,

Umat Allah

Di dalam museum yang ada di Jakarta, ada sebuah lukisan yang berjudul “Cain flying before Jehovah’s curse”. Lukisan ini dibuat pada tahun 1880 oleh seorang pelukis asal Perancis yang bernama Fernand Cormon. Lukisan ini menceritakan tentang Kain yang dibuang oleh Allah setelah ia membunuh adik kandungnya sendiri yang bernama Habel. Kain akhirnya harus hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Di dalam lukisan itu Kain digambarkan paling depan dan sedang memimpin kaumnya untuk pergi ke suatu tempat dan diikuti oleh anak-anak dan cucu-cucunya. Di dalam lukisan itu wajah Kain terlihat kebingungan karena ia tidak tahu harus berjalan ke arah mana. Hal ini sama dengan ketika kita melakukan dosa, maka dosa akan membuat kita tersesat dan tidak tahu ke arah mana tujuan hidup kita.

Dalam Kejadian 4:17-26 dan Kejadian 5, dinyatakan bagaimana keturunan Adam dan Hawa dibagi di dalam dua garis. Dua garis itu ialah garis keturunan yang meneruskan keturunan perempuan dan garis keturunan yang meneruskan keturunan ular. Pemisahan garis keturunan itu ternyatakan dalam proses sejarah semenjak Habel dan Kain dilahirkan. Allah memilih dan menetapkan Habel untuk berbagian di dalam penerusan keturunan perempuan, sedangkan Kain mendapatkan bagiannya di dalam garis keturunan ular.

Ketika kita membaca kisah keturunan Kain, kita akan menemukan suatu pencapaian kebudayaan dan kemajuan di dalam hidup mereka (Kej. 4:20-22). Sementara pada waktu pembacaan akan Kejadian 5, kita akan membaca suatu pola hidup dari keturunan Habel yang digantikan oleh Set – antara lain: lahir, memperanakkan, mati – lahir, memperanakkan, mati – lahir, memperanakkan, mati. Inilah dua buah pencatatan kisah yang begitu mengherankan di dalam perbandingan pola hidup dan pencapaian antara garis keturunan perempuan dengan garis keturunan ular.

Pada Camp FIRES 2013, Ev. Edward Oei memberikan suatu pengertian terhadap dua pembacaan dari pencapaian kebudayaan dan kisah hidup antara dua garis tersebut. Keturunan Kain seakan-akan begitu maju di dalam kebudayaan yang dicapainya, sementara keturunan Habel mengisahkan betapa kosongnya pencapaian hidup mereka. Sesungguhnya, keturunan Habel bukan hidup seperti binatang tanpa mempersiapkan apa-apa. Keturunan Habel yang adalah umat Allah, mereka mengerti bagaimana seharusnya menghidupi hidup ini. Mereka menyadari bagaimana hidup ini harus berkarya, hanya pada waktu Tuhan Allah mulai memerintahkan untuk berkarya. Tanpa perintah dari Tuhan Allah di dalam waktu-Nya, maka keturunan Habel tidak akan memunculkan suatu karya apa pun.

Keturunan Habel memberikan suatu teladan bagaimana seharusnya menghidupi hidup yang dituntun oleh Tuhan Allah. Tidak bergerak dan memunculkan karya – tanpa perintah atau mandat dari Allah; tidak berdiam ketika Allah sudah memerintahkan untuk berkarya dan berbudaya di dalam waktu-Nya (ternyatakan di dalam kisah Nuh yang sanggup membangun bahtera di mana memerlukan teknologi tertinggi pada zaman itu dan di dalam hidup bangsa Israel yang penuh dengan begitu banyaknya ahli tembaga, perak, emas, besi, dan sebagainya untuk mengisi kebutuhan perkakas bait Allah dan pemazmur, pemain kecapi dari suku Lewi untuk memimpin liturgis, di dalam hidup beribadah kepada Allah). Hidupnya bukanlah hidup yang penuh kebingungan dan tanpa arah, melainkan dengan penuh kesadaran akan seluruh keberadaan mempersiapkan diri dan menunggu waktu-Nya untuk memunculkan apa yang diperintahkan Allah.

Selanjutnya di dalam Kejadian 6-9, mengisahkan tentang bagaimana Allah menyaring kembali seluruh umat manusia ini. Pengertian bahwa kisah ini sebenarnya menyatakan Allah sedang membuang “sampah” dan menyelamatkan umat Allah – keluarga Nabi Nuh yang mendapat kasih karunia di mata Allah. Namun, pemisahan dua garis keturunan yang ditetapkan Allah tidak pernah terhentikan, bahkan ketika satu keluarga Nabi Nuh diselamatkan. Dari ketiga anaknya Sem, Ham, dan Yafet – sekali lagi Allah menyatakan penggenapan terhadap umat-Nya dari Kejadian 3:15, di dalam pembacaan Kejadian 9:18-27. Ham, bapa Kanaan menyatakan bagiannya di dalam garis keturunan ular. Sem dan Yafet menyatakan bagiannya di dalam garis keturunan perempuan. Kisah dalam Kejadian 4 terulang sekali lagi.

Pasal-pasal selanjutnya hingga akhir kitab Keluaran, kita melihat bagaimana Allah meneruskan garis keturunan perempuan di dalam Sem – Terah – Abraham – Ishak – Yakub – bangsa Israel. Melihat kisah sejarah ini sebenarnya hanya menyatakan bahwa sejarah adalah panggung antara garis keturunan perempuan yang terus-menerus menyatakan dirinya sebagai pemelihara perjanjian dengan garis keturunan ular yang terus-menerus menyatakan dirinya sebagai pelanggar perjanjian – di mana Allah menjadi penentu yang mutlak dan pengontrol berjalannya sejarah dunia ini.

Ketika melihat lukisan yang diceritakan di atas, mengingatkan kita akan kebalikkan hidup dari umat Allah yang diteruskan hingga bangsa Israel. Siapakah bangsa Israel? Bangsa Israel adalah sekelompok orang yang dipilih oleh Allah sendiri untuk menjadi umat-Nya meneruskan garis keturunan perempuan (Kel. 6:7). Allah mengikatkan diri-Nya dengan bangsa Israel dengan suatu perjanjian. Perjanjian antara Allah dan umat-Nya sudah jauh ada ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa (Kej. 3:15), dan sejak itu terbagi menjadi dua kelompok: keturunan perempuan (umat Allah) dan keturunan ular (bukan umat Allah). Allah juga mengadakan perjanjian dengan Abraham yang disebut sebagai “bapa orang beriman” (Kej. 15), suatu perjanjian untuk menjadikan keturunan Abraham sebagai bangsa yang besar dan akhirnya perjanjian itu sampai kepada bangsa Israel – di mana diri Allah sendiri menjadi jaminan apabila perjanjian ini terlanggar (lihat artikel PILLAR Edisi Februari 2014: Covenant: Between God and Man).

Allah kemudian kembali menyatakan diri-Nya kepada bangsa Israel yang saat itu berada dalam perbudakan Mesir. Allah sendiri berjanji akan memimpin umat-Nya keluar dari tanah Mesir melalui hamba-Nya Musa, menuju kepada tanah Kanaan; tanah yang telah Allah janjikan bagi Abraham dan keturunannya. Allah memimpin umat-Nya keluar dari perbudakan dengan memberikan sepuluh tulah kepada bangsa Mesir. Hal ini dilakukan oleh Allah untuk memperlihatkan kepada bangsa Mesir bahwa Allah bangsa Israel adalah Allah yang perkasa dan Allah sejati satu-satunya yang berkuasa di atas bumi ini. Allah memimpin dengan tiang awan pada waktu siang dan tiang api pada waktu malam. Tidak hanya itu, Allah juga yang setiap harinya menurunkan manna dari sorga sebagai makanan mereka. Selama 40 tahun lebih Allah memimpin bangsa Israel menuju tanah Kanaan, dan selama 40 tahun lebih umat-Nya dididik bahwa hidup mereka hanya bergantung dan melihat kepada Allah.

Ketika kita melihat perbandingan ini maka kita dapat melihat sekali lagi dua kelompok yang sangat jelas. Satu kelompok adalah kelompok yang dibuang oleh Allah sedangkan kelompok yang lainnya adalah kelompok yang dipimpin oleh Allah. Kita pasti akan memilih kelompok yang dipilih dan dipimpin oleh Allah sendiri. Tetapi pada kenyataannya kelompok yang dipimpin oleh Allah ini pun sering sekali mengeluh dan memberontak terhadap Allah. Padahal di sepanjang perjalanan Allah memperlihatkan begitu banyak perbuatan yang hebat di depan mata mereka, tetapi mereka akhirnya memilih untuk memberontak dan tidak percaya kepada Allah.

Apakah ini yang disebut umat Allah? Hanya ada dua orang saja yang tersisa dari generasi bangsa Israel yang keluar dari tanah Mesir yang dapat masuk ke dalam tanah perjanjian yaitu Kaleb dan Yosua. Bahkan Musa yang memimpin bangsa ini keluar dari Mesir pun tidak dapat masuk ke dalam tanah Kanaan. Dia hanya dapat melihat dari atas gunung betapa luasnya tanah yang akan diberikan oleh Allah kepada bangsanya. Hal ini disebabkan Musa juga melanggar perintah Allah. Penyaringan yang dilakukan oleh Allah adalah untuk membersihkan umat-Nya dari segala keberdosaan yang telah mereka pelajari selama di Mesir. Butuh waktu sampai empat puluh tahun lamanya Allah menyaring umat-Nya sehingga hanya orang-orang yang terpilih saja yang dapat menerima janji Allah.

Siapakah umat Allah? Umat Allah adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah sendiri dan terus menyatakan kesetiaannya dan ketaatannya kepada Allah Sang Pencipta. Di dalam surat Petrus yang pertama mengatakan bahwa umat Allah adalah “orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya” (1Pet. 1:2). Di dalam sejarah begitu banyak orang-orang yang mengenal akan Yesus Kristus tetapi hanya sedikit yang mau taat kepada Kristus. Begitu juga dengan murid-murid Kristus sendiri, mereka beberapa kali meragukan Yesus sebagai Allah mereka. Seperti Petrus yang menyangkal Yesus sebanyak tiga kali, kemudian ada Tomas yang baru akan percaya akan kebangkitan Yesus apabila ia sudah mencucukkan jarinya ke dalam luka Yesus dan beberapa murid yang mengatakan Yesus sebagai “hantu” ketika Yesus berjalan di atas air menghampiri mereka.

Bangsa Israel adalah satu bangsa yang Tuhan sudah pilih untuk menjadi bangsa yang dikasihi oleh Allah, yang dijanjikan-Nya akan memperoleh keturunan yang banyak dan akan mendapatkan tanah yang berlimpah-limpah susu dan madu, tetapi sungguh ironis melihat mereka masih tidak percaya sepenuhnya kepada Allah sampai Allah harus “menyaring” mereka selama empat puluh tahun di padang gurun. Mereka dipilih oleh Allah, dikuduskan, tetapi mereka tidak taat kepada Allah. Maka ketika melihat semua ini kita harus belajar bahwa menjadi umat Allah bukanlah dari status saja melainkan dari seluruh hidup kita mencerminkan kita adalah umat Allah dengan taat kepada-Nya dan melakukan segala Taurat Allah.

Bagaimana dengan hidup kita pada zaman sekarang ini? Apakah kita sudah layak dipanggil sebagai umat Allah atau kita sama dengan bangsa Israel yang harus “disaring” terlebih dahulu, jika tidak maka kita adalah kelompok garis keturunan ular, kelompok yang dibuang Allah. Dengan begitu banyaknya “godaan-godaan” akan dunia ini, tekanan dan kesulitan hidup yang ada – akan ternyatakan di dalam panggung sejarah, siapakah diri kita sesungguhnya? Penerus garis keturunan perempuan atau ular? Mari kita menjawabnya di dalam hidup ini. Jawabannya ditentukan dengan pasti oleh siapakah kita sesungguhnya dan ternyatakan melalui hidup kita yang taat dan setia kepada Taurat Tuhan atau tidak. Mari bertobat!

Robert dan Henoc Fajar Priyanto
Pemuda FIRES