Bagaimana Anda Mengetahui Bahwa Anda Adalah Seorang Kristen Tulen? (Part 3)

Disadur dari karya* Jonathan Edwards

Dari pembahasan di edisi-edisi sebelumnya, kita dapat melihat bahwa tidak ada manusia yang mempunyai apa yang dipunyai oleh Iblis: tidak ada yang pernah gemetar karena ketakutan seperti yang dialami Iblis, tidak ada yang mempunyai pengetahuan sama seperti Iblis, tidak ada yang mengerti keluasan kekekalan seperti Iblis sehingga merindukan keselamatan melebihi apapun di dalam hidupnya. Maka, Rasul Yakobus mengatakan bahwa jika ada orang yang berpikir kepercayaan kepada Allah yang Esa adalah bukti dari anugerah Allah, setan pun percaya akan hal itu dan kepercayaan ini bukanlah bukti dari keselamatan. Bukan hanya aksi percaya yang dimaksudkan oleh Rasul Yakobus, tetapi juga kepada emosi hati dan perbuatan yang menyertai kepercayaan mereka, seperti gemetar.

Alkitab juga tidak menyatakan seberapa banyak manusia tidak bisa melihat kemuliaan Allah dan seberapa banyak tidak mendapatkan anugerah Allah di dalam hati mereka. Allah tidak menyatakan kepada berapa banyak orang Allah menyatakan diri-Nya dan seberapa banyak orang meresponi Allah dan anugerah-Nya dalam hati mereka. Mungkin kita ingin sekali mendapatkan suatu rumusan untuk mengukur dan memastikan seseorang diselamatkan, baik rumusan untuk mengukur jumlah pengalaman rohani atau pengetahuan tentang kebenaran. Ironisnya, mungkin sekali justru orang-orang yang tidak diselamatkanlah yang mempunyai pengalaman rohani jauh lebih dahsyat daripada mereka yang diselamatkan. Jadi, jumlah pengalaman rohani ataupun pengetahuan tidaklah dapat dijadikan takaran untuk memastikan keselamatan karena bahkan di dalam mereka yang diselamatkan, Roh Kudus memberikan pengalaman rohani dan pengetahuan dalam takaran yang berbeda-beda.

Sampai di sini, kita sangat mungkin menyetujui seluruh pembahasan di atas. Kita setuju bahwa percaya kepada Allah, melihat kemuliaan dan kekudusan Allah, dan mengetahui bahwa kematian Kristus adalah bagi orang berdosa, bukanlah merupakan bukti sama sekali bahwa seseorang diselamatkan karena setan pun mengetahuinya. Tetapi kita akan melanjutkan pemikiran kita dengan mengatakan bahwa kita mempunyai sesuatu yang setan tidak punya. Kita mempunyai sukacita, damai, dan kasih yang tidak dipunyai oleh setan. Yes! Benar sekali! Tentu saja kita mempunyai sesuatu yang tidak dipunyai oleh setan, tetapi apakah semuanya itu benar-benar tidak dipunyai setan? Belum tentu. Setan boleh saja tidak mempunyai sukacita, damai, dan kasih, tetapi pengalaman kita itu mempunyai penyebab yang sama dengan pengalaman setan sehingga pengalaman-pengalaman ini tidaklah lebih baik dari kepunyaan setan.

Setan mempunyai dua penyebab utama dalam segala yang dialaminya, yaitu pengetahuan alamiah dan kasih kepada diri. Pengetahuan alamiah membuat mereka melihat Allah yang kudus di dalam keberdosaan mereka, Allah yang tidak terbatas di dalam keterbatasan mereka, dan Allah yang Mahakuasa di dalam kelemahan mereka. Kasih kepada diri membawa mereka kepada kerinduan akan kekekalan. Kedua hal ini mengakibatkan setan sadar akan penghakiman Allah. Allah dengan kemuliaan-Nya yang dahsyat akan menghakimi mereka dengan sempurna selama-lamanya. Hal inilah yang menggelisahkan mereka – hari penghakiman – ketika mereka melihat kemuliaan Kristus dan orang-orang kudus-Nya.

Tetapi bagaimanakah dengan sukacita, damai, dan kasih yang tidak dialami setan? Hal itu mungkin lebih kepada situasi yang dialami di dalam pengasihanan Allah yang memberikan anugerah kepada manusia, seperti hujan (Mat. 5:45) daripada suatu perbedaan di dalam hati. Dalam situasi atau kondisi ini, manusia di dalam pengertian pengetahuan alamiahnya dapat merasakan apa yang setan tidak rasakan.

Sedangkan dalam hal kasih kepada diri, manusia menjadi mampu untuk seolah-olah independen dari Allah dan juga sesamanya. Kasih kepada diri cukup kuat untuk membuat seseorang seolah-olah mampu berdiri sendiri di luar kasih karunia, bahkan berdiri di hadapan Allah. Mereka tahu kalau dirinya tidak terlalu jelek sehingga mereka yakin bahwa Allah mengasihi mereka bahkan ketika pemberitaan Kristus yang mati bagi mereka diberitakan. Itulah kasih yang mirip setan yang juga ada di dalam hati setan.

Nah, kalau kita melihat setan-setan yang tahu bahwa dirinya adalah musuh Allah selama-lamanya dan tidak berpengharapan namun tetap sangat aktif dan berjuang habis-habisan, alangkah indahnya kalau mereka dapat berharap seperti manusia berharap? Bagaimana jika seorang setan tiba-tiba membayangkan Allah yang mungkin bisa menjadi temannya, mengampuninya, dan membawanya masuk ke surga? Bukankah itu luar biasa dan dia akan sangat bersyukur? Bukankah setan ini dapat sangat amat mengasihi Allah yang mirip dengan setiap orang juga mengasihi yang menolong dirinya? Hal apalagi yang dapat mendorong perasaan sampai memuncak, mendalam, dan penuh ketulusan? Sebegitu luar biasanya sehingga banyak orang yang telah tertipu oleh delusi yang ditanam setan sejak berabad-abad lalu sampai sekarang.

Kalau begitu, apa yang menjadi tanda pasti dari anugerah Allah melalui Roh Kudus di hati kita? Di mana letak perbedaannya dengan yang dari setan? Jawabannya terletak pada sumber dan hasil atau buah-nya. Sumber-nya adalah perasaan ketakjuban akan keindahan kekudusan dan cinta kasih dari segala sesuatu yang berasal dari Allah. Hatinya akan tertawan dan tertarik kepada Sang Ilahi.

Hal tersebutlah yang tidak mungkin dan pasti tidak akan mungkin dialami oleh setan dan manusia yang terkutuk di neraka. Sebelum setan-setan jatuh, mereka memang mempunyai hal tersebut tetapi mereka telah kehilangan secara total keindahan itu sesudah kejatuhan mereka. Itu adalah satu-satunya hal yang hilang dari pengetahuan mereka akan Allah namun itulah kefatalan mutlaknya. Setan tetap mengetahui kuasa, keadilan, dan kekudusan Allah, banyak sekali fakta tentang Allah, tetapi pada saat yang bersamaan mereka tetap buta. Mereka mengetahui keagungan Allah tetapi tidak bisa melihat Allah yang penuh cinta kasih. Mereka mengetahui banyak detail pekerjaan Allah di dunia dalam sejarah tetapi tidak bisa melihat keindahan-Nya. Justru semakin mengenal Allah, mereka semakin membenci Allah karena memang letak kebenciannya adalah pada kekudusan dan kesempurnaan moral-Nya. Karena itu, setan-setan pasti membenci mereka yang telah dikuduskan oleh darah Sang Kudus. Terlebih lagi kebencian setan memuncak dan mencapai kemutlakan terhadap Sang Kudus kekal itu sendiri yang bijaksananya tak terselami dan kuasanya tak terbatas!

 

Disadur oleh,

Yenty Rahardjo Apandi

Pemudi GRII Singapura

 

 

* Judul aslinya “True Grace Distinguished from the Experience of Devils”