Are We Robots?

Manusia, dari zaman dahulu hingga sekarang, baik anak kecil maupun orang dewasa, selalu tertarik kepada robot. Hal ini terlihat dari banyaknya film-film yang bertemakan robot, baik film untuk anak-anak dari ‘Voltus V’ sampai ‘Robots’, hingga film science-fiction untuk dewasa dari ‘Dr. Frankenstein’ sampai ‘I, Robot’. Hal ini membuat saya jadi berpikir mengapa kita bisa begitu tertarik pada robot? Kita begitu suka menonton cerita tentang robot, memainkan robot-robotan, atau bahkan membuat sebuah robot. Apa yang menjadikan robot ini begitu spesial?

Robot adalah suatu benda yang bisa melakukan hal-hal secara otomatis sesuai apa yang telah diprogramkan kepadanya. Robot adalah satu-satunya benda mati yang dapat bergerak secara fisik tanpa kita harus menyentuh robot itu sendiri. Kita dapat memberikan ‘intelligence’ kepadanya, kita cukup mengendalikannya dari jarak jauh, dan ia akan melakukan tepat seperti apa yang kita inginkan. Mungkin alasan utama mengapa kita begitu tertarik pada robot adalah karena ia, yang merupakan benda mati, dapat melakukan tepat seperti apa yang kita perintahkan kepadanya. Dengan kata lain, kita punya full control atas robot itu. Kalau kita mau robot itu berjalan maju, kita tinggal tekan tombol maju di remote control dan dengan otomatis robot itu akan berjalan maju sesuai dengan apa yang kita inginkan. Sebaliknya, kalau kita tidak memerintahkan atau memprogramkan robot itu untuk bergerak, maka ia akan diam saja dan tidak melakukan apa-apa.

Sama seperti robot ada pembuatnya, manusia juga mempunyai Sang Pencipta. Bedanya, kita tidak diciptakan seperti sebuah robot yang untuk melakukan sesuatu harus diperintah atau diprogram terlebih dahulu. Walaupun pada zaman sekarang ini manusia sudah dapat mengembangkan suatu Artificial Intelligence (AI) yang dapat ditanamkan kepada sebuah humanoid (robot yang mempunyai struktur tubuh seperti manusia), sehingga humanoid tersebut dapat berpikir, bergerak, menganalisa suatu keadaan, dan bereaksi mirip sekali seperti seorang manusia, namun tanpa perintah atau program dari si pembuatnya humanoid tersebut tetap tidak dapat berpikir ataupun bergerak. Ini berarti bahwa sebuah robot dalam bentuk apapun tidak mempunyai kehendaknya sendiri, karena seluruh tindakannya tergantung dari perintah atau active action dari si pembuat atau controller atas robot tersebut.

Tuhan menciptakan manusia yang sama sekali berbeda dengan sebuah robot yang harus ditekan tombol di remote control-nya lalu baru bisa bergerak. Tuhan menciptakan manusia sebagai pribadi yang mempunyai rasio dan kehendak. Kehendak akan dipengaruhi oleh rasio, sehingga manusia dapat memilih tindakan yang akan diambilnya. Lebih lanjut lagi, Tuhan bukan hanya sekedar memberikan manusia kehendak, tapi Dia memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih. Ini berarti bahwa Tuhan memberikan kehendak bebas kepada manusia, sehingga manusia bisa memilih antara baik atau jahat, benar atau salah, dan seterusnya. Namun kita diberikan kehendak bebas bukan berarti kita menjadi bebas berbuat sesuka hati kita dan tidak bertanggung jawab. Kehendak bebas yang kita miliki tetap harus takluk di bawah kedaulatan Allah, karena biar bagaimana pun kedaulatan Allah adalah yang tertinggi di atas segala sesuatu dan kedaulatan Allah jugalah yang menetapkan segala sesuatu di bumi ini, termasuk menetapkan kehendak bebas kita.

Pertama, mengapa kita perlu mengakui akan kedaulatan Allah? Karena dengan mengakui bahwa Allah berdaulat, berarti kita mengakui kemahakuasaan Allah, kita mengakui bahwa Allah lebih tinggi dari segala sesuatu, Dia mengatasi segala sesuatu, dan Dia menentukan segala sesuatu di atas bumi ini. Tidak ada sesuatu yang dapat terjadi atau tidak terjadi jika Allah tidak menentukannya terlebih dahulu. Dengan kata lain, dengan mengakui Allah berdaulat berarti kita mengakui bahwa Allah adalah Allah. Allah berdaulat dan berkuasa atas segala ciptaan-Nya, termasuk atas kita dan segala pikiran, perasaan, dan kehendak kita. Sedangkan kalau kita mengingkari kedaulatan Allah, tanpa kita sadari itu akan membawa kita jatuh kepada ateisme.

Kedua, mengapa kehendak bebas kita perlu takluk di bawah kedaulatan Allah? Karena, whether we like it or not, sebagai manusia kita sepenuhnya tergantung kepada kedaulatan Allah. Coba kita bayangkan apa jadinya kalau kita punya kehendak bebas yang sebebas-bebasnya dan kita bisa melakukan apapun sesuka hati kita? Tiap-tiap manusia di dunia ini memiliki kehendak yang berbeda-beda, juga terlebih karena manusia sudah jatuh ke dalam dosa, berarti kehendak yang dimilikinya bersifat self-centered. Kalau Tuhan tidak berdaulat atas diri kita, berarti yang berdaulat atas kita adalah kita sendiri. Kalau Tuhan tidak berdaulat atas kita, berarti kita mempunyai kontrol penuh atas diri kita sendiri dan otomatis kita akan memilih tindakan-tindakan untuk memenuhi kehendak kita masing-masing untuk memenuhi nafsu keberdosaan kita. Jikalau itu memang demikian, maka tidak mungkin ada seorang manusia pun yang akan bertobat dan beroleh keselamatan. Ini berarti, tanpa kedaulatan mutlak Allah, maka tidak mungkin ada keselamatan bagi umat manusia secara efektif.

Lalu mungkin di benak kita akan muncul suatu pertanyaan, “Kalau Tuhan memberikan kehendak pada kita, tetapi Dia berdaulat sepenuhnya atau mempunyai full control atas kehendak kita tersebut, bukankah ini membuat kita sama saja seperti sebuah robot yang dikontrol oleh remote control?” Kita memang harus mengakui bahwa Tuhan menetapkan segala sesuatunya termasuk kehendak kita, tapi kalau kemudian hal itu membuat kita menjadi berpikir, “Kan itu sudah kehendak Tuhan, mana bisa kita mengubahnya? Kita hanya bisa menerima karena memang sudah digariskan begitu kok,” maka kelihatannya memang benar, ini akan menjadikan kita seperti sebuah robot yang tidak mempunyai kehendak, karena kita akan berpikir kehendak kita doesn’t matter even if it’s there, toh ketetapan Tuhan juga yang akan terjadi. Tetapi justru salah besar, ketika kita berpikir Allah telah menetapkan segala sesuatu dan kita hanyalah robot-robot yang menjalankannya, maka sebenarnya kita sudah sedang memilih berkehendak untuk menjadi robot. Di sinilah terlihat betapa luar biasanya kedaulatan Allah dalam kehendak bebas kita sebagai manusia, dimana kita ditetapkan untuk bebas dalam kedaulatan-Nya sehingga bagaimana pun kita berargumentasi, kita tetap tidak bisa lepas dari kenyataan bahwa kita telah memilih untuk berkehendak akan hal tersebut.

Arthur W. Pink dalam bukunya, “The Sovereignty of God”, menjelaskan bahwa sikap menekankan kedaulatan Allah tanpa dilengkapi dengan penegasan tentang tanggung jawab manusia, akan cenderung mengakibatkan kita menuju kepada fatalisme seperti yang telah diuraikan di atas. Fatalisme berarti kita percaya bahwa Tuhan sudah menetapkan atau menggariskan segala sesuatu di dalam dunia ini, termasuk nasib kita, jadi kita hanya bisa mengikutinya saja. Dari segi ini kita melihat segala sesuatu pasti terjadi sesuai dengan ketetapan Allah, jadi untuk apa kita bersusah payah melakukan sesuatu, toh kehendak Tuhan juga yang akan terjadi. Hal ini akan membuat kita menjadi pasif dan tidak berespon terhadap kedaulatan Allah sebagaimana mestinya.

Kedaulatan Allah bukanlah meniadakan kehendak bebas manusia, melainkan justru menjamin keberadaannya dan menetapkannya. Ketetapan Tuhan selalu akan terjadi sesuai dengan apa yang Dia inginkan, ini adalah benar. Tetapi bukan berarti kita tidak perlu melakukan apapun di dalam kedaulatan Allah atas diri kita, ini adalah salah. Pdt. Dr. Stephen Tong mengatakan bahwa, “Man is not what he is. Man is not what he does. Man is how he reacts before God.” Artinya, manusia dinilai dari bagaimana kita berespon terhadap Tuhan. Bagaimana kita harus berespon terhadap kedaulatan Tuhan? Kuncinya adalah tanggung jawab. Kita harus meresponi kedaulatan Tuhan dalam seluruh keberadaan diri kita sebagai pribadi dengan bertanggung jawab kepada-Nya. Kita harus bertanggung jawab kepada Tuhan bukan saja atas kehendak kita, tapi juga atas natur kita sebagai manusia. Hal inilah yang membedakan kita dari sebuah robot. Sebuah robot tidak mungkin dapat berespon kalau tidak ditekan tombol di remote controlnya, sedangkan manusia dapat memilih untuk berespon atau tidak berespon di hadapan Allah, karena Allah memberikan kemampuan itu kepada manusia. Kalau kita tidak berespon terhadap Allah, maka itu akan membuat kita menjadi seperti sebuah robot. Ini juga berarti kita justru tidak mengakui kedaulatan Allah yang sudah menciptakan kita sebagai manusia yang sanggup berespon kepada-Nya.

Tuhan menciptakan manusia lebih special dari segala ciptaan-Nya yang lain. Dia memberikan kepada kita sesuatu yang tidak dimiliki oleh makhluk lain di dunia ini, yaitu kehendak bebas. Karena itu, mari kita bersama-sama belajar menggunakan kehendak bebas ini sebagaimana mestinya sesuai dengan posisi kita sebagai manusia ciptaan Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan, kita harus senantiasa tunduk terhadap kedaulatan Allah, dan sebagai respon kita terhadap kedaulatan Allah, kita harus senantiasa bertanggung jawab kepada Dia di mana pun kita berada, apapun yang kita pikirkan, apapun yang kita rasakan, dan apapun yang kita kerjakan, sehingga segala sesuatu dalam diri kita boleh kita persembahkan dengan penuh sukacita dan kerelaan hanya untuk kemuliaan Allah yang berdaulat. To God be the glory!

Mildred Sebastian

Pemudi GRII Pusat