Judul : Gerakan Karismatik dan Gereja Kita
Penulis : Dr. Hans Maris
Penerbit : Momentum
Tebal : x + 154 halaman
Cetakan : Ke-3 (2009)
Gerakan Pentakosta dan Karismatik begitu terasa pengaruhnya di berbagai gereja di sekitar kita. Fenomena yang terlihat seperti kemampuan berbahasa roh, penyembuhan, dan bernubuat membuat kita bertanya-tanya, apakah benar semuanya itu adalah karya Roh Kudus.
Dr. Hans Maris membahas pertanyaan ini dalam bukunya Gerakan Karismatik dan Gereja Kita. Dimulai dari penjelasan tentang sejarah Gerakan Karismatik, buku ini memberikan pengamatan terhadap latar belakang kehidupan rohani, makna iman, dan pemahaman akan peran Roh Kudus yang dianut para pengikut Gerakan Karismatik.
Dari permulaan sejarah Gereja, telah muncul gerakan-gerakan yang mendesak gereja untuk memberikan penekanan lebih pada aspek pengalaman emosional dalam kehidupan iman. Bahkan sejak abad ke-2, Gerakan Montanus muncul dan menyatakan bahwa suasana gereja terlalu suam-suam kuku. Namun sinode Antiokhia memvonis ajaran yang mengklaim pewahyuan langsung oleh Roh Kudus ini sesat.
Pada abad ke-18 ditandai dengan berkembangnya Gerakan Methodisme yang terbesar di seluruh dunia. Pendirinya, John Wesley, sangat menginginkan bukti ilahi bagi keselamatan pribadinya. “Yang paling penting dalam hidup orang percaya adalah memperoleh bukti melalui pengalaman iman yang terjadi melalui campur tangan Roh Kudus secara langsung.” Menurutnya, kepastian yang diberikan melalui pengalaman emosional yang luar biasa, yang dianugerahkan oleh Roh Kudus, merupakan sumber kuasa yang sebenarnya bagi kehidupan orang Kristen. Pengalaman khusus ini di kemudian hari disebut sebagai berkat kedua (second blessing).
Pada abad ke-19 lahir Gerakan Kekudusan (Holiness Movement) yang menyebar ke seluruh dunia. Gerakan ini secara umum menyatakan perlunya pengalaman yang lebih mendalam setelah seseorang bertobat dan mengakui imannya. Pengalaman ini dilukiskan oleh Charles Finney sebagai “suatu perasaan seperti gelombang listrik yang berjalan melalui Anda, bagaikan gelombang kasih yang memecah.” Bahkan R. A. Torrey memberikan tujuh langkah yang memastikan seseorang memperoleh berkat kedua, dengan menekankan perlunya tekad yang sungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Pola pikir ini serupa dengan Arminianisme di mana manusialah yang berperan dalam menentukan keselamatannya. Hal ini berlawanan dengan ajaran Reformasi yakni sola gratia.
Pada akhirnya, Gerakan Karismatik yang tidak jauh berbeda dengan gerakan-gerakan yang disebutkan di atas, muncul sekitar tahun 1960. Gerakan tersebut pada awalnya tidak dimaksudkan untuk menjadi gerakan tersendiri yang terpisah dari gerakan arus utama saat itu. Dengan berjalannya waktu dan dengan timbulnya suatu semangat baru – seperti jemaat yang bergairah karena melihat kesaksian-kesaksian, nubuat, dan kesembuhan – menyebabkan gerakan ini semakin terasa keterpisahannya. Tujuan Gerakan Karismatik adalah pemulihan kembali karunia-karunia Roh Kudus di dalam gereja, terutama glossolalia, nubuat, dan penyembuhan.
Seorang tokoh Karismatik, Andrew Murray, mengatakan bahwa kita memperoleh lebih banyak di dalam karya Roh Kudus daripada di dalam karya Kristus. Orang Karismatik menilai karya Kristus “hanya” pengampunan, “hanya” salib, “hanya” anugerah, dan berbeda dengan pembicaraan mengenai Roh Kudus tentang kemenangan, kesempurnaan, kehidupan tanpa dosa, dan pemuliaan. Hal ini merupakan suatu kesalahan. Dr. Hans Maris menekankan secara berulang-ulang dalam bukunya ini bahwa kita tidak boleh menganggap karya Roh Kudus lebih luas, indah, dan tinggi daripada karya Kristus. Karena pemikiran semacam ini mengakibatkan dua jenis kehidupan Kristen: pertama, yang di dalamnya Roh Kudus hanya berkarya saja; dan kedua, yang di dalamnya Roh Kudus dicurahkan sebagai Pribadi yang mendiami hati orang tersebut. Kehidupan yang kedua ini adalah persekutuan dengan Kristus. Kita ingat bahwa Reformasi memulihkan ajaran Alkitab dengan menyatakan bahwa keselamatan disajikan secara sempurna dalam karya Kristus saja. Apakah sola gratia dan sola fide – oleh anugerah saja dan hanya iman saja – hanya berlaku bagi orang-orang yang baru dalam iman dan tidak berlaku bagi yang sudah dewasa dalam iman? Benarkah Roh Kudus membawa kita ke tingkat yang lebih tinggi? Paulus menuliskan bahwa dia memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa selain Yesus Kristus yang disalibkan (1Kor. 2:1-2) justru kepada jemaat yang mengalami dorongan untuk mendapat pengalaman-pengalaman yang lebih tinggi.
Ketika kita mengagung-agungkan pengalaman rohani yang membuat kita seakan-akan memiliki suatu tingkat rohani yang lebih tinggi, maka dengan mudah kita memusatkan perhatian pada pribadi kita dan pengalaman kita. “Saya begitu menderita, yang ada hanyalah keputusasaan. Yesus datang dalam kehidupan saya dan saya menerima Dia sebagai Juruselamat. Sejak saat itu saya selalu bersukacita sampai selama-lamanya” merupakan pola yang sering menjadi isi lagu rohani pop (gospel song). Seharusnya ketika Roh Kudus mengajar kita beriman, bukan pribadi kita lagi yang jadi pusat perhatian. Tujuan utama hidup kita seharusnya adalah Kristus bukan lagi diri sendiri (Gal. 2:20).
Bagaimana dengan pencurahan Roh Kudus dalam Kisah Para Rasul 2, 8, 10, dan 19? Buku yang juga mengambil referensi dari penulis Indonesia yaitu Dr. Stephen Tong dan Ir. Herlianto, menjelaskan empat alasan bagaimana peristiwa-peristiwa itu menandakan kejadian khusus. Tidak ada alasan untuk menuntut terjadinya pengulangan segala sesuatu itu pada zaman sekarang.
Setengah buku ini merupakan tanya jawab yang menarik. Apakah penggunaan suasana yang menarik untuk memberitakan Injil hanyalah alat pemikat yang bersifat psikologis? Apakah kita malah memandang rendah Roh Kudus, berlawanan dengan mereka yang memberi penilaian Roh Kudus melampaui Kristus? Bagaimana dengan karismata (tanda-tanda penglihatan dan mimpi), bolehkah kita mengharapkannya? Apakah bahasa Roh itu alkitabiah?
Adanya orang-orang yang dilepaskan dari ketergantungan obat-obatan, adanya penerimaan bagi jemaat yang kurang beruntung, adanya kehidupan rohani yang rajin seperti berpuasa dan berdoa bersama, membawa kita kepada suatu pertanyaan besar: “Apakah ajaran Gerakan Karismatik menyesatkan?” Bacalah buku ini agar kita mendapatkan pembahasan yang menyeluruh dan dapat dengan bijaksana menentukan pendirian kita yang pada akhirnya membawa kita kepada hidup yang takut akan Allah dengan benar. Kiranya Tuhan menolong kita!
Yuku Sugianto
Pemuda GRII Singapura