkan ketika tantangan maju itu saya juga menyerahkan diri kalau Tuhan mau panggil menjadi hamba Tuhan. Melalui KKR gabungan gereja Tionghoa di Istora yang dipimpin Pak Tong, Kamp Kepemimpinan Regional Jakarta (KKRJ) Perkantas tahun 1985 yang dipimpin oleh Pak Tong dan Pak Paul Hidayat, Explo 1985 dari LPMI, saya merasa mantap panggilan untuk menjadi hamba Tuhan. Beberapa kali melalui SPIK juga menyerahkan diri. Tetapi ketika selesai kuliah, tahun 1988, saya sempat ragu. Saya ikut seminar panggilan pelayanan yang dipimpin oleh Pdt. Stephen Tong. Saya jelas dari tiga prinsip yang Pak Tong berikan tentang panggilan menjadi hamba Tuhan: pertama, tahu itu sulit, susah, tetapi hati rela dan tetap mau. Kedua, sudah kerja dan melayani tetap merasa tidak cukup kalau tidak full-time. Keempat, hajaran Tuhan.  Desember Tahun 1989, saya ikut East Asia Regional Conference (EARC) di Manila, Filipina. Di situ, saya menyerahkan diri dan tahun 1990 saya lepas pekerjaan saya di ASTRA, tapi tetap mengajar di STMIK Budi Luhur. Tahun 1991, saya menikah dan mantap masuk ke STTRII untuk selesaikan program STh dan MDiv.

P: Apakah penyakit yang Pak Amin derita?

AT: Pada awalnya, kalau turun dari pesawat telinga saya tuli sebelah, tetapi selalu telinga kanan yang mampet, jadi saya mulai merasa aneh dan minta diperiksa. Waktu di cek, ternyata ada kanker, tetapi saat itu masih cepat karena masih stadium 2B. Lalu dikemoterapi enam kali. Pada waktu itu saya masih pelayanan di Singapura, jadi sejak dulu sudah berobat di Singapura. Penyakit yang saya derita adalah Nasopharyngeal Carcinoma (NPC) dideteksi sejak tahun 2000. Sejak itu telah merambat ke liver. Ada delapan titik besar dan sekarang tinggal tiga titik setelah melewati 22 kemoterapi. Untuk menghilangkan tiga titik tersebut dibutuhkan 12-18 kemoterapi lagi. Kalau menurut dokter, penyakit saya tidak bisa sembuh.

P: Bagaimana sikap dan tanggapan Pak Amin pertama kali ketika mengetahui tentang penyakit yang Bapak derita?

AT: Pada tahun 2000 saya pertama kali mengetahui terkena penyakit ini. Saya kaget lalu langsung menyerahkan diri dan berdoa kepada Tuhan karena selama ini kita sudah belajar Firman, jadi pada waktu itu saya mencoba menjalankan Firman. Dengan kesulitan, saya langsung berdoa dan bergumul sekitar beberapa hari, dan pada hari ketiga saya sudah lega, sudah ada suka cita.

P: Bagaimana pergumulan Pak Amin hingga bisa tetap setia melayani Tuhan?

AT: Merasakan kebaikan Tuhan di tengah-tengah kesakitan. Papa saya bisa percaya, tante bisa percaya, dan semua kekuatan dari Tuhan. Dari penyakit ini saya belajar mengandalkan Tuhan.

P: Apakah Pak Amin pernah merasa menyesal kalau harus menderita penyakit ini?

AT: Tidak, karena saya rasa saya dulu sudah bekerja sebaik mungkin. Tetapi memang dulu saya karena sehat lebih mengandalkan kekuatan sendiri. Tetapi sewaktu saya sakit, saya diingatkan dengan ayat Mikha 6:8:  “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”

P: Apakah Pak Amin pernah merasa Tuhan tidak adil terhadap Pak Amin diberi penyakit seperti ini?

AT: Tidak pernah. Karena saya kan pengajar dan penggembala, saya sudah bicara sama banyak orang, jadi sewaktu saya mendapatkan penyakit ini saya tidak pernah merasa Tuhan tidak adil, sebaliknya saya langsung koreksi diri saya. Mungkin karena selama ini saya lebih mengandalkan diri, jadi sewaktu saya tidak bisa apa-apa, saya belajar untuk mengandalkan Dia sepenuhnya. Saya tidak merasa Dia tidak adil, melainkan saya merasa bahwa saya mempunyai banyak kesalahan dan Dia menanggung dosa. Ayat-ayat dari Yeremia 9:24-29 menguatkan saya: “Beginilah firman TUHAN: ‘Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.’”

P: Apakah Pak Amin sudah siap kalau dipanggil Tuhan?

AT: Saya sudah siap. Paulus mengatakan dalam Filipi 1:21, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan,” dan Filipi 1:22, “tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu.” Memang terkadang ada anak dan keluarga yang dikhawatirkan, tetapi saya tidak bisa menjaga mereka. Semua di tangan Tuhan. Kita hanya bisa bergantung pada Tuhan.

P: Mengapa Tuhan membiarkan umat-Nya atau bahkan hamba-Nya menderita?

AT: Memang di tengah manusia yang berdosa, kita lihat Allah mengutuk tanah sehingga membuat makanan, minuman, segala sakit penyakit, dan bencana alam itu menggenapi rencana Tuhan. Memang anugerah umum datang dalam bentuk baik dan jahat. Jadi dalam hal umum, orang Kristen juga bisa terkena penyakit, bencana alam, dan lain-lain. Tetapi kita lihat orang Kristen tidak pernah ditinggalkan Tuhan. Di tengah-tengah kesulitan, orang Kristen tetap ada kekuatan dari kesaksian akan kemuliaan Tuhan.

P: Bagaimana mensinkronkan doktrin-doktrin tentang Allah yang baik dengan kenyataan hidup, khususnya dalam konteks penderitaan?

AT: Di tengah kejahatan dan kesulitan tetap ada kebaikan. Jadi kebaikan Tuhan, kasih Tuhan, dan kemahakuasaan Tuhan itu tidak menjamin kita lepas dari kejahatan, kesulitan, atau penderitaan. Tetapi di tengah manusia berdosa yang seharusnya mati dan juga sepantasnya manusia berdosa menderita, memang penderitaan dan kesulitannya berbeda-beda. Tetapi orang Kristen di tengah kesulitan tetap dapat melihat kemurahan dan kebaikan Tuhan. Seperti tertulis dalam Mazmur pasal 4 “Di dalam kesesakan Engkau memberi kelegaan kepadaku. Kasihanilah aku dan dengarkanlah doaku!” Sehingga ketika kita mengalami kesusahan dan kesulitan, kita bisa tetap mengatakan bahwa, “Tuhan itu baik!” Kalau kita tidak pernah mengalami kesulitan dan mengatakan, “Tuhan itu baik!” orang akan bertanya apakah kita pernah mengalaminya. Atau hanya ‘kata orang?’ Jadi penderitaan itu membawa kita untuk mengalami kebaikan Tuhan.

Tuhan memang menguasai yang baik dan yang jahat. Yang jahat pun dipakai untuk kebaikan kita. Tuhan bisa memakai kejahatan untuk menggenapkan rencana Tuhan, misalnya Setan memakai kejahatan untuk menjerumuskan orang Kristen, tetapi tanpa sadar, Setan menggenapi rencana Tuhan. Dia memakai segala sesuatunya untuk kebaikan Tuhan. Pada Heidelberg Catechism pertanyaan yang pertama dikatakan, “Apa yang menghibur kita baik susah maupun senang? Firman-Nya.” Kita itu milik Tuhan, dengan harga sudah dibayar lunas. Tidak mungkin Dia membiarkan kita. Rambut di kepala kita pun Dia tahu. Jadi tidak mungkin Dia tidak memelihara kita. Itu untuk orang percaya. Orang jahat pun melakukan kejahatan tetap dalam kendali Tuhan. Jadi mereka ingin melawan Tuhan Yesus, mereka ingin membunuh Tuhan Yesus, tetapi tetap kejahatan mereka dipakai untuk menggenapi rencana Tuhan. Contohnya, Yudas ingin mendapatkan uang, dia menjual Gurunya, tetapi Tuhan memakai semua itu untuk menggenapi rencana-Nya. Kisah Para Rasul 2:23-24, ”Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka. Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu.”

Kalau kita melawan Tuhan, kita menggenapkan rencana Tuhan yang lain, tetapi kita tetap harus dihukum. Kalau kita taat kepada Tuhan, kita menggenapi rencana Tuhan, dan kita menikmati berkat anugerah-Nya. Tuhan tidak mungkin kalah atau salah, rencana-Nya pasti akan tergenapi. Jadi kita melihat kejahatan dunia ini tetapi kita pakai untuk menggenapkan rencana Tuhan. Sakit dan kematian membuat manusia memikirkan hidup di luar hidup ini, kalau kita sakit atau melihat orang mati membuat kita memikirkan hidup di dunia yang akan datang. Jadi sakit atau kematian membuat manusia mengandalkan sesuatu di luar diri dia, yaitu Tuhan atau Setan. Dan semua ini bekerja untuk kebaikan kita.

P: Adakah pesan yang ingin disampaikan, khususnya bagi para pemuda, setelah pak Amin bergumul sedemikian rupa dalam penyakit dan pelayanan?

AT: Gunakan kesempatan yang masih Tuhan berikan untuk Tuhan, karena waktu dan kesempatan itu tidak selalu ada. Jangan tunggu sakit baru berjanji, tetapi jalankan sewaktu sehat. Waktu sakit, kalau kita tetap menjalankan dengan keterbatasan kita, akan tetap dapat memberikan berkat bagi orang lain. Jadi yah kalau tidak menjalankan dari sekarang, sewaktu sakit terlambat. Giat selalu dengan pekerjaan Tuhan. Bagaimana supaya tidak capai? Kuncinya adalah semangat. Seperti kata Pak Tong, kita harus mempunyai sikap mengejar.