Kita telah belajar mengenai iman berasal dari Allah Bapa. Kini kita melihat aspek kedua, yaitu iman berasal dari Yesus Kristus. Yesus Kristus yang menciptakan iman dan Yesus Kristus yang menyempurnakan iman di dalam sepanjang hidup kita mengikuti Dia. Di dalam Ibrani 12:1-2 dituliskan bagaimana kita memandang kepada Yesus sebagai sumber iman, Yesus yang mengadakan dan menggenapkan iman, dan Dia kemudian menjadi teladan bagi kita. Dia sendiri mengabaikan penghinaan, tekun memikul salib, dan akhirnya menggantinya dengan sukacita yang disediakan bagi Dia, serta sekarang duduk di sebelah kanan Allah. Saya ingin memberikan dua butir berkenaan dengan tema ini.
1. Memandang pada Yesus
Memandang Tuhan Yesus karena Dia adalah yang mengadakan dan yang menggenapkan iman. Di dalam terjemahan lain dituliskan: “He starts, He creates faith and He accomplishes and He guides us until the end.” Dia yang menciptakan iman, dan Dia yang memimpin kita serta menggenapi iman itu dalam diri kita. Ia yang memulai dan Ia juga yang mengakhiri. Dia yang mengadakan dan menyempurnakan, Dia yang menciptakan dan yang menggenapi. Iman berasal dari mana? Ayat yang kita baca menyatakan bahwa iman berasal dari Kristus. Ada orang belum percaya yang diberitahu bahwa jika ia percaya akan sembuh, maka ia pasti sembuh. Lalu ia mengatakan, “Ya, saya percaya.” Ia berharap segera sembuh. Percaya ini berasal dari mana? Kalau percaya ini sekedar dari dirinya sendiri, dan ia sendiri yang mau percaya, maka itu pasti bukan iman Kristen. Iman yang pertama-tama harus berasal dari Bapa, dan kemudian kita melihat bahwa iman itu harus dimulai dan diakhiri di dalam Kristus. Yang mengadakan iman dan yang menyempurnakan iman adalah Kristus sendiri.
2. Yang menyempurnakan iman
Kristus bukan hanya memulai iman, tetapi Ia juga yang menggenapkan dan menyempurnakan iman. Bukan hanya memandang kepada Kristus sebagai sumber dan awal iman, tetapi juga di dalam Dia kita mengakhiri dan menggenapkan iman kita. Maka tidaklah salah jika para murid Kristus meminta kepada Kristus untuk menambahkan iman kepada mereka, karena mereka kurang iman. Iman bukan disempurnakan oleh diri kita sendiri, apalagi melalui semua yang kita kerjakan menjadi jasa iman. Memohon kepada Kristus untuk ditambahkan iman, atau sesuai dengan tema kita, yaitu agar iman kita boleh disempurnakan, adalah doa yang benar. Tidak ada seorang pun yang sempurna imannya. Di dalam hidup, terkadang saya merasa begitu sulit bekerja dengan orang yang tidak beriman. Semua terlihat begitu negatif, semua menjadi tidak mungkin, semua sulit dikerjakan, semua seolah-olah sia-sia. Saya telah menjadi yatim sejak usia tiga tahun dan hingga saat ini saya sangat jarang mengatakan sesuatu itu sulit, sesuatu tidak bisa dikerjakan, atau tidak mungkin. Saya selalu mencoba belajar bersandar pada Tuhan dan mohon Tuhan memberikan kekuatan dan pencerahan untuk menolong saya melakukan itu. Bukan berarti saya mengabaikan kesulitan yang ada. Saya sangat menyadari banyak hal sangat sulit. Namun, kita harus belajar bisa mengalahkan kesulitan dengan kekuatan yang Tuhan berikan kepada kita. Ini yang disebut iman. Jika kita adalah orang Kristen, maka kita harus belajar beriman dengan benar. Sayang kalau kita mengaku sebagai orang Kristen tetapi setiap hari hidupnya tidak beriman, lalu menertawakan orang yang beriman.
Iman bukan nekat, tetapi iman juga bukan pengecut. Di dalam banyaknya kesulitan kita bisa belajar menerobos keluar. Menyelesaikan dan melewati setiap kesulitan, betapapun besarnya, adalah iman. Kita sering kali menyanyikan bahwa iman memberikan kemenangan, tetapi kehidupan kita sendiri penuh dengan kekalahan. Benarkah kita percaya pada Kristus? Benarkah iman kita di dalam Kristus adalah iman yang menyempurnakan? Iman yang memberikan kemenangan? Jika kita percaya bahwa iman kita memberikan kemenangan, kita bisa menerobos kesulitan-kesulitan yang kita hadapi. Itu berarti kita percaya kepada Allah yang betul-betul memberikan kekuatan kepada kita.
Ada orang yang mengatakan pada saya beberapa tahun lalu bahwa GRII tidak mungkin mendapatkan izin bangunan. Saat itu saya diam saja, hanya berdoa kepada Tuhan. Sekarang terbukti siapa yang benar siapa yang salah. Yang benar adalah Tuhan, yang salah adalah orang yang tidak percaya. Kita yang bersandar pada Tuhan, kita akan melihat kebenaran itu. Saya ingin menjadi pemimpin suatu gerakan yang beriman, tetapi itu tidak mudah. Iman bukan berasal dan bersumber dari manusia, tetapi dari Tuhan. Dan iman yang diberikan kepada seseorang selalu dianggap sebagai suatu mimpi yang tidak mungkin dilakukan. Kita perlu belajar dari Abraham, ketika diberitahu, ia setia dengan apa yang Tuhan katakan. Setiap kali diberitahu satu kalimat, ia segera memegang satu kalimat itu. Inilah iman yang sejati. Abraham sangat berbeda dengan istrinya. Istrinya mencurigai kebenaran perkataan Tuhan. Ia menertawakan firman Tuhan. Ia menganggap apa yang dikatakan Allah tidak mungkin, karena tidak sesuai dengan pikiran dan pengalaman manusia. Mana mungkin Abraham tahun depan akan bisa memiliki anak jika Sara sudah tidak mengalami ‘datang bulan’ lagi? Itu sesuatu yang tidak mungkin. Apa yang Tuhan katakan adalah sesuatu yang tidak mungkin. Maka istri Abraham menertawakan apa yang Allah katakan. Tetapi ketika Allah menegur, ia menyangkal dan tidak mau mengakui. Ini sikap yang tidak benar. Sudah tidak mau percaya, tidak beriman, masih menyangkal. Mungkin dalam beberapa aspek, kita bisa juga bersikap seperti Sara. Bukan hanya tidak percaya apa yang Allah katakan, tetapi juga menertawakannya, dan sekaligus menyangkal ketika Tuhan menegur kita. Mungkinkah di dalam sebuah negara yang mayoritas masyarakatnya bukan Kristen bisa mendapatkan izin untuk mendirikan sebuah gereja yang besar? Mungkin dalam pikiran banyak orang, itu adalah sesuatu yang mustahil. Tetapi bagi Tuhan itu mungkin. Orang beriman akan berkata: mungkin! Bilakah waktunya? Memang kita semua tidak tahu, tetapi itu tetap mungkin. (Kini kita tahu bahwa gedung ini sudah terealisasi dan berdiri dengan megah, didedikasikan kepada Tuhan dalam Kebaktian Dedikasi pada tanggal 20 September 2008 yang lalu, di Jl. Industri, Kemayoran, Jakarta, red.). Iman memiliki banyak sekali varian dan aspek. Ada iman yang menyelamatkan, iman bahwa Tuhan memelihara kita, atau iman di dalam menghadapi kesulitan, dan lain-lain.
Seorang Inggris, George Müller memelihara anak-anak yatim piatu yang ditinggalkan oleh bapak dan ibu mereka, atau anak dari pelacur yang tidak mau memelihara mereka, atau anak orang yang terlalu miskin sehingga tidak sanggup lagi memelihara mereka. Anak-anak terbuang ini ia terima dan pelihara. Dalam kondisi yang paling berat, ia pernah memelihara 1.000 anak yatim piatu. Ia harus memberi makan seluruh anak-anak itu. Ia sendiri bukan seorang yang kaya raya. Terkadang ia tidak tahu dari mana ia memperoleh roti untuk memberi makan anak-anak tersebut. Tetapi ia sungguh beriman kepada Tuhan. Ia hanya berlutut dan memohon kepada Tuhan agar Tuhan masih berkenan memberi makan anak-anak ini. Kita terkadang memelihara dua anak saja sudah sulit luar biasa. Bisa kita bayangkan betapa susah dan sulitnya George Müller ketika harus mengasuh dan memelihara 1.000 orang anak setiap hari. Suatu hari petugas dapurnya memberitahukan kepadanya bahwa sudah tidak ada makanan sama sekali. Ia tidak tahu bagaimana memberi makan anak-anak untuk makan siang mereka. Jika pukul 12 siang bel dibunyikan dan anak-anak berlarian ke ruang makan, apa yang akan diberikan kepada mereka? George Müller ketika mendengar hal itu, ia masuk ke kamarnya, berlutut dan berdoa kepada Tuhan: “Tuhan berikanlah makanan kepada anak-anak ini, aku beriman kepada-Mu.” Tetapi bagaimana? Jika diberikan tepung, saat itu sudah pukul 10 pagi, tidak mungkin ada waktu untuk membuat roti. Tetapi ia tetap beriman. Ia keluar dari kamar, dan memerintahkan untuk tetap membunyikan bel tepat pukul 12 siang. Ketika pegawainya bertanya, apa yang akan diberikan nanti ketika anak-anak sudah di ruang makan, maka George Müller menjawab: “Tuhan akan menyediakan.” Mungkin pegawai itu akan keluar dan berkata kepada teman-temannya, “Wah, orang tua itu susah diajak bicara. Mustahil kita membunyikan bel makan pukul 12 siang sementara kita tahu persis bahwa sama sekali tidak ada makanan yang bisa kita suguhkan. Tapi memang kita tidak bisa bicara dengan orang tua itu.” Ketika pukul 12 siang, pegawai itu benar-benar membunyikan bel dan ia ingin melihat bagaimana caranya George Müller akan menghadapi anak-anak yang kelaparan sambil tidak ada makanan sama sekali. George Müller masuk ke ruang makan, anak-anak juga sudah masuk ke ruang makan, dan mereka dengan tertib lalu berdoa. Namun, mereka heran karena tidak ada makanan yang tersuguh di meja makan. Tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Beberapa kereta membawa roti berhenti di depan rumah itu. Orang yang menghantar menanyakan apa benar ini rumah George Müller dan betul-betul merupakan rumah panti asuhan. Setelah dikonfirmasikan, maka ia memberitahukan bahwa ia diminta seorang kaya untuk mengantar roti itu tepat pukul 12 siang ke rumah itu. Maka seluruh anak itu bisa makan sampai kenyang. George Müller berlutut dan berdoa: “Tuhan, Engkau adalah Allah yang hidup!” Jangan ikut-ikut cara George Müller jika saudara bukan orang yang beriman sungguh ke dalam Kristus, nanti engkau akan mengalami hal yang menakutkan. Engkau harus memupuk imanmu berpuluh-puluh tahun di hadapan Tuhan sampai kekuatan yang sedemikian dahsyat bisa mengalahkan semua godaan setan, dan hidup sepenuhnya untuk kemuliaan Tuhan dan tidak mempermalukan Tuhan. Allah adalah Allah yang lebih tinggi dari setan. Ketika George Müller tua dan orang bertanya kepadanya tentang rahasia kekuatan imannya dan bagaimana ia bisa percaya kepada Tuhan dengan begitu riil, ia menjawab: “Saya tidak mempunyai rahasia apa-apa. Yang saya tahu hanya percaya kepada-Nya sepenuhnya di dalam doa saya. Saya membaca Firman-Nya lebih dari 100 kali dari awal sampai akhir. Saya mengetahui bahwa Firman dan janji Tuhan itu sungguh dan dengan itu aku tidak membutuhkan rahasia apapun, kecuali berlutut dan berbicara kepada Bapaku.” Iman itu sungguh, iman itu riil. Jikalau saudara dibesarkan dalam kondisi tidak beriman, saya rindu generasi ini menjadi generasi yang beriman.
Indonesia ini negara apa? Indonesia ini mau ke mana? Jika anak-anak muda lebih suka berkelahi dan tawuran, yang tua lebih suka korupsi dan berbuat curang; theologi yang baik tidak dimengerti, musik yang bermutu tidak dimengerti, iman yang benar tidak dimengerti, firman Tuhan tidak dimengerti, seni yang baik tidak dimengerti, lalu seluruh bangsa ini mau menjadi apa? Saya rindu menggarap suatu generasi yang betul-betul mau beriman, yang mau theologi yang baik, yang mau mengerti musik yang baik, hidup yang baik. Untuk itu saya tidak mengenal lelah, saya tidak mau menyerah, dan saya tidak mau berkompromi. Saya tidak akan mundur ketika saya harus berhadapan dengan kesulitan. Saya mau beriman dan bersandar kepada pimpinan Allah, taat pada Firman-Nya, dan terus maju sampai hari ini. Siapa di antara Anda sekalian yang mau beriman? Siapa yang tidak bersandar pada uang, atau tidak menggarap ambisi pribadi, melainkan mau beriman dan taat kepada Tuhan? Kiranya kita boleh selalu bergumul dan beriman untuk mau menggenapkan rencana Tuhan Allah yang telah direncanakan di dalam sorga, agar boleh digenapkan di bumi ini, karena ada orang-orang yang bersandar dan beriman kepada-Nya. Amin.