Sadarkah Kita Sedang Berada di dalam Peperangan?

Dan aku melihat binatang itu dan raja-raja di bumi serta tentara-tentara mereka telah berkumpul untuk melakukan peperangan melawan Penunggang kuda itu dan tentara-Nya. (Wahyu 19:19)

Pada abad ke-21, zaman kita, kemungkinan besar kita tidak pernah mengalami perang fisik sampai sekarang. Rasanya dunia damai-damai saja, tidak pernah ada perang fisik. Kita tidur cukup enak, tidak pernah dipaksa bangun jam 2 pagi karena ada musuh menyerang. Mungkin, selain pengalaman sangat kecil di pramuka, kita tidak pernah mengikuti pelatihan kamp untuk perang yang penuh dengan disiplin.

Meskipun demikian, ada peperangan yang sedang berlangsung, peperangan yang sudah berlangsung begitu lama. Peperangan yang telah dilewati oleh seluruh orang Kristen di sepanjang zaman.  Peperangan itu adalah peperangan kosmik antara Kerajaan Allah dan kerajaan Iblis. Peperangan ini melibatkan seluruh malaikat, seluruh dunia setan, dan seluruh umat manusia. Peperangan ini dialami oleh Adam, Nuh, Abraham, Musa, Daud, para nabi, dan para rasul. Setelah zaman para rasul, peperangan ini juga dialami oleh Athanasius dan Bapa-Bapa Gereja seperti Luther, Calvin, Whitefield, Machen, dan masih banyak yang lain.

Mungkin kita mengatakan, “Tentunya peperangan ini tidak melibatkan kita kan? Itu kan perang besar-besaran, skalanya besar sekali, jauh lebih besar dari Perang Dunia II. Masakita juga ikut terlibat?” Maka pertanyaannya adalah mengapa kita juga terlibat dalam peperangan rohani? Jawabannya sangat mudah, karena Tuhan memerintahkan kita untuk berperang. Di dalam Kejadian 3:15, Tuhan yang menetapkan peperangan ini.

Siapakah musuh Allah dan musuh kita dalam peperangan rohani? Di dalam Efesus 6 ditulis bahwa musuh kita bukan daging dan darah. Jika musuh kita adalah daging dan darah, kita cukup ambil senapan dan latihan menembak jitu agar menang. Tetapi musuh kita bukan daging dan darah. Musuh kita adalah pemerintah, penguasa, penghulu dunia yang gelap, dan penguasa kerajaan angkasa. Musuh dari kita adalah setan yang dahulu adalah malaikat Allah. Begitu berkuasa dan berpengalaman ribuan tahun, musuh ini sangat menakutkan. Dia tahu segala taktik perang dari perang langsung sampai perang gerilya, menggunakan armor yang terbaik, menggunakan senjata panah yang terbaik yang bisa menembak banyak panah secara akurat sekaligus, memiliki artileri yang terbaik.

Setan juga tahu menggunakan senjata yang tepat ke orang yang berbeda. Kepada orang yang mencari kekayaan, ada gerakan Karismatik ekstrem yang menawarkan kekayaan. Kepada orang yang di-abused sejak kecil, ada godaan untuk tidak percaya pada Tuhan dan firman-Nya. Kepada orang yang terjun di dunia sains, ada godaan untuk percaya pada hasil eksperimen atau hasil pikiran lebih dari firman Tuhan. Kepada orang Kristen baru, ada godaan untuk tidak mengambil pelayanan karena masih baru, masih tidak layak, masih kurang ini kurang itu (mau kapan sempurna coba…). Kepada orang Kristen yang sudah lama, ada godaan untuk menjadi sombong secara rohani karena sudah membaca Alkitab lebih banyak dari orang lain atau sudah pelayanan lebih banyak dari orang lain.

Internal Struggle
Mungkin kita masih berkata “Ah… Okelah, kan kita sudah diselamatkan, terus kita di suruh berperang bukan? Ah… kita di tengah-tengah aja, jadinya lebih aman.” Ada alasannya mengapa dari sekian banyak orang Kristen, tidak banyak yang memang dipakai Tuhan dengan besar, dan salah satunya adalah karena mental cari aman. Di dalam sebuah peperangan, jika prajurit-prajurit dalam sebuah kerajaan lebih memilih mencari aman, maka kerajaan tersebut akan kalah dalam peperangan. Itulah sebabnya ketika Yunani berperang, yang dikirim perang adalah prajurit Sparta, bukan para petani, karena prajurit Sparta telah dilatih untuk tidak takut mati dan penuh disiplin. Para petani? Mereka tidak terlatih dengan mental demikian. Itulah sebabnya, kerajaan Yunani berhasil bertahan dari invasi kerajaan Persia, melalui kepemimpinan prajurit Sparta, bukan melalui para petani.

Namun demikian, adalah tipuan setan bahwa kita tidak ada di garis depan. Ketika sebuah kerajaan berperang melawan kerajaan lainnya, setiap prajurit yang ada dalam peperangan tersebut sesungguhnya sedang ada di garis depan pada tempat itu. Demikian juga orang Kristen, kita juga ada di garis depan. This is a war that we cannot avoid, however we wish to.

Bagaimanakah setan mendorong kita untuk menjauh dari Tuhan? Saya akan mengutip beberapa dari khotbah George Whitefield. Whitefield adalah seorang yang ditempatkan Tuhan di awal First Great Awakening di Amerika. Dia berbicara sekitar 30.000 kali, dengan rata-rata seminggu berkhotbah selama 40 jam. Dia mengatakan ada sedikitnya enam buah cara setan untuk menjauhkan kita dari Tuhan.

Yang pertama adalah mendorong kita ke dalam keputusasaan dan minder, karena melihat dosa kita begitu berat ketika dibandingkan dengan standar Allah. Bukannya kita mencari Kristus, salib, dan pengampunan-Nya, tetapi kita malah berpikir untuk makin jauh dari Kristus. Saya sudah menemukan beberapa orang terjebak dalam pemikiran seperti ini, dan saya sendiri dahulu juga terjebak cukup lama. Merasa tidak layak untuk berdoa, saya memilih untuk tidak berdoa dan malah semakin jauh dari Tuhan. Ini jebakan yang mengerikan, karena naturnya adalah spiral, semakin lama semakin terjebak lebih dalam. Dalam kondisi seperti itu, kita perlu anugerah Tuhan menarik kita keluar dengan paksa, dan kembali bergantung pada kasih karunia Tuhan.

Yang kedua adalah mendorong kita ke dalam kesombongan rohani, memikirkan diri kita lebih tinggi daripada seharusnya. Misalkan kita terjun dalam pelayanan, maka kita melihat orang yang tidak terjun pelayanan sebagai orang yang secara rohani lebih rendah. Sangat mudah mencari contoh-contoh demikian, dan saya yakin setiap pembaca pernah dicobai untuk membandingkan diri dengan orang lain dan menganggap diri lebih tinggi.

Yang ketiga adalah membuat kita ragu ketika kerohanian kita sedang kering. Kita mulai ragu akan kesetiaan Tuhan, ragu akan Tuhan yang memegang kita. Ketika kita sudah lama ikut Tuhan, sangat mungkin kerohanian kita jatuh dalam kondisi seperti padang gurun. Saat itu, kita bisa semakin jatuh kalau kita tidak berteriak di hadapan Tuhan… “Tuhan, kasihanilah saya.”

Yang keempat adalah membuat kita penuh dengan pemikiran yang menolak Allah dan penuh dengan ketidakpercayaan. Saya pribadi tidak jarang untuk terjebak untuk menolak Tuhan, bahkan tidak takut untuk pergi ke neraka. Pernahkah kita merasa doa kita tidak berkenan di hadapan Tuhan? Atau ketika firman Tuhan seperti tidak bekerja dalam hidup kita? Atau ketika pelayanan kita seperti tidak membuahkan hasil dan banyak kekurangannya? Mudah sekali beralih dari hal-hal demikian pada ketidakpercayaan terhadap Tuhan.

Yang kelima adalah cobaan melalui teman-teman terdekat dan keluarga. Adam jatuh karena istrinya Hawa dan Salomo jatuh oleh karena istri-istrinya. Bukankah kita juga pernah dilarang pelayanan karena keluarga? Atau bagi orang yang baru bertobat dari melawan Kristus, biasanya dari agama lain, bukankah keluarga akan melawan begitu keras? Saya rasa kita telah mengalami halangan dari keluarga yang sering kali sangat logis dan terkesan demi kebaikan kita. Oleh sebab itu, ada tertulis : “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.

Yang keenam dari trik setan adalah untuk mundur sebentar dan menyerang pada waktu yang lebih baik. Bayangkan ada seorang yang sedang mengalami kebangunan rohani, dia rajin menjalankan panggilannya, dia berdoa setiap hari, mengambil Alkitab dan membacanya setiap hari. Pelayanannya di mana-mana, dan penuh dengan buah. Kemudian, karena kesuksesannya, dia mulai tidak bergantung pada Tuhan, mulai mundur relasinya dengan Tuhan. Pelayanannya terus terlihat sukses, tetapi relasinya semakin mundur. Di saat itulah setan menyerang, kita akan digoda untuk mundur sejenak membereskan kerohanian kita, mundur dari perang… baru setelah itu mulai lagi.

Saya tergerak untuk menambahkan tiga tipuan setan lagi dari perenungan pribadi saya. Yang ketujuh adalah ketika kita melihat sesuatu yang penting (misalnya doa), lalu ada bisikan suara “doa itu penting, tapi makan dulu lah… biar konsentrasi”. Setelah makan, kita jadi lupa untuk berdoa. Ketika kita tidak ada urgensi, kita meninggalkan ruang untuk setan bekerja.

Yang kedelapan adalah ketika kita tidak menyerahkan seluruh hidup kita di hadapan Tuhan. Contohnya, tidak ada di Alkitab yang melarang nonton film/main game/shopping ke mall. Namun, ketika dipikirkan dari perspektif apa yang Tuhan mau kerjakan, tidak terlalu sering Tuhan memang berkehendak kita untuk nonton film/main game/shopping. Walaupun demikian, alasan kita bisa berbagai macam, salah satunya “Masa gak boleh sih main game? Setau gue di Alkitab gak dilarang deh”.

Yang kesembilan adalah mengarahkan kita untuk fokus pada pergumulan diri. Kita lupa bahwa peperangan ini bukan saya vs setan saja, tetapi Kerajaan Tuhan vs kerajaan setan. Pernahkah ketika kita diminta untuk mendoakan penginjilan di Arab, respons kita adalah “Duh… besok gue exam, ngapain gue pusingin penginjilan di Arab???” Hasilnya? Lama kelamaan pun kita akan jauh dari Tuhan karena selalu fokus pada diri.

The Enemy’s Tactic on Broader Context
Jadi, seperti di paragraf sebelumnya, kita pun harus melihat peperangan apa yang sedang dikerjakan oleh Gereja Tuhan secara luas? Di masa lalu berbagai tantangan yang berbeda melawan umat pilihan Allah. Di masa Bapa-Bapa Gereja, Pdt. Dr. Stephen Tong mengatakan ada empat tantangan melawan gereja, yaitu politik (tekanan dari Roma), filsafat (stoic dan gnostic), injil palsu, dan orang Kristen yang tidak sungguh-sungguh beriman. Di masa Abad Pertengahan, umat Tuhan dipengaruhi oleh praktik gereja yang saat itu begitu rusak, dan Injil yang palsu, sampai zaman Reformasi ketika Luther menempelkan 95 tesis di pintu gereja Wittenberg. Di awal abad ke-20, Machen melawan habis-habisan liberalisme. Lalu bagaimana dengan zaman ini?

Medan peperangan zaman ini adalah melawan postmodernisme. Postmodernisme berkata, tidak ada kebenaran yang absolut. Orang menganggap semua kebenaran sama, semua agama sama. Inilah yang lumayan sering dibicarakan “Bukankah semua agama mengajarkan kita untuk berbuat baik? Hanya caranya beda-beda saja.” Jadi, tetap sebuah pertanyaan harus ditanyakan, yaitu apa itu kebenaran? Jawaban orang postmodern, kebenaran adalah yang ‘whatever works for me’. Lebih jauh lagi, setiap kepercayaan direduksi ke dalam private sphere. Arti mudahnya adalah, kita boleh percaya agama apa pun atau bahkan ateisme. Hanya, jangan bicarakan tentang agama, jangan bawa ke publik. Di dalam kamarmu, kamu bebas beribadah, hanya jangan bicarakan ke saya. Jangan masukkan ke dalam sains juga, jangan masukkan agama ke dalam debat politik, jangan masukkan agama ke dalam kebijakan perusahaan.

Menurut Barna group, hanya tinggal 34 persen dari sampel orang Kristen di Amerika yang percaya akan kebenaran absolut. Sisanya? Mengikuti dunia yang mengatakan bahwa kebenaran bersifat relatif, asal buat saya benar, sudah, jangan ganggu. Seberapa desktruktifkah ini? Mari bayangkan sebuah gereja dengan pemimpin X yang mau mendapatkan sebanyak mungkin orang. Bagaimana caranya? X melihat bahwa kebanyakan orang mencari sesuatu yang works for him. Juga, ternyata kebanyakan orang mencari kekayaan. Jadi, X berkata, mari kita mengisi khotbah di gereja kita dengan “asal percaya Yesus pasti kaya”. Dosa? Pertobatan? Duh, orang gak seneng denger itu lagi, janganlah…

Di sini, kita melihat bahwa setan menggunakan taktik ini dengan begitu jitu. Hasilnya? Banyak gereja yang sudah tidak kembali kepada firman. Banyak orang yang datang ke gereja mencari sesuatu, entah itu kekayaan, kesembuhan, kepemimpinan, kehangatan, dan lain-lain, tetapi yang pasti bukan Tuhan. Begitu subtle, tetapi telah menipu banyak orang dan telah menarik begitu banyak orang ke neraka.

Offensive Warfare and Evangelism
Kita sudah melihat banyak tentang musuh kita, di mana saja setan bisa menyerang kita dan taktik-taktik setan pada peperangan dengan skala yang lebih besar. Namun, seperti dalam peperangan, hanya mengetahui musuh tidak cukup. Kita juga harus tahu apa senjata yang kita punya untuk menyerang dan bertahan, dan apa strategi kita untuk menyerang dan bertahan terhadap musuh.

Kita akan melihat equipment kita terlebih dahulu. Di Efesus 6, kita diperintahkan untuk mengenakan lima equipment pertahanan (helm keselamatan, baju zirah yang menyatakan bahwa kita sudah dibenarkan (LAI: keadilan), sepatu yang memberi kesiagaan (LAI: kerelaan), perisai iman, dan ikat pinggang kebenaran) dan satu equipment untuk menyerang, yaitu pedang Roh, yang adalah firman Tuhan. Kita tidak diberikan equipment lainnya, perlengkapan perang kita adalah satu set itu saja. Jika kita gunakan perlengkapan yang lain, kita pasti hancur.

Menarik bahwa kita hanya diberikan satu senjata untuk menyerang. Tidak ada panah, tidak ada tombak, tidak ada senjata lainnya. Kita gunakan senjata lainnya, kita pasti kalah. Kita diberikan sebuah pedang, yang lebih tajam dari pedang bermata dua apa pun, yang mampu membelah sumsum dan tulang dan mampu membelah pikiran dan keinginan dari hati. Pedang ini dahulu telah mempertobatkan kita, dan menusuk dan mencabik-cabik diri kita yang berdosa. Pedang ini telah mengalahkan setan berkali-kali di masa lalu. Pedang ini begitu berkuasa dan begitu kuat. Dahulu, batu dan umban cukup untuk mengalahkan Goliat. Musuh kita jauh lebih kuat dari Goliat, hanya pedang Roh yang sanggup mengalahkannya. Demikianlah kita sebagai pemuda harus belajar firman Tuhan baik-baik.

Karena senjata kita hanya satu, strategi kita dalam menyerang sebenarnya begitu mudah. Ayunkan pedang itu terhadap sebanyak mungkin musuh kita. Beritakan firman, kepada diri kita sendiri, kepada teman-teman kita, dan kepada orang-orang yang masih terjebak akan worldview mereka. Taktik-taktik lain hanya digunakan untuk melancarkan firman Tuhan yang murni diberitakan.

Jadi, bisa dikatakan bahwa penginjilan adalah ujung tombak Kerajaan Allah, dalam arti, kemajuan Kerajaan Allah dalam hal-hal lainnya harus didahulukan oleh pertobatan orang berdosa melalui pemberitaan firman yang murni. Dengan penginjilan, kita secara ofensif membawa peperangan ke daerah musuh. Kita tidak terus menerus diserang dan bertahan menggunakan lima perlengkapan pertahanan, tetapi kita mengambil inisiatif untuk menyerang musuh di daerah kekuasaannya. Mengerikan memang, tetapi sebuah complete victory selalu membawa peperangan ke ibukota musuh, tempat paling berbahaya bagi setiap prajurit.

Inilah medan peperangan rohani yang paling sengit. Ketika kita mengabarkan Injil yang murni, inilah sebuah serangan yang begitu dahsyat pada kerajaan setan. Bersiaplah untuk diserang habis-habisan, tidak ada prajurit yang menyerang ibu kota musuh yang tidak diserang habis-habisan, tetapi jika kita memegang firman dengan murni, sebuah kemenangan besar menanti kita.

Prayer and Power
Terakhir, kita tetap harus mengingat bahwa perang ini bukan milik kita semata, ini tetap peperangan Tuhan. Kalau kita berjuang sendirian, kita pasti kalah. Ketika kita mengangkat pedang dan menusuk, tusukan kita tak bertenaga. Kita juga tidak akan sanggup mengangkat perisai untuk menepis panah-panah dari Iblis. Kita perlu untuk selalu bergantung pada Tuhan. Allah kita memerintahkan kita untuk berdoa secara kontinu. Demikianlah kita harus berdoa.

Semua orang Reformed mengakui kedaulatan Allah, yang artinya Allah berdaulat akan segala sesuatu. Segala sesuatu ada di dalam kontrol Allah, termasuk juga apakah Tuhan menjawab doa kita atau tidak. Akibatnya, beberapa orang berdoanya sekadar pasrah. ‘Yaahhh, kehendak-Mu jadilah’ digunakan sebagai ekspresi pasrah. Tidak ada lagi keinginan yang sedalam-dalamnya, supaya kehendak Tuhan jadi.

Mazmur 37:4 mengatakan: Delight yourself in the LORD, and He will give you the desires of your heart. Apa hubungannya dengan peperangan rohani? Ketahuilah bahwa peperangan ini adalah kehendak Tuhan, Dia sendiri yang memerintahkan kita untuk mengangkat senjata. Dia sendiri yang memberitakan bahwa Kerajaan-Nya sudah datang, dan Dia sendiri yang memerintahkan kita untuk memajukan kerajaan-Nya melalui pengabaran Injil. Ketika yang kita doakan adalah apa yang Tuhan inginkan, maka ketahuilah bahwa Tuhan akan bergerak, Tuhan pasti bergerak! Ketika Tuhan sendiri turun, sesengit apa pun peperangannya, siapa dapat tahan?

Kita mungkin selama ini kurang berdoa, terutama berdoa untuk Kerajaan Allah, karena fokus kita mungkin lebih ke kebutuhan sehari-hari. Ketahuilah tidak ada kuasa yang lebih besar dari kuasa doa yang sinkron dengan Kehendak Allah, karena Allah sendiri yang akan bekerja. Demikian hal sebaliknya, ketahuilah bahwa tanpa tangan Allah yang bergerak dan berperang, tidak ada satu prajurit pun yang mampu menahan serangan dari musuh.

Konklusi
Kita sudah melihat betapa sengit peperangan yang ada, betapa sulit yang tugas yang diemban kepada kita. Kita juga melihat senjata-senjata yang diberikan kepada kita oleh Tuhan, senjata untuk bertahan dan senjata untuk menyerang, pedang Roh sendiri. Kita juga telah melihat kekuatan dari doa yang begitu berkuasa. Mari sadar akan peperangan di depan kita, mari bangkit berperang, karena kita tidak pernah tidak berada dalam kondisi tidak berperang.

Joseph Andreas
Pemuda GRII Singapura