Dengan apakah Kerajaan Allah berkembang? Dalam perumpamaan tentang penabur serta perumpamaan biji sesawi, Yesus menjelaskan bahwa Kerajaan Allah berkembang melalui firman yang ditaburkan, bukan karena hal yang spektakuler, tetapi dalam tindakan keseharian, yaitu menaburkan firman Tuhan. Yesus tidak mulai mengubah dunia melalui kekuatan politik, militer, organisasi, atau finansial. Kerajaan Allah dibangun di atas firman yang ditaburkan. Firman yang jatuh ke tanah yang subur akan dahsyat dampaknya.
Waktu Kristus datang ke dunia, perhatian seluruh dunia berfokus kepada Kerajaan Roma. Pemerintahan Roma adalah pemerintahan yang menakjubkan. Institusi para rabi yang ada di Yerusalem juga begitu kuat, berkuasa, penuh dengan segala kemegahan, tak kalah pamornya. Siapa yang tertarik pada rabi pengembara yang berjalan bersama dua belas murid-Nya itu? Orang Israel di zaman itu wajar-wajar saja jika berpikir, “Kerajaan Allah itu pasti mulia, berbeda dengan kerajaan dunia. Pasti lebih hebat, ajaib dan penuh kuasa, bukan?” Namun, mengapa Yesus terlihat biasa-biasa saja bersama komunitas-Nya? Di tengah kebingungan mengenai natur Kerajaan itu, Yesus memberikan serangkaian perumpamaan. Kerajaan Allah seperti petani yang menabur benih, seperti biji sesawi, seperti ibu-ibu yang membuat roti. Tuhan berbicara mengenai sesuatu yang sangat sederhana.
Dalam perumpamaan biji sesawi, Yesus menjelaskan bahwa Kerajaan Surga itu dimulai dari sesuatu yang kecil. Biji sesawi itu kecil, hanya seujung pensil. Mata kita pun sulit untuk melihat dengan jelas, apalagi kalau biji sesawi itu jatuh. Namun, meskipun biji itu kecil, kalau jatuh ke tanah lalu kena matahari dan hujan, segera kita bisa melihat tanaman yang tinggi. Sesuatu yang dianggap tidak berpengaruh, tidak berharga, tidak hidup, kita mungkin tergoda untuk melewatkannya bahkan mungkin tergoda untuk menghinanya; tetapi ternyata dipakai Tuhan untuk mengalahkan dunia ini. Dari sesuatu yang kecil, tidak berharga, dihina orang, akan muncul sesuatu yang besar. Orang yang tadinya hanya melewatkannya, akan bernaung di bawahnya. Itulah Kerajaan Allah. Waktu kita membaca Kitab Kisah Para Rasul, kita menjumpai perkataan Kristus itu benar adanya.
Di zaman ini, kita juga bisa jatuh pada kesalahpahaman seperti orang-orang di zaman Tuhan Yesus hidup. Misalnya, dalam konteks pendidikan, kita berpikir bahwa Yesus itu Tuhan yang berkuasa, maka Dia akan memberikan kuasa kepada kita. Bukankah kita rindu sewaktu mengajar, katakanlah, ada cahaya keluar dari wajah kita seperti Musa di Gunung Sinai? Lalu, murid-murid terkesima, ada yang menutup muka, melihat kilau cahaya kemuliaan. Kita berharap setiap kali mengajar, murid-murid akan tercerahkan, terpukau pada kedahsyatan Tuhan. Ada kalanya, hal yang unik terjadi. Ada siswa yang tersentuh dan berespons langsung. Akan tetapi, hal itu hanya beberapa kali saja terjadi. Sisanya adalah suasana kelas pada umumnya dan sederhana. Mungkin kita berpikir, “Tuhan, Engkau adalah Mesias, mengapa tidak terjadi hal luar biasa dalam pelayananku?” Saudara, terkadang kita bisa kecewa, bingung dan bertanya-tanya. Oleh karena itu, kita perlu mendandani cara pandang kita dengan pandangan yang benar akan Kerajaan Allah. Kita adalah orang biasa, pelayanan kita biasa, orang yang kita layani biasa, dan suasana kelas adalah suasana yang biasa. Namun, ada satu hal yang luar biasa, yang mau dinyatakan di dalam perumpamaan ini. Yang luar biasa adalah benih dari Tuhan.
Dalam Markus 4:26, ada orang yang mengerti dan mengenali nilai dari benih itu. Mungkin orang mengabaikan, meremehkan, tetapi ada yang mengenali bahwa dalam benih tersebut ada kehidupan. Jadi yang pertama, kita perlu mengenali, dan percaya, bahwa benih itu hidup. Mengapa seorang petani menabur? Karena dia percaya benih itu akan tumbuh, dia beriman bahwa ada kehidupan di situ. Kalau seorang guru masuk ke dalam kelas, kalau hamba Tuhan berbicara, kalau orang tua mendidik anaknya, dan kita tidak percaya bahwa firman itu hidup, maka kita mungkin hanya sekadar menjalankan rutinitas dan tidak berpengharapan. Orang yang menyadari bahwa meski benih yang ada ini kecil, tidak dianggap orang, tetapi berkuasa dan hidup, maka dia akan bersemangat menaburkannya. Saat guru akan masuk ke kelas, berimanlah dan sadarilah bahwa apa yang diberitakan itu mungkin sederhana, tetapi sesungguhnya hidup dan akan berbuah serta berkembang.
Petani pergi membawa benih itu ke ladang, lalu sampai di ladang ditaburkan. Seperti seorang Kristen membaca firman, menyadari keindahan firman itu, menyimpan firman itu dalam hatinya, lalu firman itu menggerakkan hidupnya, ia tahu bahwa firman itu berharga, ia tahu firman itu hidup, lalu pergi dan memberitakan firman itu. Dia pergi ke tempat kerja, dia beritakan. Dia pergi ke sekolahnya, dia beritakan. Dia pergi ke kampus, dia beritakan. Dia pergi ke gereja, dia beritakan. Dia pergi bertemu kumpulan temannya, dia beritakan. Sesampainya di sana, dia menaburkannya di hati dan pikiran para pendengarnya. Kebenaran yang kecil, yang sederhana, jika dibandingkan gemerlap media. Ada orang tua yang percaya hal itu dan menaburkannya kepada anaknya setiap malam dengan rajin. Ayah atau ibu yang tidak percaya tidak akan memberitakan firman kepada anak-anaknya. Akan tetapi, jika kita percaya bahwa firman itu hidup, kita akan memberitakannya dengan rajin dan tekun kepada anak-anak kita. Ada orang yang menabur di gereja, pergi ke sekolah Minggu. Ada banyak tanah yang perlu ditaburkan benih. Ada yang menabur di sekolah. Ada yang menabur di penjara. Ada yang pergi ke rumah sakit. Taburkan benih itu. Di panti asuhan, di panti werda, di kolong jembatan, taburkan benih itu.
Mereka yang menabur akhirnya akan menuai. Alkitab mengatakan, mereka yang menabur dengan air mata akan menuai dengan sukacita. Apa Saudara mau menuai dengan sukacita? Apakah Saudara mau menuai dengan penuh kebahagiaan? Namun, sebelum itu, sudahkah Saudara menabur? Mereka yang waktu menabur penuh tangisan, penuh air mata, disalahpahami, bahkan mungkin dihina dan dianiaya, akan menuai dengan sukacita. Memang akan ada kesulitan, tetapi kalau kita tidak pernah mau menabur dengan air mata, kita tidak akan pernah menuai dengan sukacita. Banyak orang Kristen merasa sedih, tidak pernah melihat hasil tuaian. Namun, bagaimana mau menuai, kalau tidak pernah menaburkan benih kehidupan? Kerajaan Allah itu benih yang kecil, perlu dibawa pergi ke tanah, lalu ditabur. Sederhana. Simple. Akan tetapi berapa banyak orang yang mengabaikan hal sederhana itu? Benih itu jangan hanya ditaruh dalam kotak yang indah, dipigura, jadi pajangan, disimpan di kamar yang bersih. Jangan, benih harus ditaburkan! Cari tempat, cari situasi, cari waktu untuk menabur. Jangan digeletakkan, Saudara tidak akan menyaksikan buah, tidak akan pernah memetik buah.
Terjadinya buah, jika Saudara perhatikan, tidak diketahui orang. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah. Setelah menabur, petani itu pergi tidur, menunjukkan kedamaian dan iman. Tanpa diketahuinya, benih itu berbuah. Itulah Kerajaan Allah. Benih yang sederhana jatuh ke tanah yang subur, adalah benih yang kecil, tapi hidup, mengandung kuasa yang akan menghidupkan, akan mentransformasi. Hal ini memberi kelegaan bagi kita. Mengapa? Karena benih itu hidup. Orang yang menabur benih itu mempunyai tindakan iman, iman bahwa benih itu memiliki kuasa yang hidup. Nah, semua ini adalah tindakan iman yang muncul kalau Saudara percaya firman yang sederhana: Kristus Yesus yang turun ke dalam dunia, menjelma menjadi manusia, mati di atas kayu salib menebus dosa manusia, dan Dialah yang punya kuasa. Berita yang sederhana, berkuasa, mentransformasi kehidupan. Berbahagialah mereka yang menabur. Berbahagialah mereka yang menabur dengan berbagai macam air mata, disalahmengerti dan sebagainya, karena mereka itu suatu hari akan menuai dengan penuh sukacita. Karena dalam benih yang sederhana itu ada kekuatan, ada kekuatan melahirbarukan, ada pertobatan, ada iman, ada kekudusan, ada konsekrasi, ada penyempurnaan di dalam benih itu. Terjadinya penebusan dalam diri seseorang mirip dengan apa yang terjadi pada penciptaan secara natural. Di sini Tuhan Yesus mengajarkan bagaimana proses terjadinya penebusan tidak bisa dilepaskan dari pemahaman penciptaan. Sang penabur tidak punya kontrol atas apa yang ditaburkannya. Dia hanya bergantung pada kuasa misterius yang bekerja, kuasa misterius yang bekerja secara tidak terlihat. Kita tidak melihat, karena kita sudah pulang, tapi diam-diam benih firman itu terus bekerja.
Seperti Yesus Kristus yang berhadapan dengan situasi yang sulit, demikian juga dalam segala zaman, kita akan menghadapi zaman yang sukar. Akan tetapi, seperti Kristus yang terus menaburkan benih dan tidak putus asa, terus menabur di tengah kesulitan. Demikian pula, kita harus menabur di waktu yang sulit sekalipun, dan tidak boleh berhenti menabur. Seorang penabur percaya bahwa yang ditaburkan adalah benih yang hidup. Seorang penabur percaya bahwa ada kuasa di dalam benih itu, dan seorang penabur juga bergumul di ruang doa, mendoakan supaya Tuhan memakai benih yang ditaburkan. Kita bukan hanya menabur lalu bermalas-malasan.
Benih yang sejati harus ditabur. Yang kita lakukan adalah menyatakan apa adanya benih itu, sesetia mungkin memelihara benih yang sejati. Injil itu benih yang sejati, Saudara, taburkan saja! Memang seperti itu, sederhana tanpa polesan, tapi indah dan berkuasa. Seperti Yesus yang rendah hati, dalam mengingat lima belas tahun SKC berdiri, mari kita lebih rajin menaburkan benih firman. Mari kita lebih bersandar dan tekun dalam melakukan pelayanan kita.
Soli Deo gloria.
Pdt. Ivan Kristiono
Koordinator Sekolah Kristen Calvin