Pengarang : John Flavel
Publisher : Christian Heritage, Christian Focus Publications
Hal : 117
John Flavel adalah seorang pendeta Puritan di Worcestershire, lahir pada tahun 1627 dan meninggal pada tahun 1691. Flavel tergolong sebagai kaum Puritan. Pada tahun 1662 setelah Pangeran Charles II dikembalikan takhtanya, Flavel terpaksa keluar dari Church of England. Kaum Puritan adalah orang-orang yang sangat sensitif dengan kehidupan Kristen. Mereka adalah salah satu kelompok yang paling awal menerima warisan theologi John Calvin. Pada awalnya, seperti yang telah kita lihat dalam sejarah gereja dan bahkan di kitab Wahyu, orang Kristen mula-mula yang masih terbakar oleh kasih mula-mula itu menghidupi suatu kehidupan yang saleh. Kekristenan yang turun-temurun kemudian mulai menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja. Kesalehan hidup menjadi hal yang tidak penting dan memudar, sehingga ketika kaum Puritan muncul, mereka sangat menekankan beberapa tema yang khususnya berkaitan dengan Christian life dan assurance of salvation.
Melalui perincian dari perspektif yang berbeda-beda dari masing-masing penulis, tema-tema itu terus dikembangkan dan dituangkan ke dalam tulisan. Mereka merupakan penulis-penulis yang sangat prolifik. Meskipun banyak hasil karya mereka yang sudah tidak dapat kita baca sekarang, namun yang masih tersisa dan diwariskan kepada gereja hari ini masih banyak.
Di dalam bukunya “Keeping the Heart: How to Maintain Your Love for God,” Flavel memberikan suatu ulasan yang sangat mendasar dan praktikal mengenai sikap hati seorang Kristen. Buku ini terdiri dari 4 bab singkat dan bab ketiga terbagi lagi menjadi 12 sub-bab yang singkat. Flavel mengatakan, “Hati manusia adalah bagian yang paling hina sebelum seseorang dilahirbarukan tetapi yang paling mulia setelah dilahirbarukan; hati merupakan penampung prinsip dan fondasi dari segala tingkah laku. … Kesulitan terbesar dalam pertobatan adalah memenangkan hati untuk Allah; dan kesulitan yang paling besar setelah pertobatan adalah untuk menjaga hati untuk setia kepada Allah.”
Flavel menjelaskan betapa pentingnya untuk menjaga hati kita. Di awal dari bukunya, dia mengutip Amsal 4:23: “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.” Flavel menjelaskan bahwa pekerjaan menjaga hati bukanlah pekerjaan Roh Kudus semata-mata, meskipun benar apa yang Kristus katakan dalam Yohanes 15:5, “Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” Namun penulis Amsal menggunakan kata “jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan” yang berarti hati ini perlu kita jaga dan kita sendiri memiliki andil di dalam menjaga hati kita. Alasan kenapa kita harus melakukannya adalah karena setelah manusia jatuh ke dalam dosa, manusia yang tadinya diciptakan untuk memuja Allah, sekarang malah memuja dirinya sendiri. Setelah manusia ditebus, proses pengudusan tidak langsung selesai secara instan, tetapi sifat dari pengudusan ini sendiri adalah progresif, yang berarti berlangsung terus. Proses pengudusan ini membentuk arah hati kita yang tidak selalu terpaku kepada Kristus, menjadi berfokus kepada-Nya. Flavel mengatakan, kita memerlukan disiplin rohani untuk terus menarik hati kita yang cenderung serong untuk berfokus kepada Allah dan bukan diri. Disiplin rohani inilah yang disebut oleh John Flavel sebagai salah satu usaha menjaga hati, keeping the heart.
Di bagian kedua, Flavel memberikan petunjuk kepada para pembacanya dengan lebih terperinci dan mendetail, di sini dia memberikan contoh beberapa konteks yang dapat dialami oleh manusia dalam kehidupan Kristennya yang memerlukan perhatian lebih dalam menjaga hati. Flavel memberikan 12 situasi. Salah satu yang paling menarik adalah poin pertama, di mana dia memberikan peringatan untuk menjaga hati ketika kita diberikan kekayaan atau bahasa yang digunakan oleh Flavel adalah “when Providence smiles upon us”. Flavel mengingatkan kepada kita untuk menjaga hati kita agar kita tidak menjadi angkuh dalam kemakmuran kita tetapi itu bukanlah peringatan yang paling penting. Yang lebih penting adalah untuk menjaga hati untuk tidak menggantikan Tuhan Allah sebagai sumber kepuasan kita. Bapa Gereja Agustinus pernah memberikan peringatan yang mirip kepada kita di dalam bukunya Confessions of St. Augustine. Dia pernah mengatakan bahwa manusia terlalu gampang puas dengan hal-hal yang fana di dunia ini dan kepuasan-kepuasan yang hanya sementara ini mengalihkan hati kita untuk menjauh dari Allah. Relasi kita dengan Allah adalah hal yang harus dibina dan kita harus melatih hati kita untuk memuaskan diri hanya kepada Allah, bukan kepada yang lainnya.
Buku ini sangat baik untuk dibaca khususnya untuk kita yang sudah sangat dididik dalam theologi yang ketat, namun sering kali kita lupa untuk menjaga hati kita. J. I. Packer di dalam bagian pengantar buku ini menanyakan satu hal yang sangat menarik. Dia bertanya, seberapa sering sebenarnya kita menilik hati kita dan mengajukan argumentasi dalam diri kita, untuk menguji apakah hati kita setia kepada Tuhan, apakah kebenaran yang kita tahu selama ini sebenarnya tertanam dalam pikiran kita saja atau kebenaran tersebut telah masuk ke dalam hati kita dan sudah kita lakukan di dalam kehidupan kita secara konsisten? Buku ini sangat praktis dan sangat membantu kita untuk memupuk kerohanian kita, khususnya sebagai orang-orang yang secara pengetahuan theologis sudah dididik banyak dari mimbar dan kelas-kelas yang ada. Sudah saatnya kita menguji hati kita, menjaga hati kita di hadapan Allah, karena dari situlah terpancar kehidupan. Kiranya Allah membantu kita untuk berjalan di jalan kebenaran-Nya. Amin.
Ryan Putra
Pemuda FIRES