Judul: Iman, Pengharapan & Kasih dalam Masa Krisis
Penulis: Pdt. Dr. Stephen Tong (Transkrip)
Penerbit: Institut Reformed
Tebal: 118 halaman
Cetakan: Kedua, Mei 2003
Dalam dunia yang tidak menentu, ada waktu di mana jalan kita penuh kelancaran dan ada pula masa-masa penuh kesulitan, penderitaan, dan kesengsaraan. Sebagai orang Kristen yang juga ada di dunia yang demikian, bagaimanakah kita harus berespon terhadap gejolak kehidupan yang tidak menentu ini? Dalam buku yang ditulis tahun 1998 ini, Pdt. Dr. Stephen Tong memaparkan secara komprehensif tentang iman dan respon yang seharusnya dimiliki setiap orang Kristen dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan yang sulit.
Bab pertama bertemakan ‘Kembali kepada Allah‘. Dalam bab pertama ini, Pak Tong memulai pembahasan dengan pengertian iman. Orang Kristen dikatakan sebagai orang beriman. Disebutkan bahwa iman orang Kristen adalah iman yang theosentris, artinya Allah yang berinisiatif, manusia yang berespon, oleh karena itu yang dititikberatkan dalam keKristenan adalah iman kepercayaan. Tindakan pertama dalam kita beriman kepada Tuhan ialah dengan kita kembali kepada Tuhan, baik dalam masa kelancaran ataupun kesulitan. Kembali kepada Tuhan dibahas dalam beberapa sudut, yakni pertobatan, panggilan Tuhan untuk membangun rohani, serta ketika kita meninggal dan dipanggil oleh Tuhan. Kembali kepada Tuhan dikatakan adalah problema mengenai arah. Iman keKristenan adalah pengarahan rohani, yang meliputi aspek pengarahan kepada kebenaran (aspek pikiran), emosi, keadilan, kehendak Tuhan, serta kelakuan yang sesuai pimpinan Roh Kudus.
Dalam bab kedua, Pak Tong membahas iman sebagai penglihatan rohani. Penglihatan rohani (spiritual vision) dikatakan lebih penting daripada penglihatan jasmani. Orang beriman melihat sesuatu melebihi penglihatan matanya, ‘faith is prior to understanding’, dan berbeda dengan orang dunia yang berkata, ‘Kalau saya melihat atau mengerti, saya akan percaya’. Dalam bab ini, kita dibawa untuk mengerti bahwa kita sebagai orang Kristen memiliki penglihatan rohani yang berbeda dengan orang dunia, karena kita senantiasa memandang akan takhta Tuhan, sehingga diberi kekuatan dalam melewati berbagai kesulitan. “Apakah iman? Iman berarti menghadap Tuhan, memandang Dia, dan melihat kemuliaan Tuhan. Di dalam krisis dan kesulitan, biarlah iman kita menengadah ke atas. If you failed to look around, now look upward.” (hlm. 40)
Selanjutnya, dalam bab ketiga, ketika kita beriman dan melihat Tuhan, maka dalam iman kita juga diajar bersandar kepada Tuhan. Dalam bab ini, Pak Tong menjelaskan bahwa hanya Tuhanlah tempat sandaran satu-satunya bagi manusia yang bersifat relatif, karena dunia ini adalah dunia yang selalu bergoncang dan berubah sementara Allah adalah satu-satunya yang setia dan tidak berubah.
Dalam bab keempat, iman juga dibahas dalam pengertian istirahat di dalam Tuhan. Melalui iman, kita dibawa untuk menikmati Tuhan dan berlindung dalam takhta-Nya, sehingga kita tetap tenang dalam kesulitan apapun yang kita hadapi. “Iman berarti bersandar kepada Tuhan dan beristirahat di dalam Tuhan, the rest and peace of the spirit.” (hlm. 59). Maka orang yang beriman akan stabil menghadapi kesulitan. Dalam bagian selanjutnya, Pak Tong juga menyebutkan bahwa beristirahat dalam Tuhan tidak melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi sikap yang benar adalah ‘Do what you should do, do what you can do’, baru minta tolong kepada Tuhan ketika menemukan kesulitan di luar kemampuan. Dalam bagian akhir bab ini dibahas mengenai hal-hal yang sering menyebabkan hilangnya kestabilan jiwa, seperti bersungut-sungut, dendam, iri hati, amarah, rasa takut, rasa cemas, kuatir serta kegelisahan. Sementara itu, dasar yang memberi kita ketenangan juga dipaparkan antara lain karena kita mengerti akan kedaulatan Allah, mengerti akan penyertaan Tuhan, mengetahui ada rencana Allah untuk melatih kita dalam segala kesulitan yang kita hadapi.
Dalam bab kelima, iman dikaitkan dengan perbuatan konkret berupa ketaatan. Tuhan adalah Tuhan yang kehendak-Nya sudah direncanakan dalam kekekalan dan kehendak kekal-Nya ini harus dinyatakan dalam kesementaraan. Dalam bab ini, kita dibawa kepada pengertian yang benar dalam menyikapi panggilan Tuhan. Dikaitkan oleh ilustrasi seperti Abraham yang keluar mengikuti kehendak Tuhan, disebutkan bahwa “Iman bukan menunggu semuanya beres. Iman adalah tetap mau taat meski tidak tahu bagaimana hari depan.” (hlm. 86). Selanjutnya, dibahas mengenai natur panggilan Tuhan yang selalu melampaui rasio ataupun pengalaman manusia.
Dalam bab terakhir yang bertemakan ‘Bersukacita karena Tuhan’, kita melihat ajakan Tuhan untuk berseru kepada-Nya. Pertanyaan pertama Westminster Catechism mengatakan bahwa tujuan terbesar hidup manusia adalah untuk memuliakan Tuhan dan bersukacita karena Dia. Orang Kristen adalah orang yang beriman kepada Tuhan, berhak untuk berdoa kepada Tuhan yang tidak pernah berubah, dan selalu setia akan janji-janji-Nya.
Buku ‚Iman dalam Masa Krisis‘ ini adalah jilid pertama dari trilogi Iman, Pengharapan, dan Kasih dalam Masa Krisis. Buku yang sangat kaya dengan ilustrasi ini memberi pengertian yang komprehensif sekaligus praktikal tentang iman yang seharusnya dimiliki oleh orang Kristen. Biarlah melalui buku ini iman kita semakin dipertajam dan dimampukan untuk melihat, mengerti, bersandar, dan bersukacita di dalam Tuhan dalam masa-masa tergelap sekalipun, sehingga pada akhirnya nama Tuhan sajalah yang dipermuliakan.
Ardianto Suhendar
Pemuda GRII Singapura