, ,
Sampul buku "Tafsiran Kitab Wahyu"

Kitab Wahyu: Sejarah, Nubuat, atau Simbol???

Judul Buku: TAFSIRAN KITAB WAHYU
Penulis: Simon J. Kistemaker
Penerjemah: Peter S. Wong & Baju Widjotomo
Tebal: xi + 658 Halaman
Penerbit: Momentum, 2009

Orang Kristen menganggap kitab Wahyu sebagai Kitab Suci, tetapi banyak orang di antara mereka – bahkan mungkin termasuk juga kita – gagal dalam menggunakannya sebagai Kitab Suci. Menurut sebagian besar orang, kitab Wahyu bukanlah pewahyuan melainkan hanya sebatas misteri nubuat yang melampaui pikiran manusia. Sementara itu, ironisnya, para pendeta biasanya hanya mengkhotbahkan surat kepada ketujuh jemaat di Asia Kecil yang dicatat dalam pasal dua dan tiga. Hal ini mengakibatkan jemaat hanya memiliki pemahaman kitab Wahyu yang terfragmentasi dan bukan merupakan satu kesatuan utuh. Namun sesungguhnya, melalui kitab Wahyu Allah mengizinkan kita untuk melihat sesuatu dari Kristus dan Gereja-Nya di sorga dan di bumi. Hal-hal yang kita lihat dalam kitab Wahyu sangatlah mengagumkan.

Simon J. Kistemaker berhasil mengeskposisi dan mengungkap kebenaran kitab Wahyu ini serta menuliskannya dalam sebuah buku eksposisi kitab Wahyu. Buku ini melengkapi seri New Testament Commentary yang merupakan Seri Eksposisi dan Hermeneutik Reformed yang telah mendapatkan banyak pujian yang sangat positif dari banyak ahli biblika dan memenangkan penghargaan. Kualifikasi Kistemaker sebagai profesor emeritus Perjanjian Baru di Reformed Theological Seminary untuk menulis buku eksposisi kitab Wahyu ini tidak perlu diragukan lagi. Beliau bahkan mendapatkan gold medallion awards untuk beberapa buku eksposisi yang telah ditulis sebelumnya.

Kitab Wahyu mengacu pada komposer utamanya, yakni Allah sendiri. Menurut Kistemaker, Kitab Wahyu dengan berbagai simbolismenya yang rumit serta penyingkapannya yang ekspansif dan menakjubkan akan sorga, benar-benar merupakan suatu kitab yang disusun secara ilahi di mana Allah menyampaikan perbuatan tangan-Nya di dalamnya. Mengabaikan kitab Wahyu sama artinya dengan mengurangi Kitab Suci. Kitab Wahyu juga merupakan puncak seluruh kanon Kitab Suci sehingga kitab Wahyu harus dilihat dalam terang kitab-kitab lain dalam Kitab Suci.

Sebelum menuliskan eksposisinya di dalam buku ini, sang penulis memberikan 74 halaman introduksi yang akan sangat membantu pembaca dalam memahami kitab Wahyu. Introduksi yang diberikan kepada pembaca meliputi pola kitab Wahyu, bahasa kiasan yang terdapat dalam kitab Wahyu, dasar Kitab Suci akan autentisitas kitab Wahyu sebagai firman Allah, penulis kitab Wahyu, latar belakang waktu dan tempat penulisan kitab Wahyu, metode penafsiran kitab Wahyu, kesatuan utuh kitab Wahyu, penerimaan kitab Wahyu di dalam Gereja, penerima dan tujuan penulisan kitab Wahyu, tema-tema theologi dalam kitab Wahyu, ringkasan inti kitab Wahyu, dan garis besar kitab Wahyu ini sendiri.

Setelah pembaca diperlengkapi dan diterangi dengan introduksi, pada bagian berikutnya sampai dengan akhir buku ini, Kistemaker akan membawa pembaca masuk ke dalam eksposisi setiap ayat dalam kitab Wahyu. Pembahasan yang disampaikan bersifat komprehensif, sistematis, dan terstruktur sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami eksposisi yang disampaikan. Kistemaker membagi eksposisi kitab Wahyu ke dalam sembilan bagian yang diawali dengan eksposisi kitab Wahyu pasal pertama yang dikategorikan sebagai Introduksi, dilanjutkan dengan pasal-pasal berikutnya sebagai Penglihatan 1: Jemaat di Bumi, Penglihatan 2: Takhta Allah dan Tujuh Meterai, Penglihatan 3: Tujuh Sangkakala, Penglihatan 4: Aspek-aspek Peperangan dan Keselamatan, Penglihatan 5: Tujuh Cawan Penghakiman, Penglihatan 6: Kemenangan Kristus, Penglihatan 7: Langit Baru dan Bumi Baru, dan diakhiri dengan pasal terakhir kitab Wahyu sebagai penutup.

Pada eksposisinya, Kistemaker menyediakan sub-bagian yang membahas secara singkat kata, frasa, dan konstruksi kalimat dalam bahasa Yunani sehubungan dengan ayat yang sedang dibahas. Hal ini merupakan penjelasan yang sangat bermanfaat bagi pembaca yang berasal dari kalangan akademis maupun pembaca yang ingin mengetahui lebih mendalam tentang ayat tersebut. Oleh karena penjelasan yang diberikan tidak terlalu teknis atau sulit, pembaca yang berasal dari kalangan umum atau pemula juga dapat tetap menikmati manfaat dari keterangan penjelas ini.

Secara umum, penafsir kitab Wahyu terbagi menjadi dua kelompok, yakni pola pendekatan progresif (suksesif atau linear) dan pola pendekatan siklus (teori rekapitulasi). Kelompok pertama berusaha menafsirkan kitab Wahyu secara harfiah sedangkan kelompok kedua berusaha menafsirkan kitab Wahyu secara figuratif. Sehubungan dengan hal tersebut, Kistemaker menegaskan posisinya untuk memilih pendekatan siklus. Pendekatan ini mengungkapkan paralelisme progresif pada setiap siklus dengan disertai persepektif baru terhadap berita yang Allah sampaikan kepada jemaat. Angka, gambaran, dan ungkapan kebesaran yang terdapat dalam kitab Wahyu harus diinterpretasikan sebagai simbol yang menghadirkan totalitas, kepenuhan, dan kesempurnaan. Meskipun demikian, tetap harus diingat bahwa tidak semua informasi dalam kitab Wahyu bersifat simbolis.

Pada akhirnya, kita sebagai pembaca menyadari bahwa kitab Wahyu yang adalah firman Tuhan merupakan berita penghiburan dan pengharapan bagi kita yang hidup pada periode di antara kenaikan Yesus dan kedatangan Kristus kembali untuk kedua kalinya. Kitab Wahyu mengungkapkan pertempuran antara Allah dan Iblis, Kristus dan Anti-Kristus, Roh Kudus dan nabi palsu, orang kudus dan orang berdosa, serta kota Allah dan dunia. Senjata yang dipakai oleh Kristus dan para pengikut-Nya dalam peperangan ini adalah kebenaran dan firman Allah. Sementara itu, Iblis dan para pengikutnya berperang dengan menggunakan dusta dan tipu daya. Akhir konflik ini adalah Kristus dan para orang kudus menang sedangkan para musuh Allah akan kalah dan dihancurkan.

Anton Surya Senjaya
Pembaca PILLAR