,

Lü Buwei

Hegel, seorang filsuf Jerman, berkata bahwa pelajaran terbesar dari sejarah adalah manusia tidak mau belajar dari sejarah. Pernyataan ini menarik karena menurut pengamatan saya yang terbatas, pendidikan di Barat menekankan pentingnya sejarah. Berbeda dengan di Indonesia atau Singapura misalnya.

Salah satu sejarah peradaban yang menyediakan banyak kebijaksanaan adalah Sejarah Cina. Catatan sejarah Cina paling tidak sudah sepanjang 3.000 tahun yang diisi dengan kehadiran satu dinasti dan digantikan oleh dinasti lain. Siklus Dinasti… Ada banyak hal yang dapat dipelajari dari setiap kehadiran pemerintahan sebuah dinasti. Tapi kali ini saya akan menyoroti tentang hierarki sosial yang ada dalam sejarah masyarakat Han, karena demikianlah orang-orang di daratan Cina menyebut diri mereka.

Sejak masa Dinasti Qin sampai dinasti yang terakhir, Qing, para penguasa membagi rakyat Han dalam 4 atau 5 kelas yakni: tuan tanah (bangsawan) dan para ilmuwan, petani, lalu seniman dan para pengrajin, berikutnya kelas pedagang dan yang terakhir tentu saja kaum yang terbuang, para budak. Kaisar ada di mana? Tentu saja tidak masuk ke dalam kelas sosial tersebut karena dianggap tidak termasuk kelas sosial manusia, melainkan keturunan para dewa.

Apa menariknya pembagian kelas sosial tersebut? Kelas sosial masyarakat Han pada masa pemerintahan para dinasti, relatif lebih terbuka. Artinya seseorang yang memiliki bakat dan kemampuan, masih mempunyai kemungkinan untuk naik ke kelas yang lebih tinggi. Tidak seperti di India yang memiliki sistem sosial yang begitu tertutup. Salah satu kaisar Cina yang terkenal yang mendirikan Dinasti Han dan membawa Cina dalam masa kejayaan, Liu Bang, berasal dari keluarga petani.

Namun ada hal yang lebih menarik lagi terkait pembagian kelas sosial masyarakat Han. Apakah Anda memerhatikan bahwa para pedagang ada di kelas terbawah? Ajaran Konfusianis menganggap kelas ini tidak menghasilkan apa-apa sehingga tidak patut duduk sejajar dengan para seniman atau ilmuwan. Sedangkan kelas yang lebih tinggi dan bergengsi adalah mereka yang bisa menjadi pejabat istana alias masuk dunia politik. Itu sebabnya, sejarah Cina mencatat seorang bernama Lü Buwei.

Ia adalah seorang pedagang yang sukses yang berasal dari negara Wei. Buku sejarah Zhan Guo Ce mencatat kisah bagaimana Lü memutuskan untuk berpindah karier, dari perdagangan masuk pemerintahan. Hal itu terjadi lewat percakapan dengan sang ayah waktu ia bertanya berapa banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari melakukan investasi dalam pertanian, perdagangan, dan membangun pemerintahan. Ayahnya menjawab bahwa dari pertanian ia akan mendapat profit 10 kali lipat, dari perniagaan 100 kali lipat, tetapi dari pemerintahan tidak terhingga. Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Silakan Anda menanyakannya pada mbah Google…

Dapatkah Anda menarik relevansi kisah tadi dengan kehidupan Anda sekarang? Tahun ini adalah tahun Pemilu. Bulan April ada pemilihan anggota legislatif. Bulan Juli ada pemilihan presiden dan wakilnya. Sejauh mana keterlibatan Anda dalam dunia politik? Ayah Lü Buwei dan ayah Ahok memiliki pandangan yang mirip. Bagaimana dengan kita sebagai orang Kristen?

Iman Kristen dalam perspektif tradisi Reformed memang tidak pernah mempermasalahkan hierarki profesi. Namun alangkah anehnya jika kita menilai sebuah pekerjaan bukan dari berapa besar kontribusi yang dapat diberikan pada masyarakat luas tetapi dari berapa banyak uang yang bisa dikumpulkan. Lü Buwei akan menertawakan kita…

Ev. Maya Sianturi
Pembina Remaja GRII Pusat
Kepala SMAK Calvin